Tampilkan postingan dengan label laporan praktikum embriogenesis: polinasi dan fertilisasi serta polinator bunga. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label laporan praktikum embriogenesis: polinasi dan fertilisasi serta polinator bunga. Tampilkan semua postingan

2022-02-28

EMBRIOLOGI TUMBUHAN - EMBRIOGENESIS (POLINASI DAN FERTILISASI)

 

🐏🎀🍀 LAPORAN PRAKTIKUM :
EMBRIOGENESIS (POLINASI DAN FERTILISASI)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Polinasi merupakan proses melekatnya polen (serbuk sari) pada permukaan stigma (kepala putik). Polen yang menempel tersebut akan segera berkecambah serta membentuk tabung polen yang akan membawa sperma menuju sel telur di dalam kantung embrio. Proses polinasi adalah pendahuluan dari terjadinya fertilisasi/pembuahan. Proses fertilisasi akan menggabungkan satu inti sperma dengan sel telur dan menghasilkan zigot yang diploid yang kemudian berkembang menjadi embrio, sementara satu inti sperma lainnya akan membuahi inti polar sehingga menghasilkan endosperm yang bersifat triploid.

    Polinasi juga dapat terjadi diantara bunga yang sama, dan disebut dengan polinasi (penyerbukan) sendiri sementara yang terjadi di antara dua bunga yang berbeda, dinamakan dengan polinasi silang. Polinasi silang lebih menghasilkan keragaman genetik tumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan polinasi sendiri. Polinasi silang biasanya memerlukan vektor untuk membantu proses penyerbukan. Polinasi pada tumbuhan yang dibantu oleh faktor abiotik tidak melibatkan adanya organisme lain yang membantu proses polinasinya, misalnya dengan bantuan angin (anemofili) dan air (hidrofili). Sedangkan, vektor polinasi biotik yang umum membantu terjadinya polinasi antara lain serangga (entomofili) atau hewan lain seperti kelelawar, burung, dan hewan vertebrata lainnya (zoofili).

    Proses pembuahan ganda pada tumbuhan Angiospermae menghasilkan zigot, yang nantinya akan berkembang menjadi embrio serta jaringan penyimpan cadangan makanannya, yaitu endosperm. Perkembangan zigot menjadi embrio berlangsung dalam proses embriogenesis. Zigot akan membelah secara asimetris kemudian menghasilkan sel basal dan sel apikal. Set basal akan membentuk suspensor sedangkan sel apikal akan berkembang menjadi embrio. Perkembangan embrio melalui beberapa tahapan proses, yaitu proembrio (mulai stadium dua sampai 32 sel), yang kemudian dilanjutkan dengan stadium globular, jantung, torpedo, dan kotiledon.

    Pada tumbuhan dikotil dihasilkan dua kotiledon, sementara pada tumbuhan monokotil hanya akan terdapat satu kotiledon. Perbedaan jumlah kotiledon tersebut akan membedakan kedua takson dalam Angiospermae. Kotiledon pada tumbuhan dikotil mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan pada biji (misalnya pada biji kacang-kacangan) atau akan berkembang menjadi daun fotosintesis pertama bila cadangan makanan dalam biji berupa endosperm (contohnya pada Ricinus communis).

2. Tujuan

a. Membandingkan beberapa macam bunga dari jenis polinatornya.
b. Mengamati perkembangan embrio (Capsella bursa-pastoris). 

II. TINJAUAN PUSTAKA

    Penyerbukan atau polinasi merupakan transfer serbuk sari (polen) ke kepala putik (stigma). Kejadian ini adalah tahap awal dari proses reproduksi (Ashari,1998). Proses penyerbukan adalah proses pengangkutan serbuk sari (pollen) dari kepala sari (anthera) ke putik (pistillum), serta peristiwa jatuhnya serbuk sari (pollen) di atas kepala putik (stigma) (Elisa, 2004). Penyerbukan merupakan jatuhnya serbuk sari pada kepala putik (untuk golongan tumbuhan berbiji tertutup) atau jatuhnya serbuk sari langsung pada bakal biji (untuk tumbuhan berbiji telanjang) (Sutarno dkk,1997).

    Polinasi dapat terjadi oleh sebab adanya polinator yang menjadi vektor untuk penyebaran polen. Polinator dapat merupakan organisme hidup maupun faktor abiotik dari lingkungan seperti udara dan air. Polinator yang merupakan organisme hidup dapat berupa serangga, manusia, burung, maupun mamalia terbang (Mitchell et al, 2009).

    Proses polinasi haruslah diikuti dengan terjadinya fertilisasi agar polen tersebut berhasil membuahi ovum. Sebab, pada tumbuhan Angiospermae terdapat mekanisme  self-incompatibility yang disebabkan oleh adanya gen pada lokus S (Sterility) sehingga tidak dapat terjadi proses fertilisasi karena polen yang menempel pada stigma ditolak (Jany etal.,  2019;   Ottaviano  &  Mulcahy, 1989).

    Reproduksi seksual pada tumbuhan umumnya melibatkan dua proses, yakni proses pembentukan gamet dan proses pembuahan (fertilisasi). Proses pembentukan gamet selalu melalui pembelahan meiosis, yaitu pembelahan reduksi, sehingga sel-sel gamet hasil pembelahan meiosis ini bersifat haploid atau memiliki n kromosom. Sedangkan proses fertilisasi adalah penggabungan antara gamet jantan dengan gamet betina, yang kemudian dihasilkan sel yang bersifat diploid (hasil penggabungan kedua gamet yang haploid). Kedua proses tersebut (meiosis dan fertilisasi) membagi kehidupan organisme menjadi dua fase atau generasi yang berlainan, yakni generasi gametofit dan generasi sporofit (Kimball,1988).

    Embriogenesis adalah proses pembentukan embrio multiseluler dari zigot bersel tunggal. Pada perkembangan yang berlangsung selama embriogenesis, pertama-tama zigot mengalami polarisasi apikal-basal, sel apikal yang kecil dengan sitoplasma kental dan sel basal yang besar dengan sitoplasma encer. Lalu, sel basal membentuk struktur berumur pendek yang disebut suspensor sedangkan sel apikal akan menjadi embrio. Kedua, adalah tahap globuler, embrio berupa kumpulan sel dengan struktur berbentuk bundar. Ketiga, merupakan tahap hati, embrio bertambah masa dan jumlah selnya serta membentuk cekungan di bagian apikal sehingga strukturnya menyerupai hati. Keempat, yaitu tahap torpedo yang merupakan tahap awal ketika prekursor dari kotiledon, akar, dan batang mulai dapat dikenali. Kelima, adalah tahap kotiledon, kotiledon memanjang pada magnoliopsida (dikotil) ada dua yang kotiledon yang mengalami perkembangan sedangkan pada liliopsida (monokotil) hanya satu kotiledon (skutelum) yang berkembang (Wijayanti dkk., 2015).

    Salah satu contoh perkembangan dari embrio dapat diikuti adalah pada tumbuhan Capsella bursa-pastoris. Sel suspensor yang paling ujung yang terletak pada bagian belakang sel terminal pada perkembangan lebih lanjut berperan serta dalam pembentukan embrio dan perkembangan selanjutnya sel tersebut berkembang membentuk tudung akar dan ujung akar lembaga. Sel terminal memulai dengan pembelahan membujur dua kali dengan bidang yang saling tegak lurus sehingga terbentuk empat buah sel. Pembelahan berikutnya ialah pembelahan melintang dan terbentuklah delapan sel. Selanjutnya terjadilah pembelahan berulang sehingga terjadi bentuk genta atau jantung dan terbentuk sepasang cuping yang akan membentuk kotiledon yang diantaranya terdapat pucuk lembaga. Susunan akhir dari suatu embrio angiospermae dari bawah ke atas ialah: akar lembaga (radikula), hipokotil, dua lembar kotiledon (pada tumbuhan monokotil satu kotiledon tidak berkembang), dan pucuk lembaga (plumula) diantara kedua kotiledon. Akar lembaga berhubungan dengan suspensor (Moertolo dkk., 2018).


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

a. Beberapa macam bunga dari jenis tumbuhan yang berbeda
b. Mikroskop bedah atau kaca pembesar
c. Silet atau cutter
d. Preparat embriogenesis dari tumbuhan dikotil
c. Mikroskop cahaya dengan perbesaran objektif sampai 90 kali

2. Tahapan Kerja

a. Beberapa macam bunga yang tersedia diamati dan kemudian dipelajari kaitan morfologi bunga tersebut dengan polinatornya.
b. Bagan penampang melintang dari perkembangan embrio Capsella bursa-partoris dari zigot sampai stadium globular di amati dan dipelajari. Proses pembelahan sel secara berurutan diperhatikan dengan seksama, kemudian dibandingkan dengan foto/slide ('preparat').
c. Proses pembentukan maupun perkembangan kotiledon dan pembentukan prokambium diperhatikan dan dipelajari. Kemudian foto/slide ('preparat) dibandingkan dengan gambar.
d. Perkembangan embrio tumbuhan dikotil dipelajari dan bandingkan perkembangan embrio pada tumbuhan
monokotil.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Embriogenesis PSYCHESOUPE

Embriogenesis II PSYCHESOUPE

Embriogenesis III PSYCHESOUPE

Embriogenesis IV PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum embriogenesis bertujuan untuk mempelajari tentang proses terjadinya polinasi maupun polinator yang dikaitkan dengan struktur bunga pada sampel bunga Euphorbia milii, Helianthus annuus (bunga matahari), Canna sp. dan Vallisneria spiralis, serta mempelajari perkembangan embrio pada Capsella bursa-pastoris..

    Proses penyerbukan membutuhkan suatu agen atau perantara polinasi, yang akan membawa atau memindahkan polen dari anther menuju bagian reseptif dari stigma. Tumbuhan Angiospermae umumnya mengembangkan berbagai macam karakter bunga yang dapat digunakan untuk menarik polinator. Pada bunga Euphorbia milii perkiraan polinatornya adalah lebah madu karena memiliki nektar yang memikatnya. Pada bunga Helianthus annuus (bunga matahari) perkiraan polinatornya adalah lebah madu karena memiliki nektar. Pada bunga Canna sp. perkiraan polinatornya adalah burung kolibri karena memiliki daya pikat berupa nektar. Sedangkan bunga pada tumbuhan Vallisneria spiralis perkiraan polinatornya adalah air karena tidak memiliki nektar dan hidup dihabitat air.

    Setelah tabung polen sampai pada bagian atas ovarium dan kemudian masuk kedalam gametofit betina. Berdasarkan cara masuknya tabung polen kedalam ovulum ada 3 jenis pembuahan yaitu: (1) porogami yaitu proses tabung polen yang masuk melalui mikropil, (2) khalasogami yaitu bulu masuk melalui khalaza, dan (3) mesogami yaitu masuknya bulu melalui funikulus. 

    Pada perkembangannya, zigot atau sel telur yang sudah dibuahi sperma akan tumbuh dengan membelah secara asimetris kemudian membentuk sel apikal dan sel basal. Lalu, bagian distal yaitu sel apikal akan berkembang menjadi embrio serta tumbuh membulat, dam menjadi pusat keaktifan embrio (embrio yang sebenarnya), kemudian bagian proksimal yaitu sel basal akan membelah secara melintang dan membentuk suspensor atau tangkai/batang embrio. Sel bulat  nantinya membelah memanjang secara serempak pada dua bidang yang bersilangan (saling tegak lurus) sehingga menghasilkan terbentuknya embrio stadium 4 sel (kuadran), setelah itu diikuti dengan proses pembelahan secara melintang satu kali membentuk embrio stadium 8 sel (oktan). Kemudian setiap sel yang membelah secara melintang menghasilkan stadium 16 sel, sedangkan setiap sel yang membelah secara periklinal menghasilkan protoderma di sebelah luar dan akan berdiferensiasi menjadi epidermis. Sel pada bagian sebelah dalam akan membentuk meristem dasar, sistem prokambium, serta hipokotil. Selanjutnya, adalah embrio tahap globular, yang mengalami pendataran pada bagian apeks. Kemudian, embrio akan melakukan pembelahan berkali-kali, membentuk stadium hati, torpedo, dan kotiledon secara berurutan. Pembentukan kotiledon (keping biji) akan mengubah simetri embrio yang pada mulanya mempunyai simetri radial menjadi bilateral. Setelah terjadi proses pembentukan keping biji atau kotiledon, maka pada embrio dapat dibedakan adanya bakal epidermis atau protoderm. Suspensor akan membantu embrio masuk ke bagian dalam endosperm supaya mendapatkan makanan. Embrio tahap kotiledon tumbuh dengan melengkung didalam biji, dan suspensor akan mengecil. Vakuolasi sel-sel di daerah tertentu menunjukkan adanya pembentukan meristem dasar. Jaringan yang belum mengalami vakuolasi, yaitu daerah hipokotil, bakal akar, maupun kotiledon akan menghasilkan prokambium.

    Pada tumbuhan dikotil, kedua keping biji membentuk huruf U dengan titik tumbuh vegetatif, atau meristem apeks pucuk, berada di tengahnya. Sementara, pada tumbuhan monokotil hanya terdapat satu kotiledon (keping biji) pada ujung embrio titik tumbuh vegetatif terdapat di sampingnya. Keping biji yang tunggal tersebut tidak tanggal (mengalami reduksi atau rudimenter), akan tetapi berlaku sebagai haustorium yang dapat menghasilkan enzim-enzim yang berfungsi untuk melarutkan zat-zat cadangan makanan dalam endosperm untuk kemudian digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan kecambah.


V. KESIMPULAN

    Kesuksesan proses polinasi salah satunya dipengaruhi oleh peranan penting dari polinatornya. Polinator pada tumbuhan berbunga dapat berbeda-beda sesuai struktur dan karakteristik bunganya. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, yakni pengamatan pada struktur bunga Euphorbia milii, Helianthus annuus (bunga matahari), Canna sp. dan Vallisneria spiralis serta perkiraan polinatornya, telah diketahui bahwa bunga pada tumbuhan Euphorbia milii dan Helianthus annuus (bunga matahari), memiliki tipe polinator berupa entomofili sebab polinatornya berupa hewan serangga. Sementara, tumbuhan Canna sp. memiliki tipe polinator berupa ornitofili sebab polinatornya berupa burung kolibri. Sedangkan, tumbuhan Vallisneria spiralis memiliki tipe polinator berupa hidrofili sebab polinatornya berupa air. Sehingga polinator pada Euphorbia milii, Helianthus annuus (bunga matahari), Canna sp. berupa agen biotik, dan polinator pada Vallisneria spiralis berupa agen abiotik.

    Proses pembuahan ganda pada tumbuhan Angiospermae menghasilkan zigot, dengan perkembangan zigot menjadi embrio yang berlangsung dalam proses embriogenesis. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan mengamati perkembangan embriogenesis pada tumbuhan dikotil dengan sampel berupa Capsella bursa-pastoris, telah diketahui rangkaian stadium embriogenesis dengan urutan yang khas. Rangkaian stadium embriogenesis pada Capsella bursa-pastoris secara berurutan adalah zigot, stadium 2 sel, stadium kuadran (4 sel), stadium oktan (8 sel), stadium globular, stadium hati, stadium torpedo dan stadium kotiledon.


Daftar Pustaka

Ashari, S. 1998. Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman. Jakarta: Rineka Cipta.
Bhojwani, S.S. and W.Y. Soh. (2001). Current Trends in the Embryology of Angiosperm. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Elisa. 2004. Biologi Reproduksi Tanaman Buah-Buahan Komersial. Malang Jawa Timur: Bayu Media.
Iriawati; Suradinata, Tatang; Faisal, Ahmad. (2016). Praktikum Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Iriawati; Suradinata, Tatang; Wardhini, Trimurti. (2014). Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Jany, E., Nelles, H. and Goring, D. 2019. The Molecular and Cellular Regulation of Brassicaceae Self-Incompatibility and Self-Pollen Rejection. International Review of Cell and Molecular Biology. 1-35.
Johri, B. M. (1984). Embryology of Angiosperm. New York: McGraw Hill Books Company.
Kimball, John W., 1988. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 2. Alih Bahasa: Siti Soetarmi Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.
Mitchell, R., Irwin, R., Flanagan, R. and Karron, J. (2009). Ecology and evolution of plant-pollinator interactions. Annals of Botany. 103(9):1355-1363.
Moertolo, A., Sulasmi, E., S., dan Sunami. 2018. Tumbuhan Berbiji Tertutup. Malang: Universitas Negeri Malang.
Ottaviano E., Mulcahy D. L. (1989). “Genetics of angiosperm pollen”. Advances in Genetics. 26(1):1–65.
Raghavan, V. (2000). Developmental Biology of Flowering Plants. New York: Springer-Verlag.
Wijayanti, S., Kartikasari, A., D., dan Kusfitasari, A. 2015. Perkembangan Embrio dan Biji. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

STRUKTUR BIJI KACANG HIJAU

  🐰🍒🥦 STUDI : BIJI KACANG HIJAU (EMBRIOLOGI TUMBUHAN)     Pembelajaran ini bertujuan untuk: (1) mengamati dan mengetahui struktur dari b...