Tampilkan postingan dengan label laporan praktikum taksonomi tumbuhan rendah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label laporan praktikum taksonomi tumbuhan rendah. Tampilkan semua postingan

2022-02-16

TAKSONOMI TUMBUHAN RENDAH - ALGA

 🌼🍄🌈 LAPORAN PRAKTIKUM : 
ALGA 


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Alga adalah organisme yang dapat melakukan proses fotosintesis, alga mempunyai klorofil a yang berfungsi sebagai pigmen fotosintesis yang utama. Alga dapat merupakan organisme prokariota maupun eukariota. Alga prokariota meliputi divisi Cyanophyta atau yang disebut dengan nama umum alga hijau-biru. Berdasarkan oleh sistem klasifikasi yang mengelompokkan organisme menjadi lima dunia (kingdom), alga prokariota dikelompokkan bersama organisme prokariota lainnya yakni bacteria dan arkhaea ke dalam dunia Monera, sehingga kelompok alga ini dinamakan dengan cyanobacteria. Sementara itu, alga eukariota dimasukkan ke dalam dunia Protista dan dikelompokkan menjadi beberapa divisi, sebagai contoh antara lain, yakni Chlorophyta (alga hijau), Phaeophyta (alga coklat) dan Rhodophyta (alga merah). 

    Alga melakukan reproduksi baik secara seksual maupun aseksual dengan alat reproduksi yang sederhana, yaitu terdiri dari satu sel tanpa sel-sel steril yang menyelubunginya. Jika alat tersebut terdiri dari banyak sel, maka semua sel merupakan sel-sel fertil. Namun demikian, alga memiliki keanekaragaman morfologi dan ukuran tubuh yang menarik perhatian, yaitu dari tubuh yang uniselular dengan ukuran hanya beberapa μm sampai tubuh yang menyerupai tumbuhan tingkat tinggi dengan ukuran panjang mencapai 60-75 m. Persebaran alga terdapat pada hampir di seluruh permukaan bumi, alga dapat hidup di permukaan tanah, dan di dalam tanah yang basah atau lembab, di perairan air tawar, laut, payau, dan di sumber-sumber air panas, bahkan di atas salju pun ditemukan alga. 

2. Tujuan

Mempelajari jenis Algae Chlorophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta. 


II. TINJAUAN PUSTAKA 

    Linnaeus membagi tumbuhan menjadi 25 kelas, antara lain Cryptogamae yang selanjutnya dibagi lagi menjadi bangsa-bangsa Alga, Fungi, Musci, dan Filices. Sedangkan, De Jussieu membagi tumbuhan menjadi 3 golongan utama, yaitu Acotyledoneae, Monocotyledoneae, dan Dicotyledoneae. Acotyledoneae pun dinyatakan identik dengan Cryptogamae. Setelah teori evolusi diumumkan, kemudian sistem klasifikasi disusun menurut deretan yang paling primitif ke yang paling kompleks. Selanjutnya, Cryptogamae dibagi menjadi Thallophyta, Bryophyta, dan Pteridophyta. Namun setelah Thallophyta divalidasi, Alga dan Fungi berada pada divisi yang berbeda. 

    Fritsch menyatakan organisme yang tergolong alga harus bersifat holofitik. Smith menyatakan bahwa ciri-ciri alga yaitu memiliki organ seksual yang umumnya terdiri dari satu sel, kalau banyak sel, sel-sel tersebut akan fertil. Sementara, para pakar Protozologi memasukkan organisme uniseluler, berflagela dan berklorofil dalam Mastigophora filum Protozoa.

    Klasifikasi alga ke dalam divisi-divisinya telah didasarkan pada kriteria, yaitu; pigmentasi dari sel vegetatif, dalam hal ini adalah macam pigmen yang terkandung dalam plastida; hasil fotosintesis dan cadangan makanan; flagelasi, meliputi jumlah serta letak dan morfologi dari flagela; sifat-sifat kimia dan fisika dari dinding sel; dan struktur sel, yaitu ada atau tidak adanya inti sejati. Atas dasar kriteria yang tertera diatas, Smith (1955) membagi alga menjadi 7 divisi yaitu: Chlorophyta, Euglenophyta, Pyrrophyita, Chrysophyta, Phaeophyta, Rhodophyta, dan Cyanophyta. Seperti telah diketahui bahwa pembagian organisme kini tidak lagi dibagi hanya dengan golongan hewan dan tumbuhan, namun kini organisme dibagi menjadi lima golongan besar (kingdom), yaitu Monera, Protista, Fungi, Animalia, dan Plantae. 

    Dalam hal ini, menurut Weisz dan Keogh (1982) divisi Pyrrophyta, Euglenophyta, dan Chrysophyta termasuk dalam kelompok Protista, sementara Chlorophyta, Phaeophyta, dan Rhodophyta termasuk golongan Plantae, dan Cyanophyta merupakan organisme Prokaryotik yang disebut juga Cyanobacteria dan dikelompokkan ke dalam Monera bersama dengan bacteria.


III. METODOLOGI PELAKSANAAN

1. Alat

a. Alat untuk mengambil sampel berupa pisau, sekop, cangkul, pukul besi, jala plankton, mikropipet.
b. Alat untuk membawa sampel berupa ember ukuran sedang, kantong plastik, botol koleksi.
c. Alat untuk pengamatan berupa mikroskop stereo.
d. Label identitas sampel.

2. Bahan

a. Media kultur berupa air, tanah kebun dan kalsium karbonat.

3. Metodologi Praktikum

A) Metode Pengambilan Alga Makroskopik

a. Tempat pengambilan sampel ditentukan sesuai petunjuk instruktur, seperti tepi pantai laut yang memiliki banyak keanekaragaman tumbuhan alga.
b. Pengambilan sampel alga dilakukan ketika permukaan air pantai surut panjang atau maksimal.
c. Pengambilan sampel alga dari substratnya berdasarkan sifat-sifat morfologi dan warna talus dan dilakukan dengan bantuan alat seperti pisau, pukul besi, dan lain-lain.
d. Setiap jenis sampel alga yang telah diambil dimasukkan ke dalam ember plastik ukuran sedang atau kantong-kantong plastik serta dikelompokkan sesuai dengan jenis spesimennya.
e. Setiap jenis sampel kemudian diberi label yang berisi: nomor sampel, tanggal pengambilan sampel, nama kolektor, lokasi, habitat, dan nama daerah.


B) Metode Pengambilan Alga Mikroskopik

a. Tempat pengambilan sampel ditentukan sesuai petunjuk instruktur, seperti danau, kolam ikan atau sungai yang memiliki arus.
b. Pengambilan sampel alga dengan cara menyisir pada permukaan air menggunakan jalan plankton yang berbentuk corong. Penyisiran atau pengambilan sampel dilakukan sampai lebih dari sepuluh kali.
c. Sampel alga yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam botol-botol koleksi (50 ml) dan dibawa ke laboratorium.
d. Media kultur alga dipersiapkan dengan metode tanah-air dari Pringsheim, yaitu dengan mempersiapkan botol-botol kultur (bermulut lebar) yang diisi dengan 1 sendok teh kalsium karbonat, setengah bagian tanah kebun dan air sungai. Lalu, botol ditutup dengan kain kasa atau sumbat botol, dan selanjutnya akan disterilkan.
e. Sampel alga yang didapat dari lapangan diamati di bawah mikroskop stereo, jenis sampel alga yang dikehendaki diambil dengan menggunakan mikropipet dan ditempatkan dalam botol media kultur alga.
f. Setelah itu, setiap jenis sampel diberi label yang berisi: nomor sampel, tanggal pengambilan sampel, nama kolektor, lokasi, habitat, dan nama daerah.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan 

Alga PSYCHESOUPE

Alga II PSYCHESOUPE

Alga III PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum Alga bertujuan untuk mengetahui perbedaan dari ciri-ciri Alga Chlorophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta dengan pengamatan yang dilakukan pada berbagai contoh Alga dengan menggunakan alat mikroskop stereo. 

    Chlorophyta dibagi menjadi dua kelas, yakni chloropyceae dan charophyceae. Chlorophyta mempunyai pigmen yang terdiri atas klorofil a dan b, santofil, dan B karoten, klorofil terdapat dalam jumlah yang banyak sehingga ganggang ini berwarna hijau rumput. Hasil fotosintesis berupa amilum dan tersimpan dalam kloroplas. Kloroplas berjumlah satu atau lebih; berbentuk mangkuk, bintang, lensa, bulat, pita, spiral dsb. Sel berinti sejati, satu atau lebih. Sementara sel kembara mempunyai dua atau empat flagela sama panjang, bertipe whiplash. Dinding selnya mengandung selulosa dan mempunyai bentuk talus/struktur vegetatif. Reproduksi seksual pada Chlorophyta dilakukan dengan secara isogami, anisogami atau oogami. Sedangkan reproduksi aseksual dengan membentuk zoospora, aplanospora, hipnospora, autospora. Sementara reproduksi vegetatif dengan fragmentasi talusnya. 

    Divisi Phaeophyta hanya terdiri atas satu kelas, yaitu Phaeophyceae. Phaeophyceae memiliki ciri-ciri tubuh yakni selalu berupa talus multiseluler yang berbentuk filamen, lembaran atau menyerupai semak/pohon yang dapat mencapai beberapa puluh meter, terutama pada jenis-jenis yang hidup di lautan daerah beriklim dingin. Set vegetatif mengandung kloroplas berbentuk bulat, bulat panjang, seperti pita; mengandung klorofil a dan klorofil c serta beberapa santofil misalnya fukosantin. Cadangan makanan berupa laminarin dan manitol. Dinding sel mengandung selulosa dan asam alginat. Phaeophyceae mempunyai sel reproduksi yang motil baik zoospora ataupun zoogamet berflagela dua buah, tidak sama panjang dan terletak di bagian lateral dari sel, bertipe whiplash dan tinsel. Reproduksi aseksual pada Phaeophyceae dilakukan dengan pembentukan zoospora atau aplanospora, sementara reproduksi seksual dilakukan secara isogami, anisogami atau oogami. Jenis-jenis dari bangsa-bangsa dalam Phaeophyceae mempunyai daur hidup dengan pergantian keturunan, kecuali jenis-jenis dari bangsa Fucales. Ada tiga tipe pergantian keturunan, yaitu: isomorfik (Dictyota sp.), heteromorfik (Laminaria sp.), dan diplontik (Sargassum sp.)

    Sama halnya dengan Phaeophyta, divisi Rhodophyta hanya mempunyai satu kelas, yaitu Rhodophyceae. Sel Alga Rhodophyceae mempunyai dinding yang terdiri atas selulosa dan agar atau karagenan. Rhodophyceae tidak pernah menghasilkan sel-sel berflagela. Rhodophyceae mempunyai berbagai pigmen, yakni klorofil yang terdiri atas klorofil a dan d, fikobilin yang terdiri dari fikoeritrin dan fikosianin dan sering disebut pigmen aksesoris, B - karoten yang dapat ditemui dalam plastisida. Cadangan makanan berupa tepung floridea dan terdapat di luar kloroplas. Talus hampir semuanya multiseluler, hanya dua marga saja yang uniseluler. Talus yang multiseluler berbentuk filamen silinder ataupun helaian. Pada dasarnya talus yang multiseluler, terutama yang tinggi tingkatannya terdiri atas filamen-filamen yang bercabang-cabang dan letaknya sedemikian rupa sehingga membentuk talus yang pseudoparenkimatik. Talus umumnya melekat pada substrat dengan perantaraan alat pelekat. Pada Rhodophyta yang tinggi tingkatannya ada dua tipe talus,  yakni monoaksial dan multiaksial. Reproduksi secara vegetatif dilakukan dengan fragmentasi dan Rhodopyceae dapat membentuk bermacam-macam spora, karpospora (spora seksual), spora netral, monospora, tetraspora, bispora, dan polispora.


V. KESIMPULAN

   Berdasarkan kandungan pigmen yang dominannya, pada umumnya alga terbagi menjadi 5 kelas, yaitu; 1) kelas Cyanophycea yakni Alga biru dengan kandungan pigmen fikosianin, 2) Chlorophyceae yakni Alga hijau dengan kandungan pigmen klorofil, 3) kelas Chrysophyceae yakni Alga keemasan dengan kandungan pigmen xantofil, 4) Kelas Phaeophyceae yakni Alga Coklat/ perang dengan kandungan pigmen fikosantin, 5) Kelas Rhodophyceae yakni Alga merah dengan kandungan pigmen fikoeritin. Sementara, urutan dari alga paling primitif hingga paling maju adalah Cyanophyceae, Cyanophyceae, Chlorophyceae, Chrysophyceae, Phaeophyceae, dan Rhodophyceae.

    Berdasarkan pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan mengenai alga Chlorophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta telah diketahui bahwa: spesimen Ulva lactuca, Caulerpa racemosa, Caulerpa lentillifera, Halimeda discoidea, Halimeda incrassata, dan Chaetomorpha sp. adalah termasuk alga Chlorophyta;  spesimen Padina australis, Turbinaria ornata, dan Sargassum sp. adalah termasuk alga Phaeophyta; sedangkan spesimen Gracitaria arcuata, Euchema denticulatum, Gelisiopsis intricata, dan Gigartina sp. adalah termasuk alga Rhodophyta. 


Daftar Pustaka

Dawson, E.Y. (1958). How to Know Seaweeds. WMC. Brownies Company Publishers. 

Gupta, T. S. (1981). Textbook of Alga. New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co. 

Sabbithah, S. dan Untari. L. F. (2008). Buku Petunjuk Praktikum Fikologi. Laboratorium Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Smith, G.M. (1995). Cryptogamic Botany, Vol. 1, Alga & Fungi. Tokyo: MC. Graw-Hill Book Company. 

Sujadmiko, H. (2007). Bahan Ajar Mata Kuliah Biologi. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Sujadmiko, H. (2003). Buku Petunjuk Praktikum Briologi. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Sujadmiko,  Heri, dkk. (2015). Praktikum Taksonomi Tumbuhan Rendah. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Sujadmiko,  Heri; Sulastri, Sri dan Sabbithah, Susarsi. (2015). Taksonomi Tumbuhan Rendah. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. 


2022-02-15

TAKSONOMI TUMBUHAN RENDAH - LICHENES

 

🌼🍄🌈 LAPORAN PRAKTIKUM :
LICHENES


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Lichenes merupakan lumut kerak, namun Lichenes tidak termasuk kedalam kelompok lumut sebab Lichenes merupakan hasil dari simbiosis fungi dan alga. Lichenes banyak ditemukan di kulit batang pohon ataupun menempel di bebatuan. Lumut mempunyai beragam warna misalnya seperti keabu-abuan, orange, coklat, hitam dan lain-lain. Lichenes mampu hidup di daerah kekeringan dalam waktu yang lama (Sudrajat, dkk, 2013).

    Sebagai tumbuhan pioneer, Lichen memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Lumut kerak menjadi tumbuhan perintis pada daerah-daerah yang keras maupun kering sehingga pada akhirnya dapat mendukung pertumbuhan bagi organisme lainnya. Lichen banyak dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat, misalnya pada beberapa jenis Asolichen telah dimanfaatkan dan dapat pula dikonsumsi, oleh karena itu perlu dijelaskan mengenai Lichen tersebut khususnya pada pemanfaatan Lichen bagi kehidupan.

    Simbiosis mutualisme adalah hubungan yang sifatnya saling menguntungkan antar organisme. Jamur pada lumut kerak mempunyai fungsi sebagai pelindung dan penyerap air serta mineral. Sementara, ganggang yang hidup di antara miselium jamur berfungsi menyediakan makan melalui proses fotosintesis. Lumut kerak adalah organisme hasil simbiosis mutualisme dengan jamur yang terdapat pada lumut kerak tidak dapat hidup sendiri di alam.

2. Tujuan

Mempelajari jenis Lichenes Crustose, Foliose, Fruticose dan Squamulose. 


II. TINJAUAN PUSTAKA

    Lumut kerak (Lichenes) adalah tumbuhan tingkat rendah yang masuk ke dalam Divisio Thallophyta yang merupakan tumbuhan komposit dan perpaduan fisiologik dari dua makhluk yakni antara fungi dan alga. Dua organisme tersebut hidup berasosiasi satu sama lain, sehingga muncul sebagai satu organisme. Penyusun komponen fungi disebut dengan Mycobiont yang pada umumnya berasal dari kelas Ascomycetes dan dua atau tiga genus termasuk Basidiomycetes, sedangkan penyusun komponen alga disebut dengan Phycobiont, berasal dari Divisio alga biru-hijau (Chyanophyceae) atau alga hijau (Chorophyceae) (Tjitrosoepomo, Taksonomi Tumbuhan 2001).

    Lichenes adalah tumbuhan hasil simbiosis antara fungi dan satu atau lebih mitra fotosisntesis, yang umumnya merupakan alga hijau atau cyanobacterium. Lichenes sekilas mirip dengan alga, perbedaan utama Lichenes dengan alga adalah tekstur, distribusi dan warna yang paling menonjol (Nash 2008). Alga yang terdapat pada Lichenes menghasilkan makanan (karbohidrat) oleh sebab fungi yang tidak bisa membuat makanan sendiri, sehingga energi didapatkan dari alga. Hubungan simbiosis fungi dan alga berperan membantu Lichenes beradaptasi dengan kehidupan di semua tempat. Lichenes membutuhkan air dan sinar matahari untuk tumbuh. Beberapa spesies dapat menyerap air hingga 20 kali berat tubuhnya (Whitesel 2006).

    Salah satu karakteristik Lichenes adalah bahwa mereka memiliki perkembangan dan pertumbuhan yang lambat. Sebagian besar bentuk tumbuh hanya beberapa milimeter per tahun. Tanaman Lumut Kerak (Lichenes) tidak memiliki akar, batang dan daun, sehingga mereka menyerap sebagian besar nutrisi dari curah hujan. Lichenes berperilaku seperti spons yang menyerap segala sesuatu yang larut dalam air hujan kemudian mempertahankannya (Halcomb 2010).

    Menurut Misra & Agrawal (1978), menyatakan bahwa klasifikasi Lumut Kerak (Lichenes) berdasarkan komponen fungi terbagi menjadi tiga tipe, yaitu Ascolihens, Basidiolichens, dan Lichen Imperfecti.


III. METODOLOGI PELAKSANAAN

1. Alat dan bahan

a. Alat untuk mengambil sampel berupa sekrap, pisau, cutter, gunting tanaman.
b. Alat untuk membawa sampel berupa kantong koleksi.
c. Alat untuk pengamatan berupa mikroskop stereo.
d. Label identitas sampel.

2. Metodologi Praktikum

a. Tempat pengambilan sampel ditentukan sesuai petunjuk instruktur, seperti pepohonan atau suatu tempat yang banyak keanekaragaman tumbuhan lichenes.
b. Sampel lichenes diambil pada berbagai habitat (substrata), yaitu pohon pada batang maupun cabang.
c. lichenes diambil dengan memilih sampel yang telah dewasa dan tidak memiliki kecacatan.
d. Sampel lichenes kemudian diambil dengan bantuan alat pengambil sampel seperti sekrap, pisau, cutter, atau gunting tanaman.
e. Sampel lichenes yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam kantong-kantong koleksi dan dibawa ke laboratorium.
f. Sampel lichenes yang didapat dari lapangan diamati di bawah mikroskop stereo, dan mencatat perbedaan bentuk tubuh satu dengan yang lainnya.
g. Setelah itu, setiap jenis sampel diberi label yang berisi: nomor sampel, tanggal pengambilan sampel, nama kolektor, lokasi, habitat, dan nama daerah.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Lichenes PSYCHESOUPE

Lichenes II PSYCHESOUPE

Lichenes III PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum Lichenes bertujuan untuk mengetahui perbedaan dari ciri-ciri Lichenes Crustose, Foliose, Fruticose dan Squamulose dengan pengamatan yang dilakukan pada berbagai contoh Lichenes dengan menggunakan alat mikroskop stereo, maupun pengamatan secara langsung.

    Lichenes Crustose memiliki ciri talus yang berukuran kecil, datar, tipis serta selalu melekat pada permukaan batu, kulit pohon ataupun di tanah. Sukar untuk mencabut lichenes Crustose tanpa merusak substratnya.  Lichenes Crustose yang tumbuh dan terbenam di dalam batu dengan hanya bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan dinamakan endolitik, dan yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan dinamakan dengan endoploidik atau endoploidal. Lichenes yang bersifat longgar dan bertepung yang tidak memiliki struktur berlapis, disebut dengan leprose. Ukuran talus pada lichen crustose bermacam-macam dengan bentuk talus rata, tipis, dan umumnya mempunyai bentuk tubuh buah yang hampir sama. Talus dapat berupa lembaran tipis atau seperti kerak yang permukaan bawahnya melekat pada suatu substrat.
  
    Lichenes Foliose mempunyai struktur seperti daun yang tersusun oleh lobus-lobus. Lichen Foliose relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Thallusnya berbentuk datar, lebar, dan memiliki banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Pada bagian permukaan atas dengan bagian bawahnya berbeda. Lichenes Foliose dapat melekat pada batu, ranting dengan rhizines, yang juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Talus Foliose bertingkat, lebar, besar, kasar dan menyerupai daun yang mengkerut dan melipat. Permukaan talus foliose bagian bawah dan atas berbeda, pada permukaan bawahnya berwarna lebih terang atau gelap sedangkan pada bagian tepi talus biasanya menggulung ke atas.
       
    Lichenes Fruticose mempunyai thallus berupa semak. Talus pada lichenes Fruticose adalah tipe talus kompleks dengan cabang-cabang yang tidak teratur. Talus ini memiliki bentuk cabang silinder atau pita. Talus hanya menempati bagian dasar dengan cakram bertingkat. Thallus dapat tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon. Pada lichenes Fruticose tidak terdapat perbedaan antara permukaan atas dan bawahnya.
     
    Lichenes Squamulose mempunyai talus yang memiliki bentuk seperti talus pada lichenes Crustose dengan pingiran yang terangkat ke atas di atas tempat hidupnya. Talus ini berbentuk seperti sisik yang tersusun oleh banyak cuping (lobes) yang kecil namun tidak memiliki rizin. Lichen Squamulose memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus tersebut dinamakan dengan squamulus dan biasanya berukuran kecil serta saling bertindih dan sering memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia.

    Pertumbuhaan talus sangatlah lambat. Tubuh buah baru akan terbentuk setelah mengadakan pertumbuhan vegetatif bertahun-tahun. Kebanyakan Lichenes bereproduksi dengan perantaan soredium. Komponen cendawannya seringkali dapat membentuk spora dan hanya membentuk lichenes jika jatuh dekat algae yang merupakan simbionnya.


V. KESIMPULAN

    Lichenes yang merupakan tumbuhan perintis memiliki peran dalam pembentukan tanah dan tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi. Lichenes atau lumut kerak juga menghasilkan senyawa-senyawa metabolit yang tidak dapat dihasilkan oleh alga dan jamur yang hidup terpisah. Sampai saat ini, para ahli masih terus meneliti tumbuhan lumut kerak atau lichenes dan ada yang mengusulkan agar lichenes tersebut dimasukkan ke dalam golongan tersendiri dan terpisah dari jamur dan alga. Sementara berdasarkan bentuk talusnya, lumut kerak dibedakan menjadi empat macam, yaitu Crustose, Foliose, Fruticose dan Squamulose.

    Berdasarkan pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan mengenai lichenes Crustose, Foliose, Fruticose, dan Squamulose telah diketahui bahwa: spesimen Graphis scripta, Hydropunctaria maura, Basidia sp., Lepraria sp., dan Chrysothrix xanthina adalah termasuk lichen Crustose;  spesimen Dirinaria applanata, Flavoparmelia caperata, Hypogymnia physodes, Canoparmelia caroliniana dan Parmelina tiliacea adalah termasuk lichen Foliose; spesimen Ramalina fastigiata, Usnea australis, dan Cladonia portentosa adalah termasuk lichen Fruticose; sedangkan spesimen Psora pseudorusselli dan Parmelia sulcata adalah termasuk lichen Squamulose.


Daftar Pustaka

Hale, M.E. (1979). How to Know The Lichens, Second Edition. WCB McGrawHill. Boston.

Januardania, D. (1995). Jenis-jenis Lumut Kerak yang Berkembang pada Tegakan Pinus dan Karet di Kampus IPB Darmaga Bogor. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Landecker dan Moore. 1996. Fundamental of The Fungi. Prentice Hall. New Jersey. 470-476.

Moore, E. (1972). Fundamental of The Fungi, 4th Edition. Landecker Prentince. Hall International.

Muzayyinah. (2005). Keanekaragaman Tumbuhan Tak Berpembuluh. UNS Press: Surakarta.

Tjitrosoepomo Gembong. (2005). Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tjitrosoepomo, G. (1989). Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Tallophyta, Bryophyta, Pteridophyta). Gadjah Mada University Press.

Vashista, B.R. (1981). Botany for Degree Students Part: 1 Alga. New Delhi: S.Chand & Company Ltd. Ram Nagar.

 

2022-02-14

TAKSONOMI TUMBUHAN RENDAH - LUMUT

 

🌼🍄🌈 LAPORAN PRAKTIKUM :

LUMUT


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Tumbuhan lumut merupakan kelompok tumbuhan yang pertama dapat beradaptasi dengan lingkungan darat, hal ini karena mereka mempunyai organ-organ menghisap air dari tanah, perlindungan terhadap kekeringan serta susunan sel-sel untuk mengangkut makanan. Lumut memiliki distribusi yang bersifat kosmopolitan, karena tersebar secara luas mulai dari daerah kutub, boreal, subtropik sampai daerah tropik. Lumut merupakan golongan tumbuhan yang termasuk dalam kelompok Cryptogamae dan mempunyai struktur yang sederhana (primitif) sehingga secara filogeni dianggap sebagai tumbuhan tingkat rendah. Kedudukan tumbuhan lumut dalam filogeni tumbuhan adalah diantara tumbuhan alga dan tumbuhan paku.

    Lumut adalah golongan tumbuhan yang termasuk ke dalam kelompok Cryptogamae yakni kelompok tumbuhan yang mempunyai alat reproduksi seksual tersembunyi. Lumut adalah kelompok tumbuhan yang telah beradaptasi dan meninggalkan lingkungan perairan namun tetap memerlukan air untuk melakukan proses fertilisasi. Tumbuhan lumut sudah mempunyai struktur tubuh untuk penyesuaian hidup di lingkungan hidup daratan. Kelompok tumbuhan lumut tumbuh umumnya pada habitat peralihan dari habitat perairan (akuatik) ke habitat daratan (terestrial) sehingga disebut sebagai tumbuhan amfibi. Kelompok tumbuhan lumut menunjukkan ciri peralihan antara bentuk talus dengan bentuk kormus, meskipun sebagian tumbuhan lumut mempunyai struktur tubuh yang dapat dibedakan menjadi akar, batang, dan daun, namun lumut belum mempunyai akar, batang, dan daun yang sesungguhnya.

2. Tujuan

Mempelajari Lumut Hepaticopsida, Anthocerotopsida, dan Bryopsida.


II. TINJAUAN PUSTAKA

    Tumbuhan lumut termasuk divisi Bryophyta yaitu golongan tumbuhan talus yang dalam susunan tubuhnya sudah terdapat penyesuaian diri terhadap lingkungan hidup di darat, gametangium dan sporangiumnya multiseluler, serta dalam perkembangan sporofitnya sudah membentuk embrio. Bentuk dan susunan gametangium yang spesifik pada tumbuhan lumut utamanya adalah pada arkegonium yang berbentuk seperti botol dan terdiri atas bagian perut dan bagian leher. Tumbuhan lumut mempunyai siklus hidup, yakni generasi haploid (gametofit) dan generasi diploid (sporofit) yang bergiliran secara teratur.

    Bryophyta merupakan kelompok tanaman khas pada lahan hijau. Divisi Bryophyta dikelompokkan menjadi, lumut daun (Bryopsida atau Musci), lumut hati (Hepaticopsida atau Hepaticae), dan lumut tanduk (Anthocerotopsida atau Anthocerotae). Ketiga kelas membentuk kelompok besar, dengan kesamaan sejumlah fitur yang khas untuk memisahkan mereka dari tanaman vaskular. Bryophyta memiliki fase abadi, yaitu fisiologis seksual (gametofit) dari siklus hidupnya, dibandingkan dengan gametofit parasit pada tumbuhan vascular (Hallingback dan Hodgetts, 2000).

    Siklus hidup pada tumbuhan lumut menunjukkan pola yang sama dengan ganggang dan berlanjut sampai pada tumbuhan tingkat tinggi. Suatu generasi gametofit kemudian dilanjutkan dengan generasi sporofit (Tjitrosomo, 1984). Gametofit adalah tanaman yang menempel pada substrat dengan rhizoid yang mirip seperti rambut. Dalam lumut daun dan lumut hati, gametofit umumnya berdaun, sedangkan pada beberapa lumut hati dan lumut tanduk kebanyakan dalam bentuk thallus seperti bentuk tali. Organ kelamin jantan (antheridium) adalah kantung kecil yang memproduksi banyak sperma motil, sementara organ kelamin betina (arkegonium) adalah struktur yang berbentuk tabung berisi telur tunggal yang non-motil. Bryophyta juga mereproduksi vegetatif dengan fragmentasi, juga produksi gemma kecil (Hallingback dan Hodgetts, 2000).

    Divisi Bryophyta dikelompokkan menjadi tiga kelas, yaitu lumut hati (Hepaticopsida), lumut daun (Bryopsida), lumut tanduk (Anthocerotopsida) (Tjitrosomo, 1984).


III. METODOLOGI PELAKSANAAN

1. Alat dan bahan

a. Alat untuk mengambil sampel berupa sekrap, pisau, cutter, gunting tanaman.
b. Alat untuk membawa sampel berupa kantong koleksi (amplop/rol).
c. Alat untuk pengamatan berupa kaca pembesar loop akromatik dengan pembesaran 20x.
d. Label identitas sampel.

2. Metodologi Praktikum

a. Tempat pengambilan sampel ditentukan sesuai petunjuk instruktur, seperti bebatuan atau suatu tempat yang banyak keanekaragaman tumbuhan lumut atau di daerah yang mempunyai keistimewaan khusus.
b. Lumut yang akan dijadikan sampel, diamati dengan alat pembesar atau loop akromatik untuk memastikan kebenaran sampel dan menghindari pengulangan pengambilan sampel ganda.
c. Sampel lumut diambil pada berbagai habitat (substrata), yaitu di atas tanah, batu, tembok, pohon (akar, batang, cabang, maupun daun).
d. Lumut diambil dengan memilih sampel yang telah dewasa dan tidak memiliki kecacatan (talus telah tumbuh sporofitnya).
e. Sampel lumut kemudian diambil dengan bantuan alat pengambil sampel dan dimasukkan ke dalam kantong koleksi lumut.
f. Setiap pengambilan sampel lumut dicatat tentang nomor koleksi dan data-data lingkungannya.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Lumut PSYCHESOUPE

Lumut II PSYCHESOUPE

Lumut III PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum Lumut bertujuan untuk mengetahui perbedaan dari ciri-ciri Lumut Hepaticopsida, Anthocerotopsida dan Bryopsida dengan pengamatan yang dilakukan pada berbagai contoh Lumut, dengan menggunakan loup pembesaran 20 kali.

     Hepaticopsida berasal dari kata hepatica yang artinya hati, sehingga disebut juga dengan nama lumut hati. Kelas ini mempunyai ciri-ciri antara lain, gametofit yang berwarna hijau, pipih, dapat dibedakan antara sisi dorsal dan sisi ventral (dorsiventral), dan menempel pada tanah dengan risoid. Struktur talus ada yang sederhana hanya berupa lembaran, dan juga ada yang sudah dibedakan atas bagian-bagian yang menyerupai batang dan daun-daun. Sporofit atau sporogonium tidak memiliki sel-sel yang mengandung kloroplas, terdiri atas bagian kaki, tangkai (seta) dan kapsul spora, namun pada golongan lumut hati yang masih primitif, bagian kaki dan seta ini tidak ada. Lumut hati tidak membentuk protonema. Sebagian besar lumut hati mempunyai sel-sel yang mengandung minyak, kebanyakan berupa kumpulan tetes-tetes minyak atsiri. Lumut hati dapat berkembang biak dengan cara aseksual dan cara seksual. Cara berkembang biak aseksual yaitu dengan, fragmentasi, pembentukan kuncup eram (gemma), pembentukan tunas cabang, pembentukan umbi (tuber), penebalan ujung talus, dan daya regenerasi. Sedangkan, cara berkembang biak seksual ialah apabila terjadi persatuan antara gamet jantan dan gamet betina maka dapat terjadi sporofit yang akan membentuk banyak spora.

    Kelas Anthocerotopsida mempunyai ciri-ciri, yakni gametofit berupa talus yang berbentuk cakram dengan tepi bertoreh, dorsiventral, dan dapat tumbuh melekat pada tanah dengan perantaraan rizoid. Sporofit terdiri atas kaki dan kapsul yang menyerupai tanduk sehingga lumut ini disebut juga dengan lumut tanduk. Lumut tanduk ada yang homotalik dan ada yang heterotalik. Gametangium terdapat di dalam suatu lekukan pada sisi dorsal talus. Struktur anatomi talus pada lumut tanduk tidak terdapat diferensiasi sel-sel jaringan penyusunnya kecuali sel-sel epidermis yang ukurannya lebih kecil dan tersusun lebih teratur, tiap sel mengandung satu kloroplas dengan satu pirenoid yang besar. Pada sisi ventral talus terdapat stoma dengan dua sel penutup berbentuk ginjal. Stoma tersebut hampir selalu terisi oleh lendir dan dengan melalui stoma tersebut, lumut tanduk dapat masuk koloni ganggang hijau biru Nostoc. Anthocerotopsida juga dapat berkembang biak secara aseksual seperti pada Hepaticopsida yaitu dengan fragmentasi, pembentukan gemma, pembentukan umbi (tuber), dan apospori. Anthocerotopsida hanya terdiri atas satu bangsa Anthocerotales dan dua suku yaitu Anthocerotaceae dan Notothylaceae.

    Bryopsida merupakan kelas yang paling besar dibanding anggota Bryophyta lainnya dan paling tinggi tingkat perkembangannya oleh sebab gametofit maupun sporofitnya sudah mempunyai bagian-bagian yang lebih kompleks. Gametofit dari lumut daun dibedakan dalam dua tingkatan yaitu protonema yang terdiri atas benang bercabang-cabang, dan gametofora yang berbatang dan berdaun. Sporogonium dari lumut daun terdiri atas bagian kaki, seta, dan kapsul. Selanjutnya bagian kapsul mempunyai bagian-bagian yang dinamakan dengan apofise, kotak spora atau teka, dan tutup atau operkulum. Para ahli bryologi membagi Bryopsida menjadi tiga anak kelas yaitu Sphagnidae, Andreaeidae, dan Bryidae. Perbedaan dari ketiga anak kelas tersebut utamanya ada pada struktur anatomi sporogoniumnya. Beberapa cara perbanyakan vegetatif pada Bryopsida adalah dengan; 1) pembentukan tunas yang tumbuh menjadi cabang- cabang apabila cabang tersebut terpisah dari batang pokok, maka dapat membentuk individu baru, 2) pembentukan stolon dari pangkal batang. 3) protonema primer yang berasal dari perkecambahan satu spora dapat membentuk beberapa tunas untuk kemudian tumbuh menjadi tumbuhan lumut yang berdaun. 4) tumbuhan lumut mempunyai daya regenerasi yang besar dan dari setiap bagian dari tumbuhan lumut baik batang, daun maupun protonema dalam kondisi lingkungan yang sesuai dapat berkembang menjadi benang-benang yang hijau seperti ganggang, bercabang-cabang dan dinamakan protonema sekunder, 5) melalui pembentukan umbi (tuber) pada protonema atau pada rizoid. dibentuk kuncup (gemma), 6) apospori.


V. KESIMPULAN

    Tumbuhan lumut termasuk ke dalam golongan yang mempunyai alat reproduksi seksual tersembunyi. Apabila didasarkan pada ada atau tidaknya sistem pembuluh, tumbuhan lumut tergolong tidak mempunyai sistem pembuluh (non vaskular). Tumbuhan lumut mempunyai perkembangbiakan vegetatif dan termasuk tumbuhan berspora. Sebagian dari tumbuhan lumut mempunyai tubuh berupa talus (yang masih tidak dapat dibedakan antara akar, batang, dan daun), sehingga ditempatkan sebagai tumbuhan tingkat rendah.

    Tumbuhan lumut terdiri atas dua kelompok besar yaitu Hepaticeae dan Musci. Hepaticeae atau lumut hati (liverworts) biasanya tumbuh pada pohon sebagai epifit atau pada daun sebagai epifil, dengan struktur tubuh yang higromorf atau xeromorf. Sedangkan Musci atau lumut daun (mosses) dapat berupa tumbuhan hidrofit, xerofit maupun mesofit.

    Berdasarkan pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan mengenai lumut Hepaticopsida, Anthocerotopsida dan Bryopsida telah diketahui bahwa: spesimen Marchantia polymorpha, Dumortiera hirsuta, Frullania tamarisci, Lejeunea trinitentis, Cheilolejeunea trapezia, Plagiochila fasciculata, Cheilolejeunea ceylanica, dan Cheilolejeunea osumensis adalah termasuk lumut Hepaticopsida;  spesimen Anthoceros sp. adalah termasuk lumut Anthocerotopsida; sedangkan spesimen Barbella rufifolioides, Bryum sp., Funaria hygrometrica, Leucobryum sp., Isopterygium textorii dan Ptychostomum capillare adalah termasuk lumut Bryopsida.


Daftar Pustaka

Sabbithah, S. dan Untari. L. F. (2008). Buku Petunjuk Praktikum Fikologi. Laboratorium Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Siregar H. (2010). Keanekaragaman Lumut di Kawasan Hutan Lindung Aek Nauli, Sumatera Utara. Skripsi Sarjana. Program studi Biologi. Universitas Sumatera Utara, Medan. Indonesia. 

Smith, G.M. (1995). Cryptogamic Botany, Vol. II, Bryophyta and Peridophyta. Tokyo: MC. International Student Edition Kogakusha Company, Ltd. 

Sujadmiko, H. (2007). Bahan Ajar Mata Kuliah Biologi. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Sujadmiko, H. (2003). Buku Petunjuk Praktikum Briologi. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Sujadmiko,  Heri, dkk. (2015). Praktikum Taksonomi Tumbuhan Rendah. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Sujadmiko,  Heri; Sulastri, Sri dan Sabbithah, Susarsi. (2015). Taksonomi Tumbuhan Rendah. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.  

Sulastri, S. (1999). Taksonomi Tumbuhan I Bagian 2 Bryophyta & Pterydophyta. Yogyakarta: Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Fakultas Biologi UGM. 

Tjitrosoepomo, G. (1989). Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Tallophyta, Bryophyta, Pteridophyta). Gadjah Mada University Press. 

Tomas, Hallingback, Nick, Hodgetts. (2000). "Mosses, Liverworts,and Hornworts”. United Kingdom: Information Press Oxford.6 (01).


STRUKTUR BIJI KACANG HIJAU

  🐰🍒🥦 STUDI : BIJI KACANG HIJAU (EMBRIOLOGI TUMBUHAN)     Pembelajaran ini bertujuan untuk: (1) mengamati dan mengetahui struktur dari b...