Tampilkan postingan dengan label biologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label biologi. Tampilkan semua postingan

2022-02-17

TAKSONOMI VERTEBRATA - PISCES


 📬🍒🍤 LAPORAN PRAKTIKUM :

PISCES


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Istilah Pisces atau fishes merujuk pada kelompok hewan vertebrata yang habitatnya di air serta memiliki sirip sebagai organ pergerakan utama. Selain itu, juga merujuk pada hewan yang mempunyai organ insang sebagai alat pernapasan utama sepanjang hidupnya. Pisces atau yang dikenal sebagai “ikan" meliputi semua jenis ikan, baik yang tidak memiliki rahang (termasuk ke dalam super kelas: Agnatha) maupun ikan yang memiliki rahang (termasuk ke dalam super kelas: Gnathostomata) yang dikelompokkan lagi menjadi ikan bertulang rawan (kelas chondrichthyes) dan ikan bertulang sejati (kelas osteichthyes). Struktur tubuh ikan di bawah super kelas Gnasthostomata selalu mempunyai anggota tubuh/appendages berpasangan, terdapat notochorda atau dalam bentuk lain tulang pusat vertebrae.

    Ikan yang dikelompokkan ke dalam kelas chondrichthyes memiliki ciri utama berupa struktur tubuhnya tersusun dari tulang rawan. Selain itu, terdapat ciri-ciri lain seperti gigi tidak bersatu dengan rahang, tidak memiliki gelembung renang, dan memiliki organ usus dengan katup-katup spiral.

    Sedangkan, ikan yang dikelompokkan ke dalam kelas osteichthyes memiliki ciri utama bahwa struktur tubuhnya tersusun dari tulang sejati/tulang keras atau mengalami osifikasi. Osteichthyes berasal dari kata osteon yang artinya tulang keras, tulang sejati, dan dari kata ichthyos yang artinya ikan. Selain itu, terdapat ciri lain seperti tubuh yang berbentuk fusiform agak oval meruncing dengan berbagai bentuk variasi, memiliki  celah insang tunggal pada tiap sisi tubuh dengan penutup insang yang disebut operculum, serta memiliki gelembung renang berfungsi sebagai paru-paru.

2. Tujuan

a. Mengetahui penggolongan pisces atau ikan berdasarkan pengamatan terhadap struktur atau ciri morfologi pada ikan sampel.
b. Mengidentifikasikan sampel ikan berdasarkan ciri-ciribpada kunci identifikasi dan menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu.


II. TINJAUAN PUSTAKA

    Pisces memiliki karekteristik yakni kulit (integumentum) yang mengandung banyak glandulae mucosae (kelenjar lendir) dan tertutup oleh squama (sisik). Ektrimitas berupa pinae atau sirip dengan fungsi untuk membantu ikan dalam proses berenang. Beberapa jenis ikan ada yang bernapas dengan menggunakan paru-paru seperti lumba-lumba. Mulut terdapat pada bagian ujung muka berupa celah mulut atau rimaoris. Bagian mata pada ikan relatif besar tidak mempunyai kelopak mata atau palfibrae (Saanin, 2001).

    Ikan memiliki sirip yang berperan penting untuk pergerakannya serta sisik yang berfungsi sebagai penutup tubuhnya. Berdasarkan bentuknya, sirip ekor dapat dibedakan atas tipe rounded, truncate, emerginate, lunate dan forked. Berdasarkan bentuk sisik, dapat dibedakan atas sisik placoid, ganoid, ctenoid dan cycloid. Tipe mulut berdasarkan letaknya, yakni adalah tipe inferior, superior, terminal dan sub terminal. Bentuk umum tubuh ikan juga bervariasi, misalnya seperti fusiform, depressiform, anguiliform, compresiform, sagititiform dan globiform. (Riki, 2010)


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat

a. Baki putih/meja alas untuk bedah dan identifikasi.
b. Pinset.
c. Jarum-jarum pentul.
d. Penggaris.
e. Pensil 2B, penghapus.
f. Kertas gambar dengan pensil warna.
g. Loupe atau kaca pembesar.

2. Bahan

a. Seekor ikan pari.
b. Seekor ikan mas.
c. Seekor ikan mujair.
d. Seekor ikan bawal.

3. Cara Kerja

a. Beberapa ikan sampel dari kelas Chondrichthyes maupun Osteichthyes dijajarkan di atas meja bedah atau baki putih.
b. Morfologi secara lengkap dari ikan-ikan sampel tersebut diamati dan digambarkan.
c. Selanjutnya, bagian ikan-ikan dari tersebut diberi keterangan, seperti: spirakulum, mulut, celah insang, sirip punggung depan, sirip punggung
belakang, dan lain sebagainya.
d. Alat bantu loupe digunakan untuk memperjelas pengamatan.
e. Alat bantu seperti pinset dan jarum pentul digunakan untuk memegang dan membuka bagian-bagian tertentu seperti sirip, sisik, celah insang dan lain sebagainya.
f. Selanjutnya adalah melakukan identifikasi, dengan menggunakan kunci identifikasi famili atau ordo yang telah disediakan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Pisces PSYCHESOUPE

Pisces II PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum pisces bertujuan untuk mempelajari penggolongan pisces atau ikan berdasarkan pengamatan terhadap struktur atau ciri morfologi pada ikan sampel serta mengidentifikasikan ikan sampel tersebut berdasarkan ciri-ciri pada kunci identifikasi dan menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu. Bahan yang digunakan adalah ikan pari dari kelas Chondrichtyhes serta ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal dari kelas Osteichthyes.

    Pertama-tama ikan-ikan sampel diukur terlebih dahulu panjang dari masing-masing bagian tubuh tertentu. Pengukuran tersebut berguna untuk membantu menentukan nama ikan dengan kunci identifikasi. Setelah pengukuran, pengamatan dapat dilakukan secara langsung maupun dengan bantuan loupe.

    Ikan pari sampel mempunyai discus yang membentuk sudut (angular) atau membelah. Bagian matanya menonjol dari spirakel. Mulutnya terdapat dibagian ventral tubuh. Terdapat spirakulum atau tutup insang, dengan insang berbentuk spiral, yang apabila dibedah akan nampak. Ikan pari termasuk ikan tulang rawan yang memiliki istilah elasmobranchii, elasmo berarti lempeng dan branchii berarti lempeng, sehingga diartikan memiliki insang berbentuk lempengan. Celah insang tersebut terletak di sisi ventral. Sirip yang berada disamping adalah sirip dada dan sirip yang berada di dekat ekor adalah sirip perut, dengan bagian sirip perut dan sirip anal bergabung. Ikan pari sampel memiliki totol-totol atau berbintik-bintik. Ekor ikan pari memiliki bentuk seperti cambuk. Ukuran ekor dari ikan pari tersebut lebih besar dari pada badannya. Ukuran panjang ekor dan panjang badan dapat menjadi pembeda antara ikan pari satu dengan yang lainnya.

    Ikan mas sampel mempunyai garis dari pangkal dekat insang ke pangkal kauda yang terlihat jelas, garis tersebut dinamakan dengan linea lateralis. Garis tersebut digunakan untuk mengetahui banyaknya sisik ikan mas, yaitu dengan menghitung sisik disepanjang garis linea lateralis. Sisik pada ikan mas bertipe cycloid. Mulut ikan mas besar dan tertutup. Tidak terdapat gigi pada rahangnya. Dengan lubang hidung terletak diatas mulut. Mata tidak memiliki kelopak sehingga terlihat seperti melotot. Lembaran insang atau brancia pada ikan mas adalah tunggal. Ikan mas mempunyai alat gerak berupa sirip yang terbagi dalam lima jenis sirip, dan pada masing-masing sirip tersebut terdapat jari-jari keras. Umumnya letak jari-jari keras ada di bagian pinggir, sedangkan jari-jari lunak lebih kedalam. Sirip punggungnya (pinnae dorsalis) memiliki rumus D.X.8. Selain itu, terdapat sirip dada (pinnae pectoralis), sirip perut (pinnae ventralis), sirip anal dan sirip ekor (kauda) yang berbentuk homocercal.

    Ikan mujair sampel mempunyai linea lateralis yang jelas seperti pada ikan mas. Memiliki sisik dengan tipe cycloid. Bentuk mulut ikan mujair hampir sama seperti pada ikan mas yaitu besar dan tertutup. Matanya besar dan terdapat hidung dibagian atas mulut. Lembaran insang atau brancia pada ikan mas adalah ganda atau dua. Ikan mujair juga memiliki lima jenis sirip, diantaranya adalah sirip punggungnya (pinnae dorsalis), sirip dada (pinnae pectoralis), sirip perut (pinnae ventralis), sirip anal dan sirip ekor (kauda).

    Ikan bawal sampel mempunyai sisik dengan tipe ctenoid. Bentuk mulut ikan bawal berbeda dengan ikan mas dan ikan mujair, dan memiliki gigi. Ikan mujair juga memiliki lima jenis sirip, diantaranya adalah Sirip punggungnya (pinnae dorsalis), sirip dada (pinnae pectoralis), sirip perut (pinnae ventralis), sirip anal dan sirip ekor (kauda) yang berbentuk heterocercal.


V. KESIMPULAN

    Berdasarkan praktikum yang dilakukan dengan mengamati struktur atau ciri morfologi sampel pisces, telah diketahui nama ilmiah mereka dalam taksa tertentu yang teridentifikasi. Sampel ikan pari telah diketahui termasuk ke dalam famili Aetobatidae. Sampel ikan mas telah diketahui termasuk ke dalam famili Cyprinidae dengan genus Carassius. Sampel ikan mujair dan ikan bawal telah diketahui sama-sama termasuk ke dalam famili Percoidei.

    Pada ikan sampel dari kelas Chondrichthyes dapat diamati bagian dorsal dan ventralnya. Pada bagian dorsal nampak bagian mata dan spirakulum . Pada bagian ventral nampal mulut, celah insang, lubang pengeluaran. Kepala pada bagian asterior, sementara badan dan kauda pada bagian posterior.

    Pada ikan sampel dari kelas Osteichthyes dapat dibedakan bagian kepala, badan dan ekor. Pada kepala terdapat mata mulut, operkulum dan lubang hidung. Pada badan terdapat 4 sirip, yakni pinnae dorsalis, pinnae pectoralis, pinnae ventralis, pinnae analis, dengan lubang pengeluaran serta gurat sisi atau linea lateralis. Pada bagian ekor adalah sirip ekor yaitu pinnae caudalis.


Daftar Pustaka

Abramorf, P. (1977). Laboratory Outlines in Zoology. Minnesota: Burgers Publ.

Bond, C.E. (1979). Biology of Fishes. Philadelphia - London - Toronto: W.B Saunders Co.

Hasanuddin, Saanin. (1968). Taksonomi dan Kuntji Identifikasi Ikan. Bandung: Binatjipta.

Hickman, C.P. L.S. Roberts and Allan Larson. (1998). Zoology. 10th Edition. San Francisco, California: W.C. Brown Mc Graw Hill Publishers.

Hickman, C.P. and L.S. Roberts. (2000). Biology of Animals. 8th Edition. Dobuque, Iowa: W.C. Brown Publishers.

Pough, F.H., Christine M.J. and John B.H. (2002). Vertebrate Life. 6th Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2010). Praktikum Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. 

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2019). Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. 

Saanin, H. (2001). Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta : Bandung.

Verma, P.S. (1979). A Manual of Practical Zoology. Chordates, New Delhi: S. Chand & Company Ltd,

Webbert, Herbert. H. and Thurman, H.V. (1991). Marine Biology. 2nd Edition. New York: Harper Collins publ.


2022-02-16

TAKSONOMI TUMBUHAN RENDAH - ALGA

 🌼🍄🌈 LAPORAN PRAKTIKUM : 
ALGA 


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Alga adalah organisme yang dapat melakukan proses fotosintesis, alga mempunyai klorofil a yang berfungsi sebagai pigmen fotosintesis yang utama. Alga dapat merupakan organisme prokariota maupun eukariota. Alga prokariota meliputi divisi Cyanophyta atau yang disebut dengan nama umum alga hijau-biru. Berdasarkan oleh sistem klasifikasi yang mengelompokkan organisme menjadi lima dunia (kingdom), alga prokariota dikelompokkan bersama organisme prokariota lainnya yakni bacteria dan arkhaea ke dalam dunia Monera, sehingga kelompok alga ini dinamakan dengan cyanobacteria. Sementara itu, alga eukariota dimasukkan ke dalam dunia Protista dan dikelompokkan menjadi beberapa divisi, sebagai contoh antara lain, yakni Chlorophyta (alga hijau), Phaeophyta (alga coklat) dan Rhodophyta (alga merah). 

    Alga melakukan reproduksi baik secara seksual maupun aseksual dengan alat reproduksi yang sederhana, yaitu terdiri dari satu sel tanpa sel-sel steril yang menyelubunginya. Jika alat tersebut terdiri dari banyak sel, maka semua sel merupakan sel-sel fertil. Namun demikian, alga memiliki keanekaragaman morfologi dan ukuran tubuh yang menarik perhatian, yaitu dari tubuh yang uniselular dengan ukuran hanya beberapa μm sampai tubuh yang menyerupai tumbuhan tingkat tinggi dengan ukuran panjang mencapai 60-75 m. Persebaran alga terdapat pada hampir di seluruh permukaan bumi, alga dapat hidup di permukaan tanah, dan di dalam tanah yang basah atau lembab, di perairan air tawar, laut, payau, dan di sumber-sumber air panas, bahkan di atas salju pun ditemukan alga. 

2. Tujuan

Mempelajari jenis Algae Chlorophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta. 


II. TINJAUAN PUSTAKA 

    Linnaeus membagi tumbuhan menjadi 25 kelas, antara lain Cryptogamae yang selanjutnya dibagi lagi menjadi bangsa-bangsa Alga, Fungi, Musci, dan Filices. Sedangkan, De Jussieu membagi tumbuhan menjadi 3 golongan utama, yaitu Acotyledoneae, Monocotyledoneae, dan Dicotyledoneae. Acotyledoneae pun dinyatakan identik dengan Cryptogamae. Setelah teori evolusi diumumkan, kemudian sistem klasifikasi disusun menurut deretan yang paling primitif ke yang paling kompleks. Selanjutnya, Cryptogamae dibagi menjadi Thallophyta, Bryophyta, dan Pteridophyta. Namun setelah Thallophyta divalidasi, Alga dan Fungi berada pada divisi yang berbeda. 

    Fritsch menyatakan organisme yang tergolong alga harus bersifat holofitik. Smith menyatakan bahwa ciri-ciri alga yaitu memiliki organ seksual yang umumnya terdiri dari satu sel, kalau banyak sel, sel-sel tersebut akan fertil. Sementara, para pakar Protozologi memasukkan organisme uniseluler, berflagela dan berklorofil dalam Mastigophora filum Protozoa.

    Klasifikasi alga ke dalam divisi-divisinya telah didasarkan pada kriteria, yaitu; pigmentasi dari sel vegetatif, dalam hal ini adalah macam pigmen yang terkandung dalam plastida; hasil fotosintesis dan cadangan makanan; flagelasi, meliputi jumlah serta letak dan morfologi dari flagela; sifat-sifat kimia dan fisika dari dinding sel; dan struktur sel, yaitu ada atau tidak adanya inti sejati. Atas dasar kriteria yang tertera diatas, Smith (1955) membagi alga menjadi 7 divisi yaitu: Chlorophyta, Euglenophyta, Pyrrophyita, Chrysophyta, Phaeophyta, Rhodophyta, dan Cyanophyta. Seperti telah diketahui bahwa pembagian organisme kini tidak lagi dibagi hanya dengan golongan hewan dan tumbuhan, namun kini organisme dibagi menjadi lima golongan besar (kingdom), yaitu Monera, Protista, Fungi, Animalia, dan Plantae. 

    Dalam hal ini, menurut Weisz dan Keogh (1982) divisi Pyrrophyta, Euglenophyta, dan Chrysophyta termasuk dalam kelompok Protista, sementara Chlorophyta, Phaeophyta, dan Rhodophyta termasuk golongan Plantae, dan Cyanophyta merupakan organisme Prokaryotik yang disebut juga Cyanobacteria dan dikelompokkan ke dalam Monera bersama dengan bacteria.


III. METODOLOGI PELAKSANAAN

1. Alat

a. Alat untuk mengambil sampel berupa pisau, sekop, cangkul, pukul besi, jala plankton, mikropipet.
b. Alat untuk membawa sampel berupa ember ukuran sedang, kantong plastik, botol koleksi.
c. Alat untuk pengamatan berupa mikroskop stereo.
d. Label identitas sampel.

2. Bahan

a. Media kultur berupa air, tanah kebun dan kalsium karbonat.

3. Metodologi Praktikum

A) Metode Pengambilan Alga Makroskopik

a. Tempat pengambilan sampel ditentukan sesuai petunjuk instruktur, seperti tepi pantai laut yang memiliki banyak keanekaragaman tumbuhan alga.
b. Pengambilan sampel alga dilakukan ketika permukaan air pantai surut panjang atau maksimal.
c. Pengambilan sampel alga dari substratnya berdasarkan sifat-sifat morfologi dan warna talus dan dilakukan dengan bantuan alat seperti pisau, pukul besi, dan lain-lain.
d. Setiap jenis sampel alga yang telah diambil dimasukkan ke dalam ember plastik ukuran sedang atau kantong-kantong plastik serta dikelompokkan sesuai dengan jenis spesimennya.
e. Setiap jenis sampel kemudian diberi label yang berisi: nomor sampel, tanggal pengambilan sampel, nama kolektor, lokasi, habitat, dan nama daerah.


B) Metode Pengambilan Alga Mikroskopik

a. Tempat pengambilan sampel ditentukan sesuai petunjuk instruktur, seperti danau, kolam ikan atau sungai yang memiliki arus.
b. Pengambilan sampel alga dengan cara menyisir pada permukaan air menggunakan jalan plankton yang berbentuk corong. Penyisiran atau pengambilan sampel dilakukan sampai lebih dari sepuluh kali.
c. Sampel alga yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam botol-botol koleksi (50 ml) dan dibawa ke laboratorium.
d. Media kultur alga dipersiapkan dengan metode tanah-air dari Pringsheim, yaitu dengan mempersiapkan botol-botol kultur (bermulut lebar) yang diisi dengan 1 sendok teh kalsium karbonat, setengah bagian tanah kebun dan air sungai. Lalu, botol ditutup dengan kain kasa atau sumbat botol, dan selanjutnya akan disterilkan.
e. Sampel alga yang didapat dari lapangan diamati di bawah mikroskop stereo, jenis sampel alga yang dikehendaki diambil dengan menggunakan mikropipet dan ditempatkan dalam botol media kultur alga.
f. Setelah itu, setiap jenis sampel diberi label yang berisi: nomor sampel, tanggal pengambilan sampel, nama kolektor, lokasi, habitat, dan nama daerah.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan 

Alga PSYCHESOUPE

Alga II PSYCHESOUPE

Alga III PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum Alga bertujuan untuk mengetahui perbedaan dari ciri-ciri Alga Chlorophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta dengan pengamatan yang dilakukan pada berbagai contoh Alga dengan menggunakan alat mikroskop stereo. 

    Chlorophyta dibagi menjadi dua kelas, yakni chloropyceae dan charophyceae. Chlorophyta mempunyai pigmen yang terdiri atas klorofil a dan b, santofil, dan B karoten, klorofil terdapat dalam jumlah yang banyak sehingga ganggang ini berwarna hijau rumput. Hasil fotosintesis berupa amilum dan tersimpan dalam kloroplas. Kloroplas berjumlah satu atau lebih; berbentuk mangkuk, bintang, lensa, bulat, pita, spiral dsb. Sel berinti sejati, satu atau lebih. Sementara sel kembara mempunyai dua atau empat flagela sama panjang, bertipe whiplash. Dinding selnya mengandung selulosa dan mempunyai bentuk talus/struktur vegetatif. Reproduksi seksual pada Chlorophyta dilakukan dengan secara isogami, anisogami atau oogami. Sedangkan reproduksi aseksual dengan membentuk zoospora, aplanospora, hipnospora, autospora. Sementara reproduksi vegetatif dengan fragmentasi talusnya. 

    Divisi Phaeophyta hanya terdiri atas satu kelas, yaitu Phaeophyceae. Phaeophyceae memiliki ciri-ciri tubuh yakni selalu berupa talus multiseluler yang berbentuk filamen, lembaran atau menyerupai semak/pohon yang dapat mencapai beberapa puluh meter, terutama pada jenis-jenis yang hidup di lautan daerah beriklim dingin. Set vegetatif mengandung kloroplas berbentuk bulat, bulat panjang, seperti pita; mengandung klorofil a dan klorofil c serta beberapa santofil misalnya fukosantin. Cadangan makanan berupa laminarin dan manitol. Dinding sel mengandung selulosa dan asam alginat. Phaeophyceae mempunyai sel reproduksi yang motil baik zoospora ataupun zoogamet berflagela dua buah, tidak sama panjang dan terletak di bagian lateral dari sel, bertipe whiplash dan tinsel. Reproduksi aseksual pada Phaeophyceae dilakukan dengan pembentukan zoospora atau aplanospora, sementara reproduksi seksual dilakukan secara isogami, anisogami atau oogami. Jenis-jenis dari bangsa-bangsa dalam Phaeophyceae mempunyai daur hidup dengan pergantian keturunan, kecuali jenis-jenis dari bangsa Fucales. Ada tiga tipe pergantian keturunan, yaitu: isomorfik (Dictyota sp.), heteromorfik (Laminaria sp.), dan diplontik (Sargassum sp.)

    Sama halnya dengan Phaeophyta, divisi Rhodophyta hanya mempunyai satu kelas, yaitu Rhodophyceae. Sel Alga Rhodophyceae mempunyai dinding yang terdiri atas selulosa dan agar atau karagenan. Rhodophyceae tidak pernah menghasilkan sel-sel berflagela. Rhodophyceae mempunyai berbagai pigmen, yakni klorofil yang terdiri atas klorofil a dan d, fikobilin yang terdiri dari fikoeritrin dan fikosianin dan sering disebut pigmen aksesoris, B - karoten yang dapat ditemui dalam plastisida. Cadangan makanan berupa tepung floridea dan terdapat di luar kloroplas. Talus hampir semuanya multiseluler, hanya dua marga saja yang uniseluler. Talus yang multiseluler berbentuk filamen silinder ataupun helaian. Pada dasarnya talus yang multiseluler, terutama yang tinggi tingkatannya terdiri atas filamen-filamen yang bercabang-cabang dan letaknya sedemikian rupa sehingga membentuk talus yang pseudoparenkimatik. Talus umumnya melekat pada substrat dengan perantaraan alat pelekat. Pada Rhodophyta yang tinggi tingkatannya ada dua tipe talus,  yakni monoaksial dan multiaksial. Reproduksi secara vegetatif dilakukan dengan fragmentasi dan Rhodopyceae dapat membentuk bermacam-macam spora, karpospora (spora seksual), spora netral, monospora, tetraspora, bispora, dan polispora.


V. KESIMPULAN

   Berdasarkan kandungan pigmen yang dominannya, pada umumnya alga terbagi menjadi 5 kelas, yaitu; 1) kelas Cyanophycea yakni Alga biru dengan kandungan pigmen fikosianin, 2) Chlorophyceae yakni Alga hijau dengan kandungan pigmen klorofil, 3) kelas Chrysophyceae yakni Alga keemasan dengan kandungan pigmen xantofil, 4) Kelas Phaeophyceae yakni Alga Coklat/ perang dengan kandungan pigmen fikosantin, 5) Kelas Rhodophyceae yakni Alga merah dengan kandungan pigmen fikoeritin. Sementara, urutan dari alga paling primitif hingga paling maju adalah Cyanophyceae, Cyanophyceae, Chlorophyceae, Chrysophyceae, Phaeophyceae, dan Rhodophyceae.

    Berdasarkan pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan mengenai alga Chlorophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta telah diketahui bahwa: spesimen Ulva lactuca, Caulerpa racemosa, Caulerpa lentillifera, Halimeda discoidea, Halimeda incrassata, dan Chaetomorpha sp. adalah termasuk alga Chlorophyta;  spesimen Padina australis, Turbinaria ornata, dan Sargassum sp. adalah termasuk alga Phaeophyta; sedangkan spesimen Gracitaria arcuata, Euchema denticulatum, Gelisiopsis intricata, dan Gigartina sp. adalah termasuk alga Rhodophyta. 


Daftar Pustaka

Dawson, E.Y. (1958). How to Know Seaweeds. WMC. Brownies Company Publishers. 

Gupta, T. S. (1981). Textbook of Alga. New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co. 

Sabbithah, S. dan Untari. L. F. (2008). Buku Petunjuk Praktikum Fikologi. Laboratorium Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Smith, G.M. (1995). Cryptogamic Botany, Vol. 1, Alga & Fungi. Tokyo: MC. Graw-Hill Book Company. 

Sujadmiko, H. (2007). Bahan Ajar Mata Kuliah Biologi. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Sujadmiko, H. (2003). Buku Petunjuk Praktikum Briologi. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Sujadmiko,  Heri, dkk. (2015). Praktikum Taksonomi Tumbuhan Rendah. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Sujadmiko,  Heri; Sulastri, Sri dan Sabbithah, Susarsi. (2015). Taksonomi Tumbuhan Rendah. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. 


2022-02-15

TAKSONOMI TUMBUHAN RENDAH - LICHENES

 

🌼🍄🌈 LAPORAN PRAKTIKUM :
LICHENES


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Lichenes merupakan lumut kerak, namun Lichenes tidak termasuk kedalam kelompok lumut sebab Lichenes merupakan hasil dari simbiosis fungi dan alga. Lichenes banyak ditemukan di kulit batang pohon ataupun menempel di bebatuan. Lumut mempunyai beragam warna misalnya seperti keabu-abuan, orange, coklat, hitam dan lain-lain. Lichenes mampu hidup di daerah kekeringan dalam waktu yang lama (Sudrajat, dkk, 2013).

    Sebagai tumbuhan pioneer, Lichen memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Lumut kerak menjadi tumbuhan perintis pada daerah-daerah yang keras maupun kering sehingga pada akhirnya dapat mendukung pertumbuhan bagi organisme lainnya. Lichen banyak dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat, misalnya pada beberapa jenis Asolichen telah dimanfaatkan dan dapat pula dikonsumsi, oleh karena itu perlu dijelaskan mengenai Lichen tersebut khususnya pada pemanfaatan Lichen bagi kehidupan.

    Simbiosis mutualisme adalah hubungan yang sifatnya saling menguntungkan antar organisme. Jamur pada lumut kerak mempunyai fungsi sebagai pelindung dan penyerap air serta mineral. Sementara, ganggang yang hidup di antara miselium jamur berfungsi menyediakan makan melalui proses fotosintesis. Lumut kerak adalah organisme hasil simbiosis mutualisme dengan jamur yang terdapat pada lumut kerak tidak dapat hidup sendiri di alam.

2. Tujuan

Mempelajari jenis Lichenes Crustose, Foliose, Fruticose dan Squamulose. 


II. TINJAUAN PUSTAKA

    Lumut kerak (Lichenes) adalah tumbuhan tingkat rendah yang masuk ke dalam Divisio Thallophyta yang merupakan tumbuhan komposit dan perpaduan fisiologik dari dua makhluk yakni antara fungi dan alga. Dua organisme tersebut hidup berasosiasi satu sama lain, sehingga muncul sebagai satu organisme. Penyusun komponen fungi disebut dengan Mycobiont yang pada umumnya berasal dari kelas Ascomycetes dan dua atau tiga genus termasuk Basidiomycetes, sedangkan penyusun komponen alga disebut dengan Phycobiont, berasal dari Divisio alga biru-hijau (Chyanophyceae) atau alga hijau (Chorophyceae) (Tjitrosoepomo, Taksonomi Tumbuhan 2001).

    Lichenes adalah tumbuhan hasil simbiosis antara fungi dan satu atau lebih mitra fotosisntesis, yang umumnya merupakan alga hijau atau cyanobacterium. Lichenes sekilas mirip dengan alga, perbedaan utama Lichenes dengan alga adalah tekstur, distribusi dan warna yang paling menonjol (Nash 2008). Alga yang terdapat pada Lichenes menghasilkan makanan (karbohidrat) oleh sebab fungi yang tidak bisa membuat makanan sendiri, sehingga energi didapatkan dari alga. Hubungan simbiosis fungi dan alga berperan membantu Lichenes beradaptasi dengan kehidupan di semua tempat. Lichenes membutuhkan air dan sinar matahari untuk tumbuh. Beberapa spesies dapat menyerap air hingga 20 kali berat tubuhnya (Whitesel 2006).

    Salah satu karakteristik Lichenes adalah bahwa mereka memiliki perkembangan dan pertumbuhan yang lambat. Sebagian besar bentuk tumbuh hanya beberapa milimeter per tahun. Tanaman Lumut Kerak (Lichenes) tidak memiliki akar, batang dan daun, sehingga mereka menyerap sebagian besar nutrisi dari curah hujan. Lichenes berperilaku seperti spons yang menyerap segala sesuatu yang larut dalam air hujan kemudian mempertahankannya (Halcomb 2010).

    Menurut Misra & Agrawal (1978), menyatakan bahwa klasifikasi Lumut Kerak (Lichenes) berdasarkan komponen fungi terbagi menjadi tiga tipe, yaitu Ascolihens, Basidiolichens, dan Lichen Imperfecti.


III. METODOLOGI PELAKSANAAN

1. Alat dan bahan

a. Alat untuk mengambil sampel berupa sekrap, pisau, cutter, gunting tanaman.
b. Alat untuk membawa sampel berupa kantong koleksi.
c. Alat untuk pengamatan berupa mikroskop stereo.
d. Label identitas sampel.

2. Metodologi Praktikum

a. Tempat pengambilan sampel ditentukan sesuai petunjuk instruktur, seperti pepohonan atau suatu tempat yang banyak keanekaragaman tumbuhan lichenes.
b. Sampel lichenes diambil pada berbagai habitat (substrata), yaitu pohon pada batang maupun cabang.
c. lichenes diambil dengan memilih sampel yang telah dewasa dan tidak memiliki kecacatan.
d. Sampel lichenes kemudian diambil dengan bantuan alat pengambil sampel seperti sekrap, pisau, cutter, atau gunting tanaman.
e. Sampel lichenes yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam kantong-kantong koleksi dan dibawa ke laboratorium.
f. Sampel lichenes yang didapat dari lapangan diamati di bawah mikroskop stereo, dan mencatat perbedaan bentuk tubuh satu dengan yang lainnya.
g. Setelah itu, setiap jenis sampel diberi label yang berisi: nomor sampel, tanggal pengambilan sampel, nama kolektor, lokasi, habitat, dan nama daerah.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Lichenes PSYCHESOUPE

Lichenes II PSYCHESOUPE

Lichenes III PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum Lichenes bertujuan untuk mengetahui perbedaan dari ciri-ciri Lichenes Crustose, Foliose, Fruticose dan Squamulose dengan pengamatan yang dilakukan pada berbagai contoh Lichenes dengan menggunakan alat mikroskop stereo, maupun pengamatan secara langsung.

    Lichenes Crustose memiliki ciri talus yang berukuran kecil, datar, tipis serta selalu melekat pada permukaan batu, kulit pohon ataupun di tanah. Sukar untuk mencabut lichenes Crustose tanpa merusak substratnya.  Lichenes Crustose yang tumbuh dan terbenam di dalam batu dengan hanya bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan dinamakan endolitik, dan yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan dinamakan dengan endoploidik atau endoploidal. Lichenes yang bersifat longgar dan bertepung yang tidak memiliki struktur berlapis, disebut dengan leprose. Ukuran talus pada lichen crustose bermacam-macam dengan bentuk talus rata, tipis, dan umumnya mempunyai bentuk tubuh buah yang hampir sama. Talus dapat berupa lembaran tipis atau seperti kerak yang permukaan bawahnya melekat pada suatu substrat.
  
    Lichenes Foliose mempunyai struktur seperti daun yang tersusun oleh lobus-lobus. Lichen Foliose relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Thallusnya berbentuk datar, lebar, dan memiliki banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Pada bagian permukaan atas dengan bagian bawahnya berbeda. Lichenes Foliose dapat melekat pada batu, ranting dengan rhizines, yang juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Talus Foliose bertingkat, lebar, besar, kasar dan menyerupai daun yang mengkerut dan melipat. Permukaan talus foliose bagian bawah dan atas berbeda, pada permukaan bawahnya berwarna lebih terang atau gelap sedangkan pada bagian tepi talus biasanya menggulung ke atas.
       
    Lichenes Fruticose mempunyai thallus berupa semak. Talus pada lichenes Fruticose adalah tipe talus kompleks dengan cabang-cabang yang tidak teratur. Talus ini memiliki bentuk cabang silinder atau pita. Talus hanya menempati bagian dasar dengan cakram bertingkat. Thallus dapat tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon. Pada lichenes Fruticose tidak terdapat perbedaan antara permukaan atas dan bawahnya.
     
    Lichenes Squamulose mempunyai talus yang memiliki bentuk seperti talus pada lichenes Crustose dengan pingiran yang terangkat ke atas di atas tempat hidupnya. Talus ini berbentuk seperti sisik yang tersusun oleh banyak cuping (lobes) yang kecil namun tidak memiliki rizin. Lichen Squamulose memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus tersebut dinamakan dengan squamulus dan biasanya berukuran kecil serta saling bertindih dan sering memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia.

    Pertumbuhaan talus sangatlah lambat. Tubuh buah baru akan terbentuk setelah mengadakan pertumbuhan vegetatif bertahun-tahun. Kebanyakan Lichenes bereproduksi dengan perantaan soredium. Komponen cendawannya seringkali dapat membentuk spora dan hanya membentuk lichenes jika jatuh dekat algae yang merupakan simbionnya.


V. KESIMPULAN

    Lichenes yang merupakan tumbuhan perintis memiliki peran dalam pembentukan tanah dan tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi. Lichenes atau lumut kerak juga menghasilkan senyawa-senyawa metabolit yang tidak dapat dihasilkan oleh alga dan jamur yang hidup terpisah. Sampai saat ini, para ahli masih terus meneliti tumbuhan lumut kerak atau lichenes dan ada yang mengusulkan agar lichenes tersebut dimasukkan ke dalam golongan tersendiri dan terpisah dari jamur dan alga. Sementara berdasarkan bentuk talusnya, lumut kerak dibedakan menjadi empat macam, yaitu Crustose, Foliose, Fruticose dan Squamulose.

    Berdasarkan pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan mengenai lichenes Crustose, Foliose, Fruticose, dan Squamulose telah diketahui bahwa: spesimen Graphis scripta, Hydropunctaria maura, Basidia sp., Lepraria sp., dan Chrysothrix xanthina adalah termasuk lichen Crustose;  spesimen Dirinaria applanata, Flavoparmelia caperata, Hypogymnia physodes, Canoparmelia caroliniana dan Parmelina tiliacea adalah termasuk lichen Foliose; spesimen Ramalina fastigiata, Usnea australis, dan Cladonia portentosa adalah termasuk lichen Fruticose; sedangkan spesimen Psora pseudorusselli dan Parmelia sulcata adalah termasuk lichen Squamulose.


Daftar Pustaka

Hale, M.E. (1979). How to Know The Lichens, Second Edition. WCB McGrawHill. Boston.

Januardania, D. (1995). Jenis-jenis Lumut Kerak yang Berkembang pada Tegakan Pinus dan Karet di Kampus IPB Darmaga Bogor. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Landecker dan Moore. 1996. Fundamental of The Fungi. Prentice Hall. New Jersey. 470-476.

Moore, E. (1972). Fundamental of The Fungi, 4th Edition. Landecker Prentince. Hall International.

Muzayyinah. (2005). Keanekaragaman Tumbuhan Tak Berpembuluh. UNS Press: Surakarta.

Tjitrosoepomo Gembong. (2005). Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tjitrosoepomo, G. (1989). Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Tallophyta, Bryophyta, Pteridophyta). Gadjah Mada University Press.

Vashista, B.R. (1981). Botany for Degree Students Part: 1 Alga. New Delhi: S.Chand & Company Ltd. Ram Nagar.

 

2022-02-14

TAKSONOMI TUMBUHAN RENDAH - LUMUT

 

🌼🍄🌈 LAPORAN PRAKTIKUM :

LUMUT


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Tumbuhan lumut merupakan kelompok tumbuhan yang pertama dapat beradaptasi dengan lingkungan darat, hal ini karena mereka mempunyai organ-organ menghisap air dari tanah, perlindungan terhadap kekeringan serta susunan sel-sel untuk mengangkut makanan. Lumut memiliki distribusi yang bersifat kosmopolitan, karena tersebar secara luas mulai dari daerah kutub, boreal, subtropik sampai daerah tropik. Lumut merupakan golongan tumbuhan yang termasuk dalam kelompok Cryptogamae dan mempunyai struktur yang sederhana (primitif) sehingga secara filogeni dianggap sebagai tumbuhan tingkat rendah. Kedudukan tumbuhan lumut dalam filogeni tumbuhan adalah diantara tumbuhan alga dan tumbuhan paku.

    Lumut adalah golongan tumbuhan yang termasuk ke dalam kelompok Cryptogamae yakni kelompok tumbuhan yang mempunyai alat reproduksi seksual tersembunyi. Lumut adalah kelompok tumbuhan yang telah beradaptasi dan meninggalkan lingkungan perairan namun tetap memerlukan air untuk melakukan proses fertilisasi. Tumbuhan lumut sudah mempunyai struktur tubuh untuk penyesuaian hidup di lingkungan hidup daratan. Kelompok tumbuhan lumut tumbuh umumnya pada habitat peralihan dari habitat perairan (akuatik) ke habitat daratan (terestrial) sehingga disebut sebagai tumbuhan amfibi. Kelompok tumbuhan lumut menunjukkan ciri peralihan antara bentuk talus dengan bentuk kormus, meskipun sebagian tumbuhan lumut mempunyai struktur tubuh yang dapat dibedakan menjadi akar, batang, dan daun, namun lumut belum mempunyai akar, batang, dan daun yang sesungguhnya.

2. Tujuan

Mempelajari Lumut Hepaticopsida, Anthocerotopsida, dan Bryopsida.


II. TINJAUAN PUSTAKA

    Tumbuhan lumut termasuk divisi Bryophyta yaitu golongan tumbuhan talus yang dalam susunan tubuhnya sudah terdapat penyesuaian diri terhadap lingkungan hidup di darat, gametangium dan sporangiumnya multiseluler, serta dalam perkembangan sporofitnya sudah membentuk embrio. Bentuk dan susunan gametangium yang spesifik pada tumbuhan lumut utamanya adalah pada arkegonium yang berbentuk seperti botol dan terdiri atas bagian perut dan bagian leher. Tumbuhan lumut mempunyai siklus hidup, yakni generasi haploid (gametofit) dan generasi diploid (sporofit) yang bergiliran secara teratur.

    Bryophyta merupakan kelompok tanaman khas pada lahan hijau. Divisi Bryophyta dikelompokkan menjadi, lumut daun (Bryopsida atau Musci), lumut hati (Hepaticopsida atau Hepaticae), dan lumut tanduk (Anthocerotopsida atau Anthocerotae). Ketiga kelas membentuk kelompok besar, dengan kesamaan sejumlah fitur yang khas untuk memisahkan mereka dari tanaman vaskular. Bryophyta memiliki fase abadi, yaitu fisiologis seksual (gametofit) dari siklus hidupnya, dibandingkan dengan gametofit parasit pada tumbuhan vascular (Hallingback dan Hodgetts, 2000).

    Siklus hidup pada tumbuhan lumut menunjukkan pola yang sama dengan ganggang dan berlanjut sampai pada tumbuhan tingkat tinggi. Suatu generasi gametofit kemudian dilanjutkan dengan generasi sporofit (Tjitrosomo, 1984). Gametofit adalah tanaman yang menempel pada substrat dengan rhizoid yang mirip seperti rambut. Dalam lumut daun dan lumut hati, gametofit umumnya berdaun, sedangkan pada beberapa lumut hati dan lumut tanduk kebanyakan dalam bentuk thallus seperti bentuk tali. Organ kelamin jantan (antheridium) adalah kantung kecil yang memproduksi banyak sperma motil, sementara organ kelamin betina (arkegonium) adalah struktur yang berbentuk tabung berisi telur tunggal yang non-motil. Bryophyta juga mereproduksi vegetatif dengan fragmentasi, juga produksi gemma kecil (Hallingback dan Hodgetts, 2000).

    Divisi Bryophyta dikelompokkan menjadi tiga kelas, yaitu lumut hati (Hepaticopsida), lumut daun (Bryopsida), lumut tanduk (Anthocerotopsida) (Tjitrosomo, 1984).


III. METODOLOGI PELAKSANAAN

1. Alat dan bahan

a. Alat untuk mengambil sampel berupa sekrap, pisau, cutter, gunting tanaman.
b. Alat untuk membawa sampel berupa kantong koleksi (amplop/rol).
c. Alat untuk pengamatan berupa kaca pembesar loop akromatik dengan pembesaran 20x.
d. Label identitas sampel.

2. Metodologi Praktikum

a. Tempat pengambilan sampel ditentukan sesuai petunjuk instruktur, seperti bebatuan atau suatu tempat yang banyak keanekaragaman tumbuhan lumut atau di daerah yang mempunyai keistimewaan khusus.
b. Lumut yang akan dijadikan sampel, diamati dengan alat pembesar atau loop akromatik untuk memastikan kebenaran sampel dan menghindari pengulangan pengambilan sampel ganda.
c. Sampel lumut diambil pada berbagai habitat (substrata), yaitu di atas tanah, batu, tembok, pohon (akar, batang, cabang, maupun daun).
d. Lumut diambil dengan memilih sampel yang telah dewasa dan tidak memiliki kecacatan (talus telah tumbuh sporofitnya).
e. Sampel lumut kemudian diambil dengan bantuan alat pengambil sampel dan dimasukkan ke dalam kantong koleksi lumut.
f. Setiap pengambilan sampel lumut dicatat tentang nomor koleksi dan data-data lingkungannya.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Lumut PSYCHESOUPE

Lumut II PSYCHESOUPE

Lumut III PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum Lumut bertujuan untuk mengetahui perbedaan dari ciri-ciri Lumut Hepaticopsida, Anthocerotopsida dan Bryopsida dengan pengamatan yang dilakukan pada berbagai contoh Lumut, dengan menggunakan loup pembesaran 20 kali.

     Hepaticopsida berasal dari kata hepatica yang artinya hati, sehingga disebut juga dengan nama lumut hati. Kelas ini mempunyai ciri-ciri antara lain, gametofit yang berwarna hijau, pipih, dapat dibedakan antara sisi dorsal dan sisi ventral (dorsiventral), dan menempel pada tanah dengan risoid. Struktur talus ada yang sederhana hanya berupa lembaran, dan juga ada yang sudah dibedakan atas bagian-bagian yang menyerupai batang dan daun-daun. Sporofit atau sporogonium tidak memiliki sel-sel yang mengandung kloroplas, terdiri atas bagian kaki, tangkai (seta) dan kapsul spora, namun pada golongan lumut hati yang masih primitif, bagian kaki dan seta ini tidak ada. Lumut hati tidak membentuk protonema. Sebagian besar lumut hati mempunyai sel-sel yang mengandung minyak, kebanyakan berupa kumpulan tetes-tetes minyak atsiri. Lumut hati dapat berkembang biak dengan cara aseksual dan cara seksual. Cara berkembang biak aseksual yaitu dengan, fragmentasi, pembentukan kuncup eram (gemma), pembentukan tunas cabang, pembentukan umbi (tuber), penebalan ujung talus, dan daya regenerasi. Sedangkan, cara berkembang biak seksual ialah apabila terjadi persatuan antara gamet jantan dan gamet betina maka dapat terjadi sporofit yang akan membentuk banyak spora.

    Kelas Anthocerotopsida mempunyai ciri-ciri, yakni gametofit berupa talus yang berbentuk cakram dengan tepi bertoreh, dorsiventral, dan dapat tumbuh melekat pada tanah dengan perantaraan rizoid. Sporofit terdiri atas kaki dan kapsul yang menyerupai tanduk sehingga lumut ini disebut juga dengan lumut tanduk. Lumut tanduk ada yang homotalik dan ada yang heterotalik. Gametangium terdapat di dalam suatu lekukan pada sisi dorsal talus. Struktur anatomi talus pada lumut tanduk tidak terdapat diferensiasi sel-sel jaringan penyusunnya kecuali sel-sel epidermis yang ukurannya lebih kecil dan tersusun lebih teratur, tiap sel mengandung satu kloroplas dengan satu pirenoid yang besar. Pada sisi ventral talus terdapat stoma dengan dua sel penutup berbentuk ginjal. Stoma tersebut hampir selalu terisi oleh lendir dan dengan melalui stoma tersebut, lumut tanduk dapat masuk koloni ganggang hijau biru Nostoc. Anthocerotopsida juga dapat berkembang biak secara aseksual seperti pada Hepaticopsida yaitu dengan fragmentasi, pembentukan gemma, pembentukan umbi (tuber), dan apospori. Anthocerotopsida hanya terdiri atas satu bangsa Anthocerotales dan dua suku yaitu Anthocerotaceae dan Notothylaceae.

    Bryopsida merupakan kelas yang paling besar dibanding anggota Bryophyta lainnya dan paling tinggi tingkat perkembangannya oleh sebab gametofit maupun sporofitnya sudah mempunyai bagian-bagian yang lebih kompleks. Gametofit dari lumut daun dibedakan dalam dua tingkatan yaitu protonema yang terdiri atas benang bercabang-cabang, dan gametofora yang berbatang dan berdaun. Sporogonium dari lumut daun terdiri atas bagian kaki, seta, dan kapsul. Selanjutnya bagian kapsul mempunyai bagian-bagian yang dinamakan dengan apofise, kotak spora atau teka, dan tutup atau operkulum. Para ahli bryologi membagi Bryopsida menjadi tiga anak kelas yaitu Sphagnidae, Andreaeidae, dan Bryidae. Perbedaan dari ketiga anak kelas tersebut utamanya ada pada struktur anatomi sporogoniumnya. Beberapa cara perbanyakan vegetatif pada Bryopsida adalah dengan; 1) pembentukan tunas yang tumbuh menjadi cabang- cabang apabila cabang tersebut terpisah dari batang pokok, maka dapat membentuk individu baru, 2) pembentukan stolon dari pangkal batang. 3) protonema primer yang berasal dari perkecambahan satu spora dapat membentuk beberapa tunas untuk kemudian tumbuh menjadi tumbuhan lumut yang berdaun. 4) tumbuhan lumut mempunyai daya regenerasi yang besar dan dari setiap bagian dari tumbuhan lumut baik batang, daun maupun protonema dalam kondisi lingkungan yang sesuai dapat berkembang menjadi benang-benang yang hijau seperti ganggang, bercabang-cabang dan dinamakan protonema sekunder, 5) melalui pembentukan umbi (tuber) pada protonema atau pada rizoid. dibentuk kuncup (gemma), 6) apospori.


V. KESIMPULAN

    Tumbuhan lumut termasuk ke dalam golongan yang mempunyai alat reproduksi seksual tersembunyi. Apabila didasarkan pada ada atau tidaknya sistem pembuluh, tumbuhan lumut tergolong tidak mempunyai sistem pembuluh (non vaskular). Tumbuhan lumut mempunyai perkembangbiakan vegetatif dan termasuk tumbuhan berspora. Sebagian dari tumbuhan lumut mempunyai tubuh berupa talus (yang masih tidak dapat dibedakan antara akar, batang, dan daun), sehingga ditempatkan sebagai tumbuhan tingkat rendah.

    Tumbuhan lumut terdiri atas dua kelompok besar yaitu Hepaticeae dan Musci. Hepaticeae atau lumut hati (liverworts) biasanya tumbuh pada pohon sebagai epifit atau pada daun sebagai epifil, dengan struktur tubuh yang higromorf atau xeromorf. Sedangkan Musci atau lumut daun (mosses) dapat berupa tumbuhan hidrofit, xerofit maupun mesofit.

    Berdasarkan pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan mengenai lumut Hepaticopsida, Anthocerotopsida dan Bryopsida telah diketahui bahwa: spesimen Marchantia polymorpha, Dumortiera hirsuta, Frullania tamarisci, Lejeunea trinitentis, Cheilolejeunea trapezia, Plagiochila fasciculata, Cheilolejeunea ceylanica, dan Cheilolejeunea osumensis adalah termasuk lumut Hepaticopsida;  spesimen Anthoceros sp. adalah termasuk lumut Anthocerotopsida; sedangkan spesimen Barbella rufifolioides, Bryum sp., Funaria hygrometrica, Leucobryum sp., Isopterygium textorii dan Ptychostomum capillare adalah termasuk lumut Bryopsida.


Daftar Pustaka

Sabbithah, S. dan Untari. L. F. (2008). Buku Petunjuk Praktikum Fikologi. Laboratorium Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Siregar H. (2010). Keanekaragaman Lumut di Kawasan Hutan Lindung Aek Nauli, Sumatera Utara. Skripsi Sarjana. Program studi Biologi. Universitas Sumatera Utara, Medan. Indonesia. 

Smith, G.M. (1995). Cryptogamic Botany, Vol. II, Bryophyta and Peridophyta. Tokyo: MC. International Student Edition Kogakusha Company, Ltd. 

Sujadmiko, H. (2007). Bahan Ajar Mata Kuliah Biologi. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Sujadmiko, H. (2003). Buku Petunjuk Praktikum Briologi. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Sujadmiko,  Heri, dkk. (2015). Praktikum Taksonomi Tumbuhan Rendah. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Sujadmiko,  Heri; Sulastri, Sri dan Sabbithah, Susarsi. (2015). Taksonomi Tumbuhan Rendah. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.  

Sulastri, S. (1999). Taksonomi Tumbuhan I Bagian 2 Bryophyta & Pterydophyta. Yogyakarta: Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Fakultas Biologi UGM. 

Tjitrosoepomo, G. (1989). Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Tallophyta, Bryophyta, Pteridophyta). Gadjah Mada University Press. 

Tomas, Hallingback, Nick, Hodgetts. (2000). "Mosses, Liverworts,and Hornworts”. United Kingdom: Information Press Oxford.6 (01).


2022-02-13

ANALISIS KANDUNGAN KLOROFIL PADA JARINGAN TANAMAN

 

💮🧸🌟LAPORAN PRAKTIKUM :
ANALISIS KANDUNGAN KLOROFIL PADA JARINGAN TANAMAN


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

        Fotosintesis merupakan proses pembentukan karbohidrat sebagai senyawa karbon organik yang diperlukan sebagai sumber energi atau makanan bagi tumbuhan dan makhluk hidup lainnya di muka bumi dari senyawa anorganik yaitu karbondioksida dan air. Proses fotosintesis bermanfaat sebagai pembentukan materi organik yang bermanfaat bagi organisme dan sekaligus sebagai proses penangkapan energi matahari menjadi energi kimia yang tersimpan di dalam molekul karbohidrat yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Molekul oksigen yang dibebaskan pada proses ini juga sangat diperlukan oleh makhluk hidup agar dapat melakukan respirasi.

        Laju fotosintesis dipengaruhi baik oleh faktor intern maupun faktor ekstern. Faktor-faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis antara lain adalah kadar CO2 di udara, suhu, cahaya, air tanah, kandungan hara dalam tanaman serta kandungan klorofil.

2. Tujuan

a. Membuktikan bahwa dalam proses fotosintesis diperlukan adanya klorofil.
b. Membuktikan adanya kandungan klorofil pada bayam merah, bayam hijau, sawi, buah bit, tomat merah, tomat hijau, apel merah, apel hijau dengan analisis kandungan klorofil dibantu alat spektrofotometer.


II. TINJAUAN PUSTAKA

        Fotosintesis berlangsung dalam dua tahap, yaitu: (1) tahap penangkapan energi fotonya oleh klorofil menghasilkan energi dalam bentuk ATP dan NADPH, dan (2) tahap penggunaan energi ATP dan NADPH yang dihasilkan tahap pertama untuk membentuk molekul glukosa dari molekul CO2.

        Pada kloroplas tanaman tingkat tinggi terdapat dua macam klorofil yang merupakan bahan penyerap energi yang utama yaitu klorofil a dan klorofil b. Klorofil a yang menyerap warna hijau kebiru-biruan mempunyai rumus kimia C55H72O5N4, Mg, sedangkan klorofil b yang menyerap warna hijau kekuning-kuningan mempunyai rumus kimia C55H72O6N4 Mg. Selain klorofil, di dalam kloroplas terdapat pula pigmen berwarna kuning, yakni karoten dan xantofil. Bagian dalam kloroplas dibangun oleh granat, yang merupakan kolektif dari tylakoid. Jadi, tylakoid merupakan unit utama tempat berlangsungnya fotosintesis.


III. ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA

1. Alat

a. Cawan petri dengan penumbuknya
b. Labu ukur
c. Kertas saring Whatman No. 42
d. Spektrofotometer
e. Tabung reaksi
f. Pengaduk

2. Bahan

a. Bayam merah 2 gram
b. Bayam hijau 2 gram
c. Sawi 2 gram
d. Buah bit 2 gram
e. Tomat merah 2 gram
f. Tomat hijau 2 gram
g. Apel merah 2 gram
h. Apel hijau 2 gram
i. Aseton

3. Cara kerja

a. Daun segar dan kulit buah dipotong menjadi potongan-potongan kecil dan masing-masing 2 gram jaringan segar itu ke dalam cawan petri, kemudian dihancurkan sampai halus.
b. Aseton ditambahkan secukupnya sehingga jaringan menjadi homogen.
c. Kemudian jaringan tersebut diaduk-aduk, dan di dekantasikan supernatan (pindahkan ekstraknya) melalui kertas saring ke dalam labu ukur.
d. Aseton ditambahkan sebanyak 100 ml ke dalam labu ukur.
e. Absorban ekstrak jaringan segar diukur dengan spektrofotometer pada 663 nm dan 645 nm atau pada 652 nm.
f. Hasil perhitungan klorofil tersebut kemudian dibandingkan antarjenis jaringan daun dan kulit buah.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil pengamatan

Uji Klorofil PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

        Pada praktikum analisis kandungan klorofil ini akan diamati adanya klorofil pada bayam merah, bayam hijau, sawi, buah bit, tomat merah, tomat hijau, apel merah, apel hijau menggunakan alat spektrofotometer.

        Pada analisis kandungan klorofil, mulanya larutan masing-masing sampel dibuat dengan cara memotong-motong kecil sampel lalu ditumbuk dan ditambahkan dengan aseton untuk menghaluskan sampel. Kemudian setelah di ekstraksi, sampel ditambahkan dengan aseton sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam labu ukur. Lalu, ukur absorban ekstrak sampel dengan alat spektrofotometer. Sehingga tercatat hasil perhitungan absorbansi klorofil total dari sampel dengan menggunakan rumus berikut.

Absorbansi Klorofil PSYCHESOUPE

        Dengan praktikum analisis kandungan klorofil, maka dapat diketahui bahwa dalam berbagai sampel jaringan tanaman yang diuji coba terdapat klorofil. Klorofil yang terdapat pada jaringan tanaman ini berguna untuk proses fotosintesis sebagai pemanfaat energi matahari, pemicu fiksasi CO2  untuk menghasilkan karbohidrat dan penyedia energi bagi ekosistem secara keseluruhan.


V. KESIMPULAN

        Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Berdasarkan analisis klorofil dengan spektrofotometer, sawi memiliki kandungan klorofil atau zat hijau daun yang paling banyak dibanding semua sampel.
b. Kandungan klorofil total yang paling tinggi ke terendah adalah sawi, bayam hijau, bayam merah, apel hijau, tomat merah, tomat hijau, apel merah dan buah bit.


Daftar Pustaka

Anna Poedjadi. (1994). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

David L. Nelson and Michael M. Cox. (2005). Lehninger Principles of Biochemistry. 4^th edition. New York: Worth Publisher.

Photosynthesis online, dapat ditemukan di:

http:// www.emc.maricopa.edu/ faculty/ farabee/ BIOBK/ BioBookPS. html

Setiadi,  Rahmat, dkk. (2020). Biokimia. Edisi pertama. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Sulistiana, Susi. (2008). Praktikum Biokimia. Jakarta: Universitas Terbuka.

Voet, D. and Voet J.G. (1990). Biochemistry. New York: John Wiley & Sons.

 

2022-02-12

UJI SAPONIFIKASI (PENYABUNAN)

 

💮🧸🌟LAPORAN PRAKTIKUM :
UJI SAPONIFIKASI (PENYABUNAN)


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

        Minyak merupakan lemak yang berwujud cair pada suhu ruang. Perbedaan wujud pada lemak tergantung pada asam lemak yang menyusunnya. Lemak cair mengandung asam lemak yang rantai karbonnya tidak jenuh atau memiliki ikatan rangkap.

        Lemak merupakan suatu senyawa ester dari asam lemak dengan gliserol, maka disebut juga trigliserida.  Metabolisme lemak terdiri atas: (1) katabolisme asam lemak yang merupakan proses mendapatkan energi, (2) biosintesis asam lemak yang merupakan proses pembentukan lemak tubuh dan (3) pembentukan lipid lainnya di dalam sel, sedangkan metabolisme gliserol lebih fokus pada bagaimana gliserol mengalami katabolisme.

2. Tujuan

a. Dapat membuktikan reaksi penyabunan dengan uji saponifikasi.
b. Mengetahui adanya kandungan asam lemak atau minyak pada minyak goreng.


II. TINJAUAN PUSTAKA

        Lipid merupakan kelompok senyawa organik yang tidak larut dalam pelarut polar (misalnya air), namun dapat larut dalam pelarut non polar (misalnya kloroform dan eter).

        Salah satu cara pengelompokan lipid adalah didasarkan pada sifat dapat tidaknya disabunkan. Lipid yang dapat disabunkan apabila dihidrolisis menggunakan basa kuat seperti NaOH atau KOH akan menghasilkan sabun yang tidak lain adalah garam Na-atau K-dari asam lemak. Oleh sebab itu, lemak dan asam lemak merupakan lipid yang dapat disabunkan. Sedangkan contoh lipid yang tidak dapat disabunkan adalah steroid seperti kolesterol. Cara lain penggolongan lipid adalah berdasarkan struktur atau gugus fungsi yang dimilikinya. Pengelompokan lipid paling umum adalah menjadikannya ke dalam 8 golongan yaitu: lemak, asam lemak, lilin, fosfolipid, spingolipid, terpen, steroid, dan lipid kompleks.

        Reaksi uji lipid terdiri dari lima, yaitu: (1) hidrolisis, (2) uji saponifikasi atau uji penyabunan, (3) hidrogenasi, (4) ransid atau tengik, (5) uji urease.


III. ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA

1. Alat

a. Erlenmeyer
b. Bejana
c. Tabung reaksi
d. Pengaduk/spatula
e. Pipet tetes
f. Lempeng pemanas listrik

2. Bahan

a. Minyak goreng 2 ml
b. KOH atau NaOH 1 ml

c. Reagen etanol (96%) 20 ml atau alkohol (70%)
d. Air

3. Cara kerja

a. Sebanyak 2 ml minyak goreng dimasukkan ke dalam erlenmeyer.
b. Kemudian KOH sebanyak 1 ml dan reagen etanol sebanyak 20 ml ditambahkan ke dalam erlenmeyer.
c. Erlenmeyer tersebut ditaruh ke dalam air mendidih selama 15 menit, larutkan sambil diaduk.
d. Larutan tersebut kemudian didinginkan dengan cara memasukkannya ke dalam bejana berisi air dingin. Ambil sedikit dari zat padat yang terbentuk dengan batang pengaduk.
e. Zat padat tersebut akan dilarutkan dengan sedikit air di dalam tabung reaksi, lalu kocok dan amati. Larutan di dalam tabung akan berbusa seperti sabun. Hasil ini membuktikan sabun dari hasil reaksi KOH/NaOH dan etanol.


IV. HASIL DAN PENGAMATAN

1. Hasil pengamatan


Uji Saponifikasi PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

        Pada praktikum uji saponifikasi ini akan diamati adanya kandungan asam lemak atau minyak pada minyak goreng melalui uji penyabunan dengan pereaksi KOH dan etanol (96%).

        Pada uji saponifikasi, mulanya minyak goreng ditambahkan dengan KOH sebanyak 1 ml dan etanol sebanyak 20 ml, dan setelah dipanaskan dan kembali didinginkan, larutan pun diaduk maka dihasilkanlah busa. Dalam hal ini terbentuknya busa mengindikasikan bahwa pada minyak goreng tersebut mengandung asam lemak atau minyak.

        Dalam uji saponifikasi, apabila suatu asam lemak atau minyak direaksikan atau dihidrolisis dengan basa kuat dan dipanaskan maka akan membentuk sabun dan gliserol. Busa adalah bukti adanya reaksi hidrolisis asam lemak, dengan larutan alkoholis yang berfungsi untuk melarutkan lemak sehingga mudah berikatan dengan basa seperti KOH atau NaOH serta menghasilkan gliserol dan sabun.


V. KESIMPULAN

        Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Berdasarkan percobaan, minyak goreng mengandung asam lemak atau minyak.
b. Reaksi positif ditunjukkan dengan dihasilkannya busa sebagai bukti penyabunan dari hasil reaksi KOH dan etanol.


Daftar Pustaka

Anna Poedjadi. (1994). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Nelson, D. L and Cox, M.M. (2004). Lehninger: Principles of Biochemistry, 4^th Ed. New York: W. H. Freeman.

Setiadi,  Rahmat, dkk. (2020). Biokimia. Edisi pertama. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Sulistiana, Susi. (2008). Praktikum Biokimia. Jakarta: Universitas Terbuka.

Voet, D. and Voet J.G. (1990). Biochemistry. New York: John Wiley & Sons.

 

2022-02-11

UJI PENENTUAN NILAI ASAM LEMAK

 

💮🧸🌟LAPORAN PRAKTIKUM :
UJI PENENTUAN NILAI ASAM LEMAK


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

        Lipid khususnya lemak dapat ditemukan berbentuk gumpalan besar. Akan tetapi, lemak tidak digolongkan sebagai makromolekul karena gumpalan lemak bukan merupakan suatu polimer sehingga dipandang tidak memiliki unit monomer.

        Semua lemak dibangun dari asam lemak dan sifat lipid ditentukan oleh struktur asam lemaknya. Sifat tersebut ditentukan oleh panjangnya rantai asam lemak, ada tidaknya ikatan rangkap pada asam lemak, serta jumlah dari ikatan rangkap tersebut. Jumlah atom karbon pada asam lemak yang banyak dijumpai berkisar 16 (disingkat C16) sampai 24 (C24). Struktur kimia dari asam lemak terdiri atas rantai karbon panjang dengan gugus fungsi asam karboksilat pada salah satu ujungnya.

2. Tujuan

a. Menentukan nilai asam lemak dan kadar asam lemak bebas dari margarin baru dan margarin lama.
b. Membuktikan adanya reaksi tengik dari margarin lama.


II. TINJAUAN PUSTAKA

        Asam lemak tidak ditemukan bebas di alam namun terikat sebagai lemak, lilin, fosfolipid, atau lipid lainnya selain terpen dan steroid. Asam lemak memiliki rumus umum R-COOH dengan R- yang merupakan rantai hidrokarbon panjang atau gugus alkil dengan jumlah atom karbon 4 sampai 24. Meski demikian, asam lemak yang banyak dijumpai di alam mempunyai rantai karbon dengan jumlah atom karbon 16 dan 18.

        Berdasar ada tidaknya ikatan rangkap, asam lemak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: (1) asam lemak jenuh yang tidak mempunyai ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya dan (2) asam lemak tak jenuh yang mempunyai ikatan rangkap pada rantai hidrokarbonnya. Lipid yang mengandung asam lemak jenuh akan berbentuk padatan, sedangkan yang mengandung asam lemak tak jenuh akan berbentuk zat cair pada suhu ruang. Asam lemak dapat bereaksi dengan basa dan membentuk garam.

        Lemak apabila dibiarkan di udara terbuka akan menimbulkan bau tengik dan rasa tidak sedap, hal ini disebabkan oleh terbentuknya senyawa aldehid yang muncul dari proses oksidasi terhadap ikatan rangkap pada rantai asam lemak.

        Reaksi uji lipid terdiri dari lima, yaitu: (1) hidrolisis, (2) uji saponifikasi atau uji penyabunan, (3) hidrogenasi, (4) ransid atau tengik, (5) uji urease.


III. ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA

1. Alat

a. Breaker glass
b. Lempeng pemanas listrik
c. Pengaduk
d. Buret
e. Pipet tetes

2. Bahan

a. Margarin baru (masih tersegel)
b. Margarin lama (sudah terbuka)
c. KOH 0,1 N
d. Eter : alkohol (90%) 25 ml
e. Fenolftalein

3. Cara kerja

a. Margarin baru sebanyak 0,19 gram dan margarin lama sebanyak 0,17 masing-masing dimasukkan ke dalam breaker glass.
b. Kedua breaker glass tersebut diletakkan diatas lempeng pemanas listrik hingga margarin meleleh.
c. Pelarut (eter : alkohol 90% = 1 : 1) ditambahkan sebanyak 25 ml dan diaduk dengan sempurna. Alkohol tersebut berfungsi untuk melarutkan asam lemak.
d. Setelah didinginkan kemudian dititrasi dengan larutan KOH 0,1 N sebanyak 0,1 ml menggunakan indikator fenolftalein (beberapa tetes) sampai berwarna merah jambu.
d. Hasil titrasi pada margarin baru maupun margarin lama di catat.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil pengamatan

Uji Asam Lemak PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

        Pada praktikum uji penentuan nilai asam lemak ini akan di uji pada margarin baru (masih tersegel) dan margarin lama (sudah terbuka/lebih tengik) dengan pelarut ester : alkohol = 1 : 1 dan indikator fenolftalein.

        Pada uji penentuan nilai asam lemak, mulanya margarin lama dan margarin baru dilelehkan kemudian ditambahkan dengan pelarut eter : alkohol = 1 : 1  sebanyak 25 ml. Lalu didinginkan dan dititrasi dengan larutan KOH 0,1 ml kemudian diberikan indikator fenolftalein beberapa tetes. Sehingga tercatat hasil titrasi jumlah (volume) KOH yang terpakai pada margarin baru sebanyak 0,7 ml dan pada margarin lama sebanyak 2,45 ml. Kemudian lakukan perhitungan untuk menentukan nilai asam lemak dan kadar asam lemak bebas pada masing-masing sampel margarin.

Perhitungan Nilai Asam Lemak PSYCHESOUPE

        Dalam uji penentuan nilai asam lemak, nilai asam lemak dinyatakan sebagai jumlah (mg) KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat pada 1 gram lemak atau minyak. Kadar tengik suatu lemak ditentukan oleh asam lemak yang terbentuk yang berasal dari hidrolisis minyak/lemak atau karena proses pengolahan yang kurang baik. Semakin tinggi asam lemaknya berarti semakin rendah kualitasnya.


V. KESIMPULAN

        Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Berdasarkan percobaan, margarin baru memiliki nilai asam lemak sebesar 2,080 mg KOH/g margarin dan kadar asam lemak sebesar 1,040%. Sedangkan margarin lama memiliki nilai asam lemak sebesar 8,135 mg KOH/g margarin dan kadar asam lemak sebesar 4,067%.
b. Margarin lama memiliki asam lemak yang lebih tinggi dibanding margarin baru. Hal ini berarti margarin lama lebih tengik dan memiliki kualitas yang lebih rendah.


Daftar Pustaka

Anna Poedjadi. (1994). Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Nelson, D. L and Cox, M.M. (2004). Lehninger: Principles of Biochemistry, 4^th Ed. New York: W. H. Freeman.

Setiadi,  Rahmat, dkk. (2020). Biokimia. Edisi pertama. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Sulistiana, Susi. (2008). Praktikum Biokimia. Jakarta: Universitas Terbuka.

Voet, D. and Voet J.G. (1990). Biochemistry. New York: John Wiley & Sons.

 

STRUKTUR BIJI KACANG HIJAU

  🐰🍒🥦 STUDI : BIJI KACANG HIJAU (EMBRIOLOGI TUMBUHAN)     Pembelajaran ini bertujuan untuk: (1) mengamati dan mengetahui struktur dari b...