Tampilkan postingan dengan label laporan praktikum amfibi rana sp dan bufo sp. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label laporan praktikum amfibi rana sp dan bufo sp. Tampilkan semua postingan

2022-02-18

TAKSONOMI VERTEBRATA - AMFIBI

 
📬🍒🍤 LAPORAN PRAKTIKUM :
AMFIBI


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Kelompok hewan yang digolongkan ke dalam kelas amfibi adalah mencakup tiga ordo, yaitu anura (berbagai jenis hewan katak dan kodok), urodela (berbagai jenis hewan salamander), dan gymnophiona (sedikit jenis hewan dengan bentuk seperti cacing namun tidak bersisik yaitu kelompok caecilia atau apoda yang artinya tidak berkaki). Hewan amfibi memiliki siklus hidup yang menempati dua alam atau habitat yakni sebagian hidupnya dijalani di dalam habitat air terutama pada tahapan larva atau embrio dan di dalam habitat darat ketika dewasa.

    Ordo anura memiliki makna tidak berekor. Mempunyai ciri-ciri morfologi berupa kepala yang bersatu dengan badan, tidak berleher, tungkai berkembang dengan baik, tungkai belakang lebih besar dan lebih panjang dari pada tungkai depan, selaput pendengar terletak di permukaan kulit dengan ukuran cukup lebar, serta kelopak mata yang dapat bergerak. Pada umumnya anggota ordo ini disebut dengan katak atau kodok.

2. Tujuan

a. Mengetahui penggolongan amfibi berdasarkan pengamatan terhadap struktur atau ciri morfologi pada amfibi sampel.
b. Mengidentifikasikan sampel katak atau kodok berdasarkan ciri-ciri pada kunci identifikasi dan menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu.

II. TINJAUAN PUSTAKA

    Amphibi adalah kelompok hewan yang hidup dengan bentuk kehidupan yang mulanya di air tawar kemudian dilanjutkan di darat. Fase kehidupan di dalam air berlangsung sebelum alat reproduksi masak, keadaan ini merupakan fase larva yang dinamakan dengan berudu. Fase berudu tersebut menunjukkan sifat antara pisces dan reptilia. Sifat tersebut menunjukkan bahwa amphibi merupakan kelompok chordata yang pertama kali hidup di daratan. Beberapa pola menunjukkan adaptasi yang disesuaikan dengan kehidupan darat, seperti misalnya: kaki, paru-paru, nares (hidung) yang memiliki hubungan dengan cavum oris dan alat penghidupan yang berfungsi dengan baik di dalam air maupun di darat (Jasin, 1989).

    Katak memiliki karakteristik yakni tubuh diselubungi kulit yang berlendir. Katal merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm), mempunyai jantung yang terdiri atas tiga ruangan yaitu dua serambi dan satu bilik. Katak memiliki dua pasang kaki dan pada setiap kaki terdapat selaput renang yang terdapat diantara jari-jari kakinya dan kakinya berfungsi untuk melompat dan berenang. Pada bagian matanya mempunyai selaput tambahan yang disebut membran niktitans yang sangat berfungsi waktu menyelam. Pernafasan pada saat masih kecebong/berudu berupa insang, namun setelah dewasa alat pernafasannya berupa paru-paru dan kulit yang hidungnya mempunyai katup yang mencegah air masuk kedalam rongga mulut ketika menyelam (Darmawan, B., 2008).


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat

a. Baki putih/meja alas untuk bedah dan identifikasi.
b. Pinset.
c. Jarum-jarum pentul.
d. Penggaris.
e. Pensil 2B, penghapus.
f. Kertas gambar dengan pensil warna.
g. Loupe atau kaca pembesar.

2. Bahan

a. Katak Rana sp.
b. Kodok Bufo sp.

3. Cara Kerja

a. Beberapa katak dan kodok sampel dijajarkan di atas meja bedah atau baki putih.
b. Morfologi secara lengkap dari ikan-ikan sampel tersebut diamati dan digambarkan.
c. Selanjutnya, bagian ikan-ikan dari tersebut diberi keterangan.
d. Alat bantu loupe digunakan untuk memperjelas pengamatan.
e. Alat bantu seperti pinset dan jarum pentul digunakan untuk memegang dan membuka bagian-bagian tertentu seperti sirip, sisik, celah insang dan lain sebagainya.
f. Selanjutnya adalah melakukan identifikasi, dengan menggunakan kunci identifikasi famili atau ordo yang telah disediakan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Amfibi PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum amfibi bertujuan untuk mempelajari penggolongan amfibi berdasarkan pengamatan terhadap struktur atau ciri morfologi pada katak dan kodok sampel serta mengidentifikasikan sampel tersebut berdasarkan ciri-ciri pada kunci identifikasi dan menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu. Bahan yang digunakan adalah katak sawah atau Rana sp. dan katak darat atau Bufo sp. atau biasa disebut juga dengan kodok yang keduanya termasuk kedalam ordo Anura.

    Pertama-tama katak dan sampel sampel diukur terlebih dahulu panjang dari masing-masing bagian tubuh tertentu. Pengukuran tersebut berguna untuk membantu menentukan nama amfibi dengan kunci identifikasi. Setelah pengukuran, pengamatan dapat dilakukan secara langsung maupun dengan bantuan loupe.

    Anura adalah ordo dengan ciri hewan amfibi tanpa ekor.  Namun, masih ada beberapa anggotanya yang mempunyai ekor, tetapi hanya sedikit. Katak amfibi memiliki kulit saccus yang merupakan bentuk adaptasi dari habitat air ke darat. Saccus digunakan untuk menyimpan udara di bawah kulit.

    Katak sawah atau Rana sp. memiliki permukaan kulit yang licin dan tidak terdapat tonjolan-tonjolan. Apabila kulitnya ditarik akan tampak seperti selaput (semacam kendur). Rana sp. memiliki selaput renang 1/4 pada tungkai depan dan 3/4 pada tungkai belakang. Kehadiran selaput renang tersebut dipengaruhi oleh habitatnya yaitu di air. Oleh karena itu, Rana sp. juga disebut sebagai katak air. Tungkai kaki belakang Rana sp. juga lebih panjang dibandingkan Bufo sp. karena bentuk adaptasi untuk melompat. Bagian mata Rana sp. terdapat kelenjar parotoid namun tidak menonjol. Juga terdapat membran timpani yang berfungsi sebagai alat pendengaran. Pada mandibula atau rahang bawah ada yang berwarna terang dan gelap. Warna terang mengindikasikan kelamin betina, sedangkan warna gelap mengindikasikan kelamin jantan. Selain mengindikasikan kelamin dengan warna rahang bawah, dapat juga dibedakan dengan berat tubuhnya. Apabila berat tubuh lebih besar, maka kelaminnya adalah betina. Sementara, yang berat tubuhnya lebih kecil adalah jantan. Jika tubuhnya dibedah, maka pada katak jantan akan terdapat organ hemipenis, sedangkan betina tidak. Pada Rana sp., terdapat gigi maxilla dan gigi vomer. Gigi vomer tersebut membantu katak menyimpan bunyi suara 'kung'. Bagian mata mempunyai kelopak, yang mana hal ini menunjukkan bahwa amfibi lebih maju daripada pisces.

    Katak darat atau Bufo sp. dan yang sering dikenal dengan sebutan kodok, memiliki permukaan tubuh yang kasar serta memiliki tonjolan-tonjolan. Pada bagian matanya, terdapat kelenjar parotoid yang menonjol. Bagian gigi tidak dapat diamati karena sampel Bufo sp. merupakan awetan. Tapi, kebanyakan ciri-ciri yang dimiliki Bufo sp. sama seperti Rana sp.. Misalnya cara pembedaan antara yang jantan dan betina, dapat juga diamati dengan warna rahang bawah dan ukuran tubuhnya. Selain itu, ciri lain Bufo sp. adalah selaput renang yang tereduksi, hampir tidak ada atau tidak ada sama sekali. Hal ini dikarenakan adaptasi terhadap habitatnya yang berada di daratan. Tungkai kaki belakang Bufo sp. lebih pendek dari Rana sp. karena tidak terlalu aktif, atau loncatnya terbatas.


V. KESIMPULAN

    Berdasarkan praktikum yang dilakukan dengan mengamati struktur atau ciri morfologi sampel amfibi, telah diketahui nama ilmiah mereka dalam taksa tertentu yang teridentifikasi. Sampel Rana sp. telah diketahui tergolong ke dalam spesies Fejervarya cancrivora. Sedangkan sampel Bufo sp. telah diketahui tergolong ke dalam spesies  Bufo asper.

    Pada katak dan kodok sampel, dapat dibedakan bagian caput dan abdomen. Pada caput atau kepala terdapat mata, mulut, membran timpani, kelenjar parotoid dan lubang hidung. Sementara pada abdomen atau badan terdapat 2 pasang tungkai, perut, punggung dan kloaka.


Daftar Pustaka

Abramorf, P. (1977). Laboratory outlines in Zoology. Minnesota: Burgers Publ.

Berry, P.Y. (1975). The Amphibian Fauna Of Peninsular Malaysia, Kuala Lumpur: Tropical Press.

Darmawan, B. (2008). Keanekaragaman Amfibi di Berbagai Tipe Habitat: Studi Kasus di Eks-HPH PT Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas kehutanan Institut pertanian Bogor. Bogor.

Dickerson, M.C. (1969). The Frog Book. New York: Dover Publications, Inc.

Hickman, C.P. and L.S. Roberts. (2000). Biology of Animals, goh edition. Dobuque, Iowa: W.C. Brown Publishers.

Iskandar, D. T. (1998). Seri panduan lapangan Amphibi Jawa dan Bali. Puslitbang Biologi LIPI Bogor. GEF Biodiversity collection project.

Jasin. (1989). Biologi Hewan. Surabaya: Sinar Wijaya.

Kurniati, H. (2003). Amphibians and reptiles of Gunung Halimun National Park West Java, Indonesia. LIPI. Cibinong.

Leutscher, A. (1960). The Young Specialist Looks At Reptiles and Amphibians. San Francisco and London: Burhe.

Manthey, U., Wolfgang Grossmann. (1997). Amphibien & Reptilien Sudostasien. Berlin. Satz: tritec-Grafikwerkstart. Druck: Druckhaus cramer, Greven. Natur und Tier-Verlag.

Pough, F.H., Christine, M.J. and John, B.H. (2002). Vertebrate life on edition. New Jersey: Prentice Hall.

Pratomo Hurip, Armein, S., Lula, N. (2003). Pola dan kemampuan Makan Rana limnocharis dan Rana cancrivora di Persawahan Jawa Barat Sebagai Predator Hama Padi (Laporan Penelitian dasar perguruan tinggi). Jakarta: Dikti Depdiknas RI.

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2010). Praktikum Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2019). Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Verma, P.S. (1979). A Manual of Practical Zoology, Chordates. New Delhi: S. Chand & Company Ltd.

 

STRUKTUR BIJI KACANG HIJAU

  🐰🍒🥦 STUDI : BIJI KACANG HIJAU (EMBRIOLOGI TUMBUHAN)     Pembelajaran ini bertujuan untuk: (1) mengamati dan mengetahui struktur dari b...