2022-02-28

EMBRIOLOGI TUMBUHAN - EMBRIOGENESIS (POLINASI DAN FERTILISASI)

 

🐏🎀🍀 LAPORAN PRAKTIKUM :
EMBRIOGENESIS (POLINASI DAN FERTILISASI)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Polinasi merupakan proses melekatnya polen (serbuk sari) pada permukaan stigma (kepala putik). Polen yang menempel tersebut akan segera berkecambah serta membentuk tabung polen yang akan membawa sperma menuju sel telur di dalam kantung embrio. Proses polinasi adalah pendahuluan dari terjadinya fertilisasi/pembuahan. Proses fertilisasi akan menggabungkan satu inti sperma dengan sel telur dan menghasilkan zigot yang diploid yang kemudian berkembang menjadi embrio, sementara satu inti sperma lainnya akan membuahi inti polar sehingga menghasilkan endosperm yang bersifat triploid.

    Polinasi juga dapat terjadi diantara bunga yang sama, dan disebut dengan polinasi (penyerbukan) sendiri sementara yang terjadi di antara dua bunga yang berbeda, dinamakan dengan polinasi silang. Polinasi silang lebih menghasilkan keragaman genetik tumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan polinasi sendiri. Polinasi silang biasanya memerlukan vektor untuk membantu proses penyerbukan. Polinasi pada tumbuhan yang dibantu oleh faktor abiotik tidak melibatkan adanya organisme lain yang membantu proses polinasinya, misalnya dengan bantuan angin (anemofili) dan air (hidrofili). Sedangkan, vektor polinasi biotik yang umum membantu terjadinya polinasi antara lain serangga (entomofili) atau hewan lain seperti kelelawar, burung, dan hewan vertebrata lainnya (zoofili).

    Proses pembuahan ganda pada tumbuhan Angiospermae menghasilkan zigot, yang nantinya akan berkembang menjadi embrio serta jaringan penyimpan cadangan makanannya, yaitu endosperm. Perkembangan zigot menjadi embrio berlangsung dalam proses embriogenesis. Zigot akan membelah secara asimetris kemudian menghasilkan sel basal dan sel apikal. Set basal akan membentuk suspensor sedangkan sel apikal akan berkembang menjadi embrio. Perkembangan embrio melalui beberapa tahapan proses, yaitu proembrio (mulai stadium dua sampai 32 sel), yang kemudian dilanjutkan dengan stadium globular, jantung, torpedo, dan kotiledon.

    Pada tumbuhan dikotil dihasilkan dua kotiledon, sementara pada tumbuhan monokotil hanya akan terdapat satu kotiledon. Perbedaan jumlah kotiledon tersebut akan membedakan kedua takson dalam Angiospermae. Kotiledon pada tumbuhan dikotil mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan pada biji (misalnya pada biji kacang-kacangan) atau akan berkembang menjadi daun fotosintesis pertama bila cadangan makanan dalam biji berupa endosperm (contohnya pada Ricinus communis).

2. Tujuan

a. Membandingkan beberapa macam bunga dari jenis polinatornya.
b. Mengamati perkembangan embrio (Capsella bursa-pastoris). 

II. TINJAUAN PUSTAKA

    Penyerbukan atau polinasi merupakan transfer serbuk sari (polen) ke kepala putik (stigma). Kejadian ini adalah tahap awal dari proses reproduksi (Ashari,1998). Proses penyerbukan adalah proses pengangkutan serbuk sari (pollen) dari kepala sari (anthera) ke putik (pistillum), serta peristiwa jatuhnya serbuk sari (pollen) di atas kepala putik (stigma) (Elisa, 2004). Penyerbukan merupakan jatuhnya serbuk sari pada kepala putik (untuk golongan tumbuhan berbiji tertutup) atau jatuhnya serbuk sari langsung pada bakal biji (untuk tumbuhan berbiji telanjang) (Sutarno dkk,1997).

    Polinasi dapat terjadi oleh sebab adanya polinator yang menjadi vektor untuk penyebaran polen. Polinator dapat merupakan organisme hidup maupun faktor abiotik dari lingkungan seperti udara dan air. Polinator yang merupakan organisme hidup dapat berupa serangga, manusia, burung, maupun mamalia terbang (Mitchell et al, 2009).

    Proses polinasi haruslah diikuti dengan terjadinya fertilisasi agar polen tersebut berhasil membuahi ovum. Sebab, pada tumbuhan Angiospermae terdapat mekanisme  self-incompatibility yang disebabkan oleh adanya gen pada lokus S (Sterility) sehingga tidak dapat terjadi proses fertilisasi karena polen yang menempel pada stigma ditolak (Jany etal.,  2019;   Ottaviano  &  Mulcahy, 1989).

    Reproduksi seksual pada tumbuhan umumnya melibatkan dua proses, yakni proses pembentukan gamet dan proses pembuahan (fertilisasi). Proses pembentukan gamet selalu melalui pembelahan meiosis, yaitu pembelahan reduksi, sehingga sel-sel gamet hasil pembelahan meiosis ini bersifat haploid atau memiliki n kromosom. Sedangkan proses fertilisasi adalah penggabungan antara gamet jantan dengan gamet betina, yang kemudian dihasilkan sel yang bersifat diploid (hasil penggabungan kedua gamet yang haploid). Kedua proses tersebut (meiosis dan fertilisasi) membagi kehidupan organisme menjadi dua fase atau generasi yang berlainan, yakni generasi gametofit dan generasi sporofit (Kimball,1988).

    Embriogenesis adalah proses pembentukan embrio multiseluler dari zigot bersel tunggal. Pada perkembangan yang berlangsung selama embriogenesis, pertama-tama zigot mengalami polarisasi apikal-basal, sel apikal yang kecil dengan sitoplasma kental dan sel basal yang besar dengan sitoplasma encer. Lalu, sel basal membentuk struktur berumur pendek yang disebut suspensor sedangkan sel apikal akan menjadi embrio. Kedua, adalah tahap globuler, embrio berupa kumpulan sel dengan struktur berbentuk bundar. Ketiga, merupakan tahap hati, embrio bertambah masa dan jumlah selnya serta membentuk cekungan di bagian apikal sehingga strukturnya menyerupai hati. Keempat, yaitu tahap torpedo yang merupakan tahap awal ketika prekursor dari kotiledon, akar, dan batang mulai dapat dikenali. Kelima, adalah tahap kotiledon, kotiledon memanjang pada magnoliopsida (dikotil) ada dua yang kotiledon yang mengalami perkembangan sedangkan pada liliopsida (monokotil) hanya satu kotiledon (skutelum) yang berkembang (Wijayanti dkk., 2015).

    Salah satu contoh perkembangan dari embrio dapat diikuti adalah pada tumbuhan Capsella bursa-pastoris. Sel suspensor yang paling ujung yang terletak pada bagian belakang sel terminal pada perkembangan lebih lanjut berperan serta dalam pembentukan embrio dan perkembangan selanjutnya sel tersebut berkembang membentuk tudung akar dan ujung akar lembaga. Sel terminal memulai dengan pembelahan membujur dua kali dengan bidang yang saling tegak lurus sehingga terbentuk empat buah sel. Pembelahan berikutnya ialah pembelahan melintang dan terbentuklah delapan sel. Selanjutnya terjadilah pembelahan berulang sehingga terjadi bentuk genta atau jantung dan terbentuk sepasang cuping yang akan membentuk kotiledon yang diantaranya terdapat pucuk lembaga. Susunan akhir dari suatu embrio angiospermae dari bawah ke atas ialah: akar lembaga (radikula), hipokotil, dua lembar kotiledon (pada tumbuhan monokotil satu kotiledon tidak berkembang), dan pucuk lembaga (plumula) diantara kedua kotiledon. Akar lembaga berhubungan dengan suspensor (Moertolo dkk., 2018).


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

a. Beberapa macam bunga dari jenis tumbuhan yang berbeda
b. Mikroskop bedah atau kaca pembesar
c. Silet atau cutter
d. Preparat embriogenesis dari tumbuhan dikotil
c. Mikroskop cahaya dengan perbesaran objektif sampai 90 kali

2. Tahapan Kerja

a. Beberapa macam bunga yang tersedia diamati dan kemudian dipelajari kaitan morfologi bunga tersebut dengan polinatornya.
b. Bagan penampang melintang dari perkembangan embrio Capsella bursa-partoris dari zigot sampai stadium globular di amati dan dipelajari. Proses pembelahan sel secara berurutan diperhatikan dengan seksama, kemudian dibandingkan dengan foto/slide ('preparat').
c. Proses pembentukan maupun perkembangan kotiledon dan pembentukan prokambium diperhatikan dan dipelajari. Kemudian foto/slide ('preparat) dibandingkan dengan gambar.
d. Perkembangan embrio tumbuhan dikotil dipelajari dan bandingkan perkembangan embrio pada tumbuhan
monokotil.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Embriogenesis PSYCHESOUPE

Embriogenesis II PSYCHESOUPE

Embriogenesis III PSYCHESOUPE

Embriogenesis IV PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum embriogenesis bertujuan untuk mempelajari tentang proses terjadinya polinasi maupun polinator yang dikaitkan dengan struktur bunga pada sampel bunga Euphorbia milii, Helianthus annuus (bunga matahari), Canna sp. dan Vallisneria spiralis, serta mempelajari perkembangan embrio pada Capsella bursa-pastoris..

    Proses penyerbukan membutuhkan suatu agen atau perantara polinasi, yang akan membawa atau memindahkan polen dari anther menuju bagian reseptif dari stigma. Tumbuhan Angiospermae umumnya mengembangkan berbagai macam karakter bunga yang dapat digunakan untuk menarik polinator. Pada bunga Euphorbia milii perkiraan polinatornya adalah lebah madu karena memiliki nektar yang memikatnya. Pada bunga Helianthus annuus (bunga matahari) perkiraan polinatornya adalah lebah madu karena memiliki nektar. Pada bunga Canna sp. perkiraan polinatornya adalah burung kolibri karena memiliki daya pikat berupa nektar. Sedangkan bunga pada tumbuhan Vallisneria spiralis perkiraan polinatornya adalah air karena tidak memiliki nektar dan hidup dihabitat air.

    Setelah tabung polen sampai pada bagian atas ovarium dan kemudian masuk kedalam gametofit betina. Berdasarkan cara masuknya tabung polen kedalam ovulum ada 3 jenis pembuahan yaitu: (1) porogami yaitu proses tabung polen yang masuk melalui mikropil, (2) khalasogami yaitu bulu masuk melalui khalaza, dan (3) mesogami yaitu masuknya bulu melalui funikulus. 

    Pada perkembangannya, zigot atau sel telur yang sudah dibuahi sperma akan tumbuh dengan membelah secara asimetris kemudian membentuk sel apikal dan sel basal. Lalu, bagian distal yaitu sel apikal akan berkembang menjadi embrio serta tumbuh membulat, dam menjadi pusat keaktifan embrio (embrio yang sebenarnya), kemudian bagian proksimal yaitu sel basal akan membelah secara melintang dan membentuk suspensor atau tangkai/batang embrio. Sel bulat  nantinya membelah memanjang secara serempak pada dua bidang yang bersilangan (saling tegak lurus) sehingga menghasilkan terbentuknya embrio stadium 4 sel (kuadran), setelah itu diikuti dengan proses pembelahan secara melintang satu kali membentuk embrio stadium 8 sel (oktan). Kemudian setiap sel yang membelah secara melintang menghasilkan stadium 16 sel, sedangkan setiap sel yang membelah secara periklinal menghasilkan protoderma di sebelah luar dan akan berdiferensiasi menjadi epidermis. Sel pada bagian sebelah dalam akan membentuk meristem dasar, sistem prokambium, serta hipokotil. Selanjutnya, adalah embrio tahap globular, yang mengalami pendataran pada bagian apeks. Kemudian, embrio akan melakukan pembelahan berkali-kali, membentuk stadium hati, torpedo, dan kotiledon secara berurutan. Pembentukan kotiledon (keping biji) akan mengubah simetri embrio yang pada mulanya mempunyai simetri radial menjadi bilateral. Setelah terjadi proses pembentukan keping biji atau kotiledon, maka pada embrio dapat dibedakan adanya bakal epidermis atau protoderm. Suspensor akan membantu embrio masuk ke bagian dalam endosperm supaya mendapatkan makanan. Embrio tahap kotiledon tumbuh dengan melengkung didalam biji, dan suspensor akan mengecil. Vakuolasi sel-sel di daerah tertentu menunjukkan adanya pembentukan meristem dasar. Jaringan yang belum mengalami vakuolasi, yaitu daerah hipokotil, bakal akar, maupun kotiledon akan menghasilkan prokambium.

    Pada tumbuhan dikotil, kedua keping biji membentuk huruf U dengan titik tumbuh vegetatif, atau meristem apeks pucuk, berada di tengahnya. Sementara, pada tumbuhan monokotil hanya terdapat satu kotiledon (keping biji) pada ujung embrio titik tumbuh vegetatif terdapat di sampingnya. Keping biji yang tunggal tersebut tidak tanggal (mengalami reduksi atau rudimenter), akan tetapi berlaku sebagai haustorium yang dapat menghasilkan enzim-enzim yang berfungsi untuk melarutkan zat-zat cadangan makanan dalam endosperm untuk kemudian digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan kecambah.


V. KESIMPULAN

    Kesuksesan proses polinasi salah satunya dipengaruhi oleh peranan penting dari polinatornya. Polinator pada tumbuhan berbunga dapat berbeda-beda sesuai struktur dan karakteristik bunganya. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, yakni pengamatan pada struktur bunga Euphorbia milii, Helianthus annuus (bunga matahari), Canna sp. dan Vallisneria spiralis serta perkiraan polinatornya, telah diketahui bahwa bunga pada tumbuhan Euphorbia milii dan Helianthus annuus (bunga matahari), memiliki tipe polinator berupa entomofili sebab polinatornya berupa hewan serangga. Sementara, tumbuhan Canna sp. memiliki tipe polinator berupa ornitofili sebab polinatornya berupa burung kolibri. Sedangkan, tumbuhan Vallisneria spiralis memiliki tipe polinator berupa hidrofili sebab polinatornya berupa air. Sehingga polinator pada Euphorbia milii, Helianthus annuus (bunga matahari), Canna sp. berupa agen biotik, dan polinator pada Vallisneria spiralis berupa agen abiotik.

    Proses pembuahan ganda pada tumbuhan Angiospermae menghasilkan zigot, dengan perkembangan zigot menjadi embrio yang berlangsung dalam proses embriogenesis. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan mengamati perkembangan embriogenesis pada tumbuhan dikotil dengan sampel berupa Capsella bursa-pastoris, telah diketahui rangkaian stadium embriogenesis dengan urutan yang khas. Rangkaian stadium embriogenesis pada Capsella bursa-pastoris secara berurutan adalah zigot, stadium 2 sel, stadium kuadran (4 sel), stadium oktan (8 sel), stadium globular, stadium hati, stadium torpedo dan stadium kotiledon.


Daftar Pustaka

Ashari, S. 1998. Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman. Jakarta: Rineka Cipta.
Bhojwani, S.S. and W.Y. Soh. (2001). Current Trends in the Embryology of Angiosperm. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Elisa. 2004. Biologi Reproduksi Tanaman Buah-Buahan Komersial. Malang Jawa Timur: Bayu Media.
Iriawati; Suradinata, Tatang; Faisal, Ahmad. (2016). Praktikum Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Iriawati; Suradinata, Tatang; Wardhini, Trimurti. (2014). Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Jany, E., Nelles, H. and Goring, D. 2019. The Molecular and Cellular Regulation of Brassicaceae Self-Incompatibility and Self-Pollen Rejection. International Review of Cell and Molecular Biology. 1-35.
Johri, B. M. (1984). Embryology of Angiosperm. New York: McGraw Hill Books Company.
Kimball, John W., 1988. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 2. Alih Bahasa: Siti Soetarmi Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.
Mitchell, R., Irwin, R., Flanagan, R. and Karron, J. (2009). Ecology and evolution of plant-pollinator interactions. Annals of Botany. 103(9):1355-1363.
Moertolo, A., Sulasmi, E., S., dan Sunami. 2018. Tumbuhan Berbiji Tertutup. Malang: Universitas Negeri Malang.
Ottaviano E., Mulcahy D. L. (1989). “Genetics of angiosperm pollen”. Advances in Genetics. 26(1):1–65.
Raghavan, V. (2000). Developmental Biology of Flowering Plants. New York: Springer-Verlag.
Wijayanti, S., Kartikasari, A., D., dan Kusfitasari, A. 2015. Perkembangan Embrio dan Biji. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

2022-02-27

EMBRIOLOGI TUMBUHAN - MODIFIKASI STRUKTUR BUNGA

 

🐏🎀🍀 LAPORAN PRAKTIKUM :
MODIFIKASI STRUKTUR BUNGA

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

     Bunga adalah bentuk dari organ reproduktif pada tumbuhan Magnoliophyta, yang memiliki peranan penting untuk mengidentifikasi tumbuhan sebab bunga pada umumnya memiliki karakter yang konsisten sehingga dapat dipergunakan untuk menunjukkan tingkatan takson tertentu dari suatu tumbuhan (suku, marga, atau jenis). Hal tersebut disebabkan oleh karakter bunga yang sangat dipengaruhi atau dikendalikan secara genetik dan biasanya tidak terpengaruh oleh perubahan lingkungan. Bunga dianggap sebagai hasil dari modifikasi batang dengan bentuk ruas yang pendek dan pada bagian bukunya memegang struktur daun yang mungkin sangat termodifikasi. Maka disimpulkan, bunga terbentuk pada pucuk yang sangat termodifikasi dengan bagian meristem apeks yang pertumbuhannya terbatas atau bahkan tidak tumbuh lagi ("determinate''). Bunga tumbuh dari bagian yang disebut dengan apeks batang, yaitu suatu tempat yang dinamakan reseptakel atau dasar bunga. Suatu bunga dapat pula tumbuh secara langsung dari bagian sumbu batang atau rakhis (dinamakan bunga sesil), atau bunga tumbuh di ujung tangkai bunga. Apabila hanya terdapat satu bunga yang dihasilkan maka tangkai pemegangnya dinamakan pedunkulus, sedangkan jika pada pedunkulus terdapat lebih dari satu bunga, maka masing-masing cabang yang membawa bunga dinamakan pediselus.

    Pada umumnya, bunga terdiri atas bagian-bagian yang tumbuh dalam empat seri lingkaran yang tumbuh dari bagian reseptakel, yakni; (1) kaliks yang merupakan bagian yang tersusun atas beberapa sepal, (2) korola yang merupakan sekumpulan sepal, (3) andresium yang merupakan kumpulan atau satu stamen, dan (4) ginesium yang merupakan kumpulan atau satu pistilum.

    Struktur pada bunga menunjukkan adanya suatu bentuk adaptasi yang diperlukan untuk memikat polinator maupun menunjang keberhasilan proses polinasi pada bunga. Di lingkungan sekitar dapat ditemukan berbagai macam bunga dengan struktur kompleks yang telah beradaptasi untuk satu jenis polinator tertentu sehingga struktur bunga menjadi sangat terspesialisasi. Spesialisasi ini menguntungkan bagi bunga dan hewan penyerbuk, sebab hewan tersebut mendapatkan makanan berupa nektar maupun polen.

2. Tujuan

a. Mengamati dan membandingkan bunga dari tumbuhan suku Asteraceae, Poaceae, Euphorbiaceae, dan Orchidaceae.


II. TINJAUAN PUSTAKA

    Bunga mempunyai bagian-bagian yang akan menghasilkan buah yang didalamnya akan terdapat biji apabila terjadi penyerbukan dan pembuahan. Bunga adalah bentuk modifikasi dari batang dan daun. Pada umumnya bunga memiliki sifat-sifat yang menarik. Bagian-bagian penyusun bunga pada setiap bunga dapat berbeda dan dapat pula sama. Ada bunga yang mempunyai bagian yang lengkap dan ada bunga yang tidak mempunyai salah satu atau salah dua dari bagian tersebut. Bunga disebut bunga sejati atau bunga lengkap apabila memiliki kelopak, mahkota, putik dan benang sari (Widya, 2012).

    Tumbuhan yang hanya menghasilkan satu bunga saja disebut dengan bunga tunggal sementara bunga yang menghasilkan bunga banyak disebut dengan bunga banyak. Apabila tumbuhan hanya memiliki satu bunga saja, biasanya bunga tersebut berada di ujung batang, sedangkan jika bunganya banyak, sebagian bunga-bunga tadi terdapat dalam ketiak-ketiak daun dan sebagian pada ujung batang atau cabang-cabang. Jadi menurut letaknya, bunga berlokasi pada ketiak daun dan juga ujung batang (Tjirosoepomo, 2003).

    Apabila dilihat dari segi simetri bunga, maka bunga dapat dibedakan menjadi bunga aktinomorf yaitu yang mempunyai banyak bidang bagi (radial simetri), dan bunga zigomorf yaitu hanya mempunyai satu bidang bagi (bilateral simetri). Berdasarkan posisi relatif ovarium terhadap perhiasan bunganya, maka bunga dapat dibagi bunga hipoginus, periginus, dan epiginus.

    Kompleksitas struktur pada bunga merupakan hasil adaptasi terhadap alam sekitar. Pada beberapa tumbuhan dapat dijumpai perbungaan yang bentuknya menyerupai satu bunga dinamakan pseudanthium atau bunga tunggal palsu. Tipe bunga ini misalnya ditemukan pada seluruh bunga dari suku Asteraceae dan sebagian bunga dari suku Euphorbiaceae, terutama pada genus Euphorbia. Bunga dari suku Orchidaceae memiliki kekhasan yang sukar dijumpai pada bunga tumbuhan lainnya, yakni dengan terputarnya bunga saat perkembangan, terjadi penggabungan stamen dan pistilum, dan terdapat polinia.


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

a. Mikroskop bedah atau kata pembesar.
b. Silet atau cutter.
c. Pinset
d. Jarum jara
e. Beberapa macam dan bunga Suku Asteraceae; Euphorbiaceae, Orchidaceae dan Poaceae.

2. Tahapan Kerja

a. Perbungaan pada tumbuhan Euphorbiaceae diamati, kemudian morfologi dan perburgaannya digambar.
b. Bagian dari bunga jantan dan bunga betina dari penampang melintang, diamati dan digambar.
c. Pseudanthium pada bunga Euphorbiaceae dibandingkan dengan milik bunga Asteraceae.
d. Bunga dari Suku Orchidaceae diamati, kemudian morfologi bunga tersebut digambarkan.
e. Bagian dari ginandria dan polinia, serta penampang memanjang dari bunga Orchidaceae diamati dan digambar.
f. Perbungaan pada tumbuhan Asteraceae diamati, juga dari bagian penampang melintang, kemudian digambar morfologinya.
g. Bagian floret dan spikelet pada bunga dari suku Poaceae diamati, kemudian digambar.
h. Identifikasi bagian-bagian yang telah digambar dengan baik.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Bunga PSYCHESOUPE

Bunga II PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum modifikasi bunga bertujuan untuk mempelajari struktur bunga yang telah mengalami modifikasi pada bunga dari suku Asteraceae, Poaceae, Euphorbiaceae, dan Orchidaceae. Bahan yang digunakan adalah bunga matahari (Helianthus annuus), bunga padi (Oryza sativa), bunga euphorbia (Euphorbia Corollata), dan anggrek.

    Asteraceae atau Compositae merupakan suku tumbuhan dari bunga matahari (Helianthus annuus), krisan (Chrysanthemum sp.), dan lain-lain. Tumbuhan Asteraceae memiliki bentuk modifikasi bunga yang khas, yaitu penampilan bunga yang menyerupai bunga tunggal yang aslinya adalah perbungaan. Oleh karena itu, bunga Asteraceae kerap disebut sebagai pseudantium (pseudo-palsu; anthium-bunga tunggal). Berdasarkan letak atau posisinya dalam perbungaan, maka perbungaan Asteraceae dapat dibedakan menjadi bunga tabung, yang mahkota bunganya (petal) bersatu membentuk tabung, dan bunga pita yang menunjukkan struktur mahkota bunga yang menyerupai hanya satu petal. Selain itu juga terdapat bunga berbibir dua atau 'bilabiate'. Berdasarkan kedua karakter tersebut, maka pada Asteraceae dapat ditemukan empat variasi tipe perbungaan, yakni: (1) Bunga tepi berbentuk bunga pita dan bunga tengah berbentuk tabung, misalnya pada H. annuus, Tithonia diversifolia, dan Aster novi-belgi; (2) Bunga tepi dan bunga tengah hanya tersusun atas bunga tabung, misalnya pada Ageratum conyzoides, dan Crassocephalum crepidioides; (3) Bunga tepi dan bunga tengah berupa bunga tabung, misalnya pada tempuyung (Sonchus arvensis) dan Taraxacum officinale; (4) Bunga tepi dan bunga tengah berupa bunga berbibir dua ("bilabiate"), misalnya pada Gerbera.

    Tumbuhan rumput-rumputan atau Poaceae mempunyai bentuk bunga yang sangat termodifikasi apabila dibandingkan dengan bunga-bunga lainnya. Satu bunga pada perbungaan Poaceae ini disebut floret, yang dilindungi oleh sepasang braktea yang dinamakan lemma dan palea. Sekelompok floret akan membentuk spikelet. Pada bagian basal/dasar dari spikelet biasanya akan ditemukan sepasang gluma. Sekelompok spikelet kemudian akan membentuk perbungaan yang memiliki banyak variasi tergantung dari jenis tumbuhannya.

    Tumbuhan Euphorbiaceae yang utamanya dari marga/ genus Euphorbia juga memiliki pseudanthium, seperti tumbuhan Asteraceae. Namun, pseudanthium pada Euphorbiaceae dinamakan cyathium. Cyathium adalah suatu perbungaan yang tersusun dari sebuah bunga betina yang dikeliling oleh sejumlah bunga jantan. Bunga betina hanya terdiri atas satu ovarium yang letaknya berada di ujung pediselus. Perbungaan ini dilingkupi oleh sekelompok braktea berbentuk cawan yang dinamakan involukrum. Pada perbungaan cyathium dapat ditemukan kelenjar nektar yang berwarna cukup mencolok di bagian luar perbungaannya.

    Anggrek atau tumbuhan Orchidaceae dan sekerabatnya mempunyai karakter bunga yang sangat khas. Bunga anggrek biasanya dalam bentuk perbungaan. Selama perkembangan bunga, tangkai bunga akan terputar 180°, yang menyebabkan bunga anggrek dewasa akan menghadap ke bawah dan bakal buah atau ovariumnya resupinat (terputar). Perhiasan bunga terdiri atas tiga sepal (pada lingkaran luar) dan tiga petal (pada lingkaran dalam). Keseluruhan sepal dan dua petal pada posisi lateral umumnya mempelajari struktur dan warna yang mirip. Sementara satu petal membentuk struktur yang sangat berbeda dari kedua petal lainnya, memiliki warna yang lain, serta berukuran lebih besar dinamakan dengan labelum. Labelum seringkali digunakan sebagai landasan bagi polinator, atau berfungsi sebagai penarik polinator yang datang oleh sebab warna bunga yang mencolok atau karena bentuknya yang menyerupai hewan pasangannya. Petal juga dapat mempunyai bentuk yang seperti antena atau sayap atau bunga mengeluarkan bau seperti bau bunga betina. Bunga anggrek mempunyai stamen dan pistilum yang bersatu dinamakan kolumna atau ginandria, yang terletak berseberangan dengan labelum. Sedangkan, polen pada tumbuhan ini bersatu membentuk polinia.


V. KESIMPULAN

    Bunga sesungguhnya adalah hasil dari modifikasi batang. Struktur bunga pun bermodifikasi untuk menunjang proses penyerbukan dan beberapa bunga memiliki bentuk yang terspesialisasi oleh karenanya. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, ada beberapa sampel yang diidentifikasi mengalami modifikasi bunga. Diketahui perbungaan pada tumbuhan suku Asteraceae yaitu bunga matahari memiliki bunga tipe pseudanthium yang merupakan bunga majemuk menyerupai bunga tunggal. Lalu, ada pula bunga pada tumbuhan Poaceae yaitu tanaman padi yang memiliki perbungaan bernama floret, yang mana sekelompok floret tersebut akan membentuk spikelet. Selain itu, pada tumbuhan Euphorbiaceae terutama dari genus Euphorbia memiliki perbungaan pseudanthium yang disebut dengan cyathium yaitu perbungaan dengan bunga jantan yang mengelilingi bunga betina. Sementara pada tumbuhan Orchidaceae atau anggrek memiliki satu petal yang berstruktur beda dengan lainnya dan dinamakan dengan labelum. Stamen dan pistilum dari anggrek bersatu dan membentuk polinia.


Daftar Pustaka

Bracegirdle, B. and P. H. Miles. (1971). An Atlas of Plant Structure. Vol. 1. London: Heinemann Educational Books.

Fahn, A. (1990). Plant Anatomy. 4th edition. Oxford: Pergamon Press.

Iriawati; Suradinata, Tatang; Faisal, Ahmad. (2016). Praktikum Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Iriawati; Suradinata, Tatang; Wardhini, Trimurti. (2014). Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Tjirosoepomo, Gembong. (2003). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Widya. (2012). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

 

2022-02-26

EMBRIOLOGI TUMBUHAN - BIJI

 

🐏🎀🍀 LAPORAN PRAKTIKUM :
BIJI

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Biji merupakan perkembangan dari bakal biji (ovulum). Biji dewasa memiliki beberapa bagian, diantaranya adalah: (1) kulit biji atau testa yang berkembang dari satu atau dua integumen, (2) endosperm merupakan jaringan penyimpan cadangan makanan sementara beberapa tumbuhan, seperti misalnya padi, jagung, dan jarak, jaringan endosperm berkembang dengan baik dan tumbuh membesar hingga biji dewasa, dan (3) embrio yaitu merupakan sporofit muda yang dapat berkembang.

    Biji adalah lokasi awal dari perkembangan sporofit baru yaitu embrio, sehingga biji berperan penting untuk kontinuitas generasi pada tumbuhan berbiji. Bakal biji (ovulum) pada tumbuhan Angiospermae akan berkembang menjadi biji apabila terjadi pembuahan ganda. Pada biji yang masak, embrio dilindungi oleh kulit biji yang mengelilinginya serta disokong oleh zat atau nutrisi cadangan yang telah tersimpan. Biji, terutama yang berasal dari tumbuhan suku Poaceae dan Fabaceae telah dimanfaatkan sebagai sumber makanan bagi manusia dan hewan. Cadangan makanan yang terkandung dalam biji terutama yang terdapat dalam endosperm atau perisperm, menyokong perkembangan sporofit ketika muncul dari biji sampai mulai aktif berfotosintesis.

    Pembuahan ganda merupakan penyebab adanya pembentukan zigot yang kemudian terjadi perkembangan sehingga terbentuk biji. Pertumbuhan dan diferensiasi bakal biji, kantung embrio, endosperm dan embrio, berlangsung dengan suatu urutan stadium yang saling berhubungan dan mengikuti urutan yang khas. Berdasarkan tipe jaringan penyimpan cadangan makanannya, biji tumbuhan dapat dibedakan menjadi: (1) biji albuminus, bila cadangan makanan disimpan dalam jaringan endosperm atau perisperm, dan (2) biji eksalbuminus, bila biji tidak memiliki endosperm atau hanya mengandung sedikit sekali.

2. Tujuan

a. Mempelajari bagian-bagian dari biji.


II. TINJAUAN PUSTAKA

    Serealia juga diketahui sebagai sereal atau biji-bijian (bahasa Inggris: cereal) merupakan sekelompok tanaman yang ditanam untuk dipanen biji atau bulirnya sebagai sumber karbohidrat/pati ( Sarwono, B. 2005 ).

    Kacang-kacangan adalah salah satu bahan makanan sumber protein dengan nilai gizi yang tinggi, vitamin B, mineral, serta serat. Nilai dan mutu gizi dari perkacangan tersebut menjadi lebih baik apabila dikecambahkan. Selama pengecambahan komponen antigizi akan menurun dan setelah pengecambahan terbentuk komponen fitokimia dan antioksidan alami yang berperan untuk kesehatan ( Muchtadi, 1992). 

    Biji adalah organ tumbuhan hasil perkembangan dari ovulum (bakal biji) setelah terjadinya fertilisasi. Di dalam biji terdapat embrio, yang merupakan cikal bakal tumbuhan baru, serta jaringan penyimpan cadangan makanan, yaitu endosperm. Pada umumnya biji dilingkupi oleh satu atau dua lapisan kulit biji atau testa.

    Bersamaan dengan perkembangan embrio dan endosperm, bakal biji pun juga berkembang menjadi biji. Proses perkembangan tersebut diiringi dengan berbagai perubahan pada jaringan yang ada di sekitarnya. Integumen umumnya akan berkembang menjadi kulit biji (testa). Pada permukaan biji tumbuhan tertentu kita akan dapat menemukan suatu struktur yang disebut arilus. Arilus dapat dibedakan menjadi dua, yaitu arilus sejati (jaringan yang terbentuk sebab terjadi pertumbuhan pada bagian distal funikulus dekat biji) dan ariloid (tonjolan yang terbentuk sebab adanya aktivitas pertumbuhan jaringan lain selain funikulus). Ariloid dapat dibedakan menjadi strofiola, jika terbentuk dari pertumbuhan pada rafe, dan karunkula, merupakan ariloid oleh sebab terjadinya pertumbuhan jaringan di bagian mikropil.


II. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

a. Silet atau cutter
b. Pinset
c. Biji kacang merah (Phaseolus vulgaris)
d. Biji jarak (Ricinus communis)
e. Biji jagung (Zea mays)
f. Mikroskop atau kaca pembesar

2. Tahapan Kerja

a. Pada bagian biji kacang merah, rafe, hilum dan mikropil di identifikasi.
b. kemudian identifikasi bagian kulit biji, kotledon, taruk (shoot) dan radikula pada sayatan memanjang
dari biji kacang merah.
c. Pada bagian luar biji jarak, rafe, karunkula dan mikropil di identifikasi.
d. Kemudian identifikasi bagian kulit biji, endosperm, kotiledon, apeks pucuk dan radikula pada sayatan memanjang dan biji jarak.
e. Bagian-bagian pada penampang melintang dari biji jagung, dipelajari serta identifikasi bagian tersebut pada preparat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Biji PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum biji bertujuan untuk mengetahui mempelajari struktur dari bagian-bagian berbagai sampel biji. Bahan yang digunakan adalah biji kacang merah (Phaseolus vulgaris), biji jarak (Ricinus communis), dan biji jagung (Zea mays).

    Buah pada kacang merah merupakan polong, yang di dalamnya terdapat biji. Sifat-sifat luar dari biji kacang merah akan lebih jelas setelah direndam dalam air. Beberapa bagian yang tampak dari biji tersebut adalah hilum, mikropil, dan rafe. Hilum merupakan bagian bekas tempat pelekatan tangkai biji (funikulus) pada biji. Mikropil merupakan lubang kecil pada kulit biji yang seperti pori kecil pada bakal biji, dan merupakan tempat masuknya tabung pollen. Apabila biji berkecambah, pori tersebut berfungsi sebagai tempat keluarnya radikula pertama kali. Rafe merupakan tonjolan pada tepi hilum yang berlawanan dengan mikropil. Pada biji kacang merah tidak terdapat endosperm, maka jika kulit bijinya dilepaskan seluruh struktur yang terlihat adalah embrio. Bagian-bagian dari embrio antara lain adalah: (1) taruk (shoot) yang terdiri dari dua kotiledon, yakni sumbu yang pendek di bawah kotiledon (hipokotil) dan sumbu yang pendek di atas kotiledon (epikotil), yang mana terdapat beberapa helai daun kecil dan ujung taruk, dan (2) akar atau radikula.

    Pada biji jarak memiliki bagian-bagian berupa: (1) karunkula, yang merupakan struktur seperti spons, dan merupakan penonjolan kulit biji luar, (2) hilum, (3) mikropil yang tertutup oleh karunkula, dan (4) rafe yang terdapat sepanjang biji. Di daerah kalaza pada biji jarak terdapat penonjolan pada ujung biji yang berlawanan dengan karunkula. Endosperm pada biji jarak bersifat m padat dan menutupi embrio. Bagian taruk (shoot) dari embrio terdiri atas: (1) dua kotiledon tipis yang mana tampak jaringan pembuluh kecil, (2) hipokotil yang sangat pendek yaitu sumbu batang di bawah kotiledon, (3) epikotil yang kecil yaitu sumbu batang di atas kotiledon dan bagian akar dari sumbu embrio terdiri dari radikula yang kecil.

    Biji jagung sesungguhnya merupakan buah kariopsis. Kariopsis merupakan buah berbiji satu yang bersifat kering, dan tidak memecah (indehiscent) dengan kulit buah (perikarp = dinding ovarium) sangat melekat pada biji. Bagian dari kulit buah dan kulit biji melekat sangat erat satu sama lain, pun dengan jaringan yang lain dari biji sehingga tidak mungkin dapat dipisahkan. Bagian terbesar dari buah jagung adalah endosperm, yang disusun oleh lapisan terluar (satu deretan sel-sel lapisan aleuron) dan endosperm, yang banyak mengandung pati. Sel-sel pada lapisan aleuron memiliki kandungan protein dan lemak, namun hanya mengandung sedikit pati atau tidak ada pati. Embrio jagung memiliki satu sumbu dengan apeks batang dan apeks akar. Apeks batang dan beberapa daun rudimenter dilingkupi oleh suatu seludang yang disebut koleoptil, sedangkan bagian akar rudimenter (radikula) dikelilingi oleh suatu seludang yang dinamakan koleorhiza. Pada bagian transisi di antara taruk dan akar terdapat daerah menyerupai batang yang pendek. Skutelum merupakan kotiledon tunggal yang adalah bagian yang ukurannya relatif paling besar pada embrio jagung, memiliki struktur berbentuk perisai, serta terletak berdampingan dengan endosperm. Apabila biji berkecambah, maka skutelum berperan seperti haustorium (akar isap) yang akan masuk ke bagian dalam endosperm kemudian mendistribusikan nutrisi ke bagian-bagian embrio yang sedang tumbuh.


V. KESIMPULAN

    Biji merupakan perkembangan dari bakal biji (ovulum). Berdasarkan praktikum yang dilakukan, yakni pengamatan struktur pada beberapa sampel biji, berupa biji kacang merah (Phaseolus vulgaris), biji jarak (Ricinus communis), dan biji jagung (Zea mays), telah diketahui bahwa tidak semua biji memiliki struktur yang sama. Dapat dibedakan menjadi biji yang mempunyai endosperm atau tidak. Pada biji jarak dan biji jagung terdapat kehadiran endosperm, sehingga termasuk ke dalam biji albuminus. Sementara, pada biji kacang merah tidak terdapat endosperm, sehingga termasuk dalam golongan biji eksalbuminus. Warna testa pada masing-masing sampel biji sangat berbeda, yakni biji kacang merah dengan testa merah, biji jarak dengan testa corak-corak hitam, dan biji jagung dengan testa yang menyatu dengan perikarp berwarna kekuningan. Bagian khas dari biji kacang merah yang merupakan polong adalah terdapatnya bagian taruk (shoot) berupa helai daun kecil dan mikropil berupa lubang kecil. Bagian khas dari biji jarak adalah terdapatnya karunkula dan endosperm yang tipis seperti lembaran. Sedangkan bagian khas dari biji jagung adalah terdapatnya testa yang menyatu dengan perikarp, skutelum dan koleorhiza. Bagian pada biji jagung sulit dipisahkan dan diamati, sehingga pengamatan lebih baik dilakukan dengan bantuan mikroskop.


Daftar Pustaka

Bhojwani, S.S. and W.Y. Soh. (2001). Current Trends in the Embryology of Angiosperm. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.

Campbell, N.A., J.B. Reece, M.R. Taylor & E.J. Simon. (2005). Biology-Concept and Connections. San Francisco: Pearson Benyamin Cumming.

Cheung, A.Y. (1996). Pollen-Pistil Interactions during Pollen-Tube Growth. Trends Plant Sci. 1: 45-51.

George, E.F, and Hall, M.A. (2008). Plant Propagation by Tissue Culture. Dordrecht: Springer Verlag.

Iriawati; Suradinata, Tatang; Faisal, Ahmad. (2016). Praktikum Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Iriawati; Suradinata, Tatang; Wardhini, Trimurti. (2014). Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Johri, B. M. (1984). Embryology of Angiosperm. New York: McGraw Hill Books Company.

Muchtadi, 2004. Ilmu Pengetahuan Bahan PanganPangan Dan Gizi. Bogor:  Institut Pertanian  Bogor.

Sarwono, B. 2005. Tanaman hortikultura. Penebar Swadaya: Jakarta.

 

2022-02-25

FISIOLOGI TUMBUHAN - PEMATANGAN BUAH DENGAN ETRIL

 

🍑✒️✨ LAPORAN PRAKTIKUM :
PEMATANGAN BUAH

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Etilen adalah fitohormon yang berupa senyawa karbon sederhana yang tidak jenuh, dengan rumus kimia CH2=CH2. Dalam keadaan normal etilen akan berbentuk gas. Gas etilen dibentuk dari hasil pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa yang kaya akan ikatan karbon, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam. Gas etilen akan dilepaskan oleh tanaman ke udara. Etilen diproduksi oleh seluruh tumbuhan tingkat tinggi, seperti daun, batang, akar, bunga, buah, tuber dan seedling. Buah merupakan sumber utama etilen.

    Bahan dasar etilen adalah metionin, yang kemudian akan diubah menjadi etilen dalam suatu sistem yang terdiri dari Cu++ dan asam askorbat. Kemudian atom  1 dari metionin akan diubah menjadi CO2, sedangkan atom C2 menjadi asam formik dan atom C3-C4 menjadi etilen. Kunci dari biosintesis etilen adalah adanya (1-aminosikloropropan 1-asam karboksilat) ACC sintetase. Sintesis ACC bertambah dengan adanya auksin, khususnya IAA dan sitokinin. Akan tetapi, ACC sintetase dihambat oleh adanya ABA.

2. Tujuan

a. Menentukan besarnya konsentrasi etilen dalam memacu pematangan buah.
b. Membandingkan kecepatan pematangan dua macam buah dengan perlakuan etril.

II. TINJAUAN PUSTAKA

   Morgan dan Hall menyatakan bahwa konsentrasi auksin yang tinggi akan mempengaruhi pembentukan etilen. Sedangkan adanya inhibitor RNA atau sintesis protein akan dapat menghalangi pembentukan etilen. Dengan demikian auksin yang mempunyai konsentrasi rendah akan merangsang pembentukan etilen tanpa sintesis protein, sedangkan yang memiliki konsentrasi tinggi dapat merangsang pembentukan etilen melalui induksi sintesis RNA dan protein.

    Guttenberg dan Steinmetz berpendapat bahwa etilen mampu menghilangkan aktivitas auksin sebab etilen dapat merusak polaritas sel dan transpor. Akibatnya, auksin menyebar secara lateral keluar dari floem sehingga setelah pemberian etilen pada suatu bagian tumbuhan, kadar auksin pada suatu tempat tinggi dan pada tempat yang lain kadarnya rendah.

    Perubahan fisiologi yang terjadi selama proses pematangan merupakan akibar terjadinya proses klimaterik dalam respirasi (𝘳𝘦𝘴𝘱𝘪𝘳𝘢𝘵𝘰𝘳𝘺 𝘤𝘭𝘪𝘮𝘢𝘵𝘦𝘳𝘪𝘤). Diduga dalam proses pematangan buah, etilen mempengaruhi respirasi klimaterik melalui 2 cara, yaitu; (1) Etilen mempengaruhi permeabilitas membran sehingga permeabilitas sel menjadi besar. Hal tersebut mengakibatkan pelunakan buah dan bercampurnya metabolit dengan enzim sehingga metabolisme respirasi dipercepat. (2) Selama klimaterik kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang sintesis protein pada saat tersebut. Protein yang dibentuk ini terlibat dalam proses pematangan dan pada proses klimaterik terjadi peningkatan enzim respirasi.

    Berbagai proses fisiologis dalam tumbuhan, etilen memukuju peranan penting, antara lain (1) mendukung respirasi klimaterik dan pematangan buah, (2) mendukung epinasti, (3) menghambat perpanjangan batang dan akar, (4) memacu perbungaan, (5) mempercepat proses absisi/pengguguran.


III. ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA

1. Alat

a. Batang pengaduk
b. Gelas ukur
c. Gelas piala
d. Kertas koran
e. Karet
f. Wadah

2. Bahan

a. Aquades
b. Etril
c. Pisang kepok
d. Mangga

3. Cara kerja

a. Satu sisir pisang kepok dan buah mangga yang telah matang fisiologi (kulit masih berwarna hijau) disiapkan.
b. Larutan etril dengan konsentrasi 500, 700 dan 900 masing-masing sebanyak 2000 ml disiapkan.
c. Sebanyak 2 buah pisang dan sebuah mangga dicelupkan pada wadah berisi larutan etril konsentrasi 500 ppm selama 2 menit, ulangi perlakuan yang sama dengan menggunakan larutan etril konsentrasi lainnya.
d. Kemudian buah ditiriskan dan dikeringkan.
e. Sebanyak 2 buah pisang dan sebuah mangga yang tidak diberi perlakuan disiapkan.
f. Buah-buah tersebut dibungkus yang rapi dengan koran lalu diikat dengan karet dan diberi label sesuai perlakuan (misal: dengan 500 ppm, 700 ppm atau tanpa perlakuan).
g. Buah-buah yang telah dibungkus tersebut diletakkan pada tempat penyimpanan.
h. Perubahan pada buah diamati setiap hari pada jam yang sama pada saat praktikum dilakukan.
i. Perubahan yang terjadi meliputi warna, tingkat kekerasan atau lunak, dan aroma dari buah-buah tersebut dicatat.
j. Kecepatan pemacuan etril pada pematangan buah di perhatikan.

(saya tidak betul-betul menyelesaikan tahapan praktikum ini, jadi hasil dan pembahasan serta kesimpulan dibawah ini saya buat dengan permisalan / sebagai contoh saja.) 💌📮🐻


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil pengamatan

Pematangan Buah PSYCHESOUPE

Pematangan Buah II PSYCHESOUPE

    Perubahan aroma semakin tinggi maka semakin menyengat. Perubahan tekstur semakin tinggi maka semakin lunak. Perubahan warna semakin tinggi maka apabila dari hijau maka menjadi kekuningan kemudian menjadi kecoklatan.

2. Pembahasan

    Praktikum pematangan buah bertujuan untuk mengetahui apakah perbedaan perlakuan akan mempengaruhi aroma, tekstur dan warna yang seiring dengan laju pemasakan buah pisang dan mangga.

    Pada praktikum pematangan buah, mulanya buah yang telah dipersiapkan akan dicelupkan terlebih dahulu kedalam larutan etril konsentrasi tertentu selama dua menit. Kemudian juga gunakan buah lain untuk larutan etril pada konsentrasi lainnya sebagai perlakuan yang berbeda. Setelah tahap tersebut dirampungkan maka buah-buah akan dimasukkan kedalam penyimpanan. Sambil setiap harinya di periksa dan diamati perubahan dari aroma, tekstur maupun warna dari buah-buah tersebut.

    Selama 5 hari penyimpanan buah pisang dan mangga diamati dan ditemukan perbedaan yang disebabkan oleh adanya kontrol larutan etril dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Misalnya perubahan aroma buah pisang dan mangga dengan konsenterasi 0 ppm rata-rata adalah rendah sampai sedang; konsentrasi 500 ppm rendah sampai sedang; konsentrasi 700 ppm perubahan tekstur adalah rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi; konsentrasi 900 ppm perubahan tekstur yang terjadi dari rendah, sedang dan sangat tinggi. Kemudian ada perubahan tekstur buah pisang dan mangga dengan konsenterasi 0 ppm rata-rata adalah rendah, tinggi sampai sangat tinggi; konsentrasi 500 ppm rendah, sedang, tinggi sampai sangat tinggi; konsentrasi 700 ppm perubahan tekstur adalah rendah, tinggi dan sangat tinggi; konsentrasi 900 ppm perubahan tekstur yang terjadi dari rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Sementara itu, perubahan warna buah pisang dan mangga dengan konsenterasi 0 ppm rata-rata adalah rendah sampai sedang; konsentrasi 500 ppm rendah sampai sedang; konsentrasi 700 ppm perubahan tekstur adalah rendah, sedang dan tinggi; konsentrasi 900 ppm perubahan tekstur yang terjadi dari rendah, sedang dan tinggi.


V. KESIMPULAN

    Berdasarkan praktikum pematangan buah dapat diketahui:
a. Perbedaan perlakuan akan menyebabkan laju pemasakan buah yang berbeda-beda.
b. Perlakuan dengan larutan etril akan mempengaruhi proses pemasakan atau pematangan buah, sehingga menjadi lebih cepat.
c. Pemasakan buah pada buah pisang dan mangga yang ditandai oleh adanya aroma, warna dan tekstur yang berubah akan lebih pesat jika dicelupkan ke dalam larutan etril dengan konsentrasi 900 ppm.
d. Proses pematangan buah pisang dan mangga memerlukan gas etilen. Untuk mempercepat proses tersebut dapat disiasati dengan memperbanyak jumlah konsentrasi gas etilen dari luar, yang mana bisa di dapatkan dari larutan etril. 

Daftar Pustaka

Anggorowati, Sulastri dan Triani Hardiyati. (2015). Fisiologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang: Universitas Terbuka.

Dwiati, Murni. (2010). Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Prawinata, W., S. Harran dan P. Tjondronegoro. (1981). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Bogor: Departemen Botani. Fakultas Pertanian IPB.

Sasmitamihardja, D. dan A.H. Siregar. (1990). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Fakultas MIPA. ITB.

Wattimena, G.A. (1988). Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: PAU Bioteknologi. IPB.

 

2022-02-24

FISIOLOGI TUMBUHAN - PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP ENZIM

 

🍑✒️✨ LAPORAN PRAKTIKUM :
PENGARUH LINGKUNGAN TERHADAP ENZIM

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Enzim adalah protein yang disusun dari dua bagian, yakni apoenzim dan koenzim. Apoenzim terdiri dari protein, tetapi koenzim mungkin terdiri dari bukan protein dan disebut dengan gugus prostetik. Gugus ini dapat berupa ion logam yang disebut kofaktor anorganik, misalnya Cu, Fe, Mn, Ca, dan K. Gugus prostetik dapat pula berupa senyawa anorganik, seperti misalnya NAD, NADP, FMN, FAD, COA, serta berbagai vitamin. Pada saat enzim bekerja, koenzim atau kofaktor memiliki peranan sebagai penerima atom yang ditambahkan atau dipisahkan dari substrat. Enzim diberi nama sesuai dengan substratnya dengan akhiran ase, dan atau berdasarkan jenis reaksi yang dikatalisnya, misalnya hidrolase, fosforilase, reduktase, karboksilase dan sebagainya.

2. Tujuan

a. Menyimpulkan bahwa enzim dipengaruhi oleh pH dan suhu.

II. TINJAUAN PUSTAKA

    Setiap enzim bertindak pada satu substrat tunggal atau kelompok senyawa sejenis yang memiliki gugusan fungsi yang identik serta dapat melakukan reaksi. Hal ini pun disesuaikan dengan sifat enzim, yaitu (1) enzim aktif dalam jumlah yang sangat sedikit, (2) enzim tidak terpengaruh oleh reaksi yang dikatalisisnya oleh sebab enzim adalah katalis murni, (3) enzim dapat mempercepat suatu reaksi namun tidak mempengaruhi keseimbangan reaksi, (4) katalis enzim bekerja sangat spesifik, dan (5) beberapa enzim dapat bekerja terhadap suatu substrat tertentu dan menghasilkan produk yang sama.

   Enzim berupa protein sehingga memiliki kepekaan terhadap pengaruh perubahan lingkungan, misalnya konsentrasi substrat, konsentrasi enzim, temperatur, pH dan zat penghambat.

   Perubahan pH pada lingkungan dapat menyebabkan terjadinya denaturasi enzim. Peristiwa rusaknya enzim karena pengaruh zat kimia disebut flokulasi dan hal ini dapat berakibat pada hilangnya aktivitas enzim. Molekul protein juga merupakan enzim, yang tersusun dari asam amino yang terangkai dalam ikatan peptida. Jika protein dihidrolisis menggunakan asam maka asam amino penyusunnya akan dibebaskan dari molekul protein.

    Temperatur yang tinggi mempunyai pengaruh terhadap enzim karena struktur molekul enzim sangat kompleks dengan sejumlah besar ikatan hidrogen yang lemah. Ikatan hidrogen tersebut akan terputus pada kondisi temperatur tinggi, sehingga menyebabkan struktur enzim berubah. Kemudian, enzim mengalami denaturasi sehingga tidak dapat berfungsi. Peristiwa rusaknya enzim karena pengaruh temperatur disebut koagulasi.


III. ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA

1. Alat

a. Tabung reaksi dan raknya
b. Termometer
c. Pipet
d. Penjepit
e. Lempeng pemanas listrik
f. 𝘚𝘵𝘰𝘱 𝘸𝘢𝘵𝘤𝘩
g. Gelas piala

2. Bahan

a. Telur
b. Air/aquades
c. Alkohol 95%

3. Cara kerja

a. Air dalam gelas piala dipanaskan sampai 100°C.
b. Putih telur sebanyak 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
c. Alkohol 95% ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang sama sebanyak 5 tetes.
d. Tabung reaksi di goyangkan agar putih telur dan alkohol 95% di dalamnya teraduk.
e. Gelembung-gelembung yang muncul diamati.
f. Aquades sebanyak 1 ml ditambahkan dan perubahan diamati dengan seksama. Perubahan yang terjadi di dokumentasikan.
g. Tabung reaksi yang telah diisi dengan putih telur kemudian dijepit dengan penjepit dan pelan-pelan dimasukkan ke dalam air yang mendidih sambil memasukkan termometer dalam tabung reaksi.
h. Dengan menggunakan 𝘴𝘵𝘰𝘱 𝘸𝘢𝘵𝘤𝘩, lama waktu reaksi  koagulasi pada putih telur hingga terlihat mencapai koagulasi sempurna (perubahan warna bening menjadi putih pada putih telur) di amati dan dicatat dan dengan menggunakan termometer, pada temperatur berapa saat koagulasi putih telur dimulai dan selesai, dicatat.

(saya tidak betul-betul menyelesaikan tahapan praktikum ini, jadi hasil dan pembahasan serta kesimpulan dibawah ini saya buat dengan permisalan / sebagai contoh saja.) 💌📮🐻


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil pengamatan

Koagulasi PSYCHESOUPE

Koagulasi II PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Pada praktikum pengaruh lingkungan terhadap enzim ini akan diamati pengaruh dari pH dan suhu terhadap enzim dengan bahan berupa putih telur.

    Pada praktikum pengaruh lingkungan terhadap enzim, mulanya sebanyak 5 ml putih telur dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian diberikan beberapa tetes alkohol 95% untuk diamati perubahannya, kemudian diberikan aquades sebanyak 1 ml lalu dikocok untuk diamati perubahan yang kedua. Sementara, tabung reaksi yang telah diisi dengan 5 ml putih telur dijepit dengan penjepit dan dimasukkan ke dalam air mendidih sambil diukur suhunya dengan termometer dan diamati saat-saat terjadinya koagulasi pada putih telur tersebut.

    Terbentuknya endapan pada saat perlakuan penambahan beberapa tetes alkohol 95% disebabkan oleh karena adanya penambahan alkohol dapat mengikat air dan mengakibatkan kelarutan protein dalam air menjadi berkurang dan endapan akan terbentuk. Hal ini dikarenakan adanya perubahan pH pada putih telur yang dapat menyebabkan terjadinya denaturasi enzim dan merupakan peristiwa rusaknya enzim yang diakibatkan oleh adanya pengaruh dari zat kimia yang disebut juga dengan istilah flokulasi. Protein (yang juga termasuk enzim) apabila di dihidrolisis menggunakan asam, hal ini dapat menyebabkan asam amino penyusunnya akan dibebaskan dari molekul protein tersebut.

    Proses koagulasi berdasarkan data hasil pengamatan adalah berlangsung selama 10 menit. Putih telur tersebut mulai mengalami koagulasi pada saat suhu 45° dan mengalami koagulasi sempurna pada saat suhu mencapai 60°. Temperatur yang tinggi pada memiliki pengaruh pada enzim oleh sebab struktur molekul enzim sangat kompleks dengan sejumlah besar ikatan hidrogen yang lemah. Apabila keadaan dalam temperatur yang tinggi, maka ikatan hidrogen tersebut akan terputus yang menyebabkan struktur enzim berubah. Kemudian enzim mengalami denaturasi sehingga tidak lagi dapat berfungsi seperti semula. Kerusakan enzim yang diakibatkan oleh karena adanya pengaruh temperatur disebut dengan koagulasi. 


V. KESIMPULAN

    Berdasarkan praktikum pengaruh lingkungan terhadap enzim telah diketahui:
a. Pengaruh lingkungan berupa pH yang pada titik tertentu dapat menyebabkan denaturasi enzim.
b. Pengaruh lingkungan berupa temperatur yang pada titik tertentu dapat menyebabkan denaturasi enzim.
c. Peristiwa rusaknya enzim yang diakibatkan oleh adanya pengaruh dari zat kimia (dalam percobaan diatas yakni berupa alkohol) yang disebut juga dengan istilah flokulasi.
d. Kerusakan enzim yang diakibatkan oleh karena adanya pengaruh temperatur disebut dengan koagulasi.
e. Putih telur yang direaksikan dengan beberapa tetes alkohol dan kemudian ditambahkan air sebanyak 1 ml akan menghasilkan endapan.
f. Putih telur yang direaksikan dengan proses pemanasan akan mengalami penggumpalan koagulasi.

Daftar Pustaka

Anggorowati, Sulastri dan Triani Hardiyati. (2015). Fisiologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang: Universitas Terbuka.

Darjatnya dan Arbayah. (1990). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Bandung: FMIPA, ITB.

Dwiati, Murni. (2010). Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Prawinata, W., S. Harran dan P. Tjondronegoro. (1981). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Bogor: Departemen Botani. Fakultas Pertanian IPB.

Sasmitamihardja, D. dan A.H. Siregar. (1990). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Fakultas MIPA. ITB.

Suseno, H. (1974). Metabolisme Dasar. Bogor: Departemen Botani, Fakultas Pertanian, IPB.

 

2022-02-23

FISIOLOGI TUMBUHAN - TRANSPIRASI PADA TUMBUHAN

 

🍑✒️✨ LAPORAN PRAKTIKUM :
TRANSPIRASI PADA TUMBUHAN


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Transpirasi merupakan proses hilangnya uap air dari permukaan tubuh tumbuhan yang diakibatkan oleh adanya penguapan (evaporasi). Transpirasi dari permukaan daun terutama berlangsung melalui stomata. Peristiwa ini lazim dikenal sebagai transpirasi stomatal. Selain itu, sebagian kecil uap air dapat juga hilang melalui kutikula (transpirasi lentikuler). Berbeda dengan evaporasi, uap air pada transpirasi tidak meninggalkan permukaan bebas, namun harus melewati epidermis atau stomata. Transpirasi ditentukan oleh faktor yang memengaruhi pembukaan stomata. Misalnya, kenaikan temperatur daun dapat memacu evaporasi, tetapi juga dapat menyebabkan menutupnya stomata sehingga transpirasi menjadi berkurang.

2. Tujuan

a. Mengukur laju kehilangan uap air pada daun Filisium.


II. TINJAUAN PUSTAKA

    Proses transpirasi dimulai dengan penguapan air oleh sel-sel mesofil ke rongga antarsel yang ada dalam daun. Rongga antarsel pada jaringan bunga karang merupakan rongga yang besar sehingga dapat menampung uap air dalam jumlah banyak. Penguapan air ke rongga antarsel akan terus berlangsung selama rongga antarsel belum jenuh dengan uap air. Sel-sel yang menguapkan airnya ke rongga antarsel, tentu akan mengalami kekurangan air sehingga potensial airnya menurun. Kekurangan ini akan diisi oleh air yang berasal dari xilem tulang daun, kemudian tulang daun akan menerima air dari batang dan batang menerima dari akar, dan seterusnya. Uap air yang terkumpul dalam rongga antarsel akan tetap berada dalam rongga antarsel tersebut, selama stomata dalam epidermis daun tidak membuka. Kalaupun ada uap air yang keluar menembus epidermis dan kutikula, jumlahnya hanya sedikit dan dapat diabaikan. Agar transpirasi dapat berjalan maka stomata pada epidermis tadi harus membuka. Apabila stomata membuka, maka akan ada penghubung anatar rongga antarsel dengan atmosfer. Apabila tekanan uap air di atmosfer lebih rendah dari rongga antarsel, maka uap air dari rongga antarsel akan keluar ke atmosfer dan prosesnya disebut transpirasi. Sehingga syarat utama pada keberlangsungan proses transpirasi adalah adanya penguapan air dan terbukanya stomata.

    Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses transpirasi. Seperti faktor dalam, yaitu (1) jumlah stomata setiap satuan luas daun, (2) struktur anatomi daun, dan (3) potensial osmosis daun. Serta faktor luar atau lingkungan, yaitu (1) kelembaban udara, (2) temperatur, (3) angin, (4) radiasi cahaya, dan (5) ketersediaan air ataupun keadaan air tanah.

    Manfaat transpirasi bagi tumbuhan adalah (1) dapat menyebabkan terbentuknya daya hisap daun sehingga terjadi transpor air di batang, (2) membantu penyerapan air dan zat hara oleh akar, (3) mengurangi air yang terserap berlebihan (4) dapat mempertahankan temperatur yang sesuai untuk daun, berperan pada fotosintesis dan respirasi karena membuka/menutupnya stomata, dan (6) mengatur turgor optimum di dalam sel.


III. ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA

1. Alat

a. Potometer
b. Statif
c. Karet
d. Vaseline
e. 𝘚𝘵𝘰𝘱 𝘸𝘢𝘵𝘤𝘩

2. Bahan

a. Cabang tumbuhan Filisum (𝘍𝘪𝘭𝘪𝘤𝘪𝘶𝘮 𝘥𝘦𝘤𝘪𝘱𝘪𝘦𝘯𝘴).
b. Air

3. Cara kerja

a. Air diukur dan dimasukkan ke dalam pipa sambil menutup bagian ujung lain dari pipa agar pipa terisi penuh tanpa ada gelembung udara.
b. Alat potometer diletakkan pada batang statif.
c. Cabang tumbuhan Filisium yang memiliki daun dipotong dengan potongan arah serong. Cabang tersebut dipasangkan pada karet yang memiliki diameter yang sama dengan pipa potometer.
d. Cabang tumbuhan Filisium yang telah diberi karet (dengan ukuran yang sesuai) dipasangkan pada penyangga.
e. Vaseline ditambahkan di sekitar karet penyangga dan dipastikan tidak ada air yang menetes.
f. Oksigen yang diserap oleh tumbuhan Filisium ditandai dengan air yang semakin naik didalam pipa.
g. Dengan menggunakan 𝘴𝘵𝘰𝘱 𝘸𝘢𝘵𝘤𝘩, lama waktu gelembung yang bergerak dari garis pertama hingga batas akhir dihitung dan dicatat.

(saya tidak betul-betul menyelesaikan tahapan praktikum ini, jadi hasil dan pembahasan serta kesimpulan dibawah ini saya buat dengan permisalan / sebagai contoh saja.) 💌📮🐻


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil pengamatan

Transpirasi PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Pada praktikum transpirasi pada tumbuhan ini akan diamati kecepatan transpirasi dengan bahan berupa cabang pohon Filisum pada keadaan lingkungan yang berbeda.

    Pada praktikum transpirasi tumbuhan, mulanya air dimasukkan ke dalam pipa dan cabang Filisium akan dipasangkan pada alat potometer dengan bantuan beberapa alat lainnya agar terpasang dengan baik. Dengan menggunakan 𝘴𝘵𝘰𝘱 𝘸𝘢𝘵𝘤𝘩, lama waktu gelembung yang bergerak akan diamati dan dicatat.

    Setelah dicatat, perhitungan dilakukan dengan cara seperti berikut.

Transpirasi II PSYCHESOUPE

    Hasil perhitungan tersebut membuktikan apabila dalam keadaan lingkungan yakni di dalam suhu ruang, dimana sinar matahari secara tidak maksimal terserap oleh cabang Filisium sehingga mengakibatkan laju transpirasinya lebih rendah dibandingkan pada keadaan di bawah sinar matahari langsung.


V. KESIMPULAN

  Berdasarkan praktikum transpirasi pada tumbuhan Filisium telah diketahui:
a. Kecepatan laju transpirasi pada tumbuhan lebih tinggi apabila tumbuhan diletakkan di bawah sinar matahari langsung.
b. Kecepatan laju transpirasi pada tumbuhan lebih rendah apabila tumbuhan diletakkan di dalam suhu ruang.
c. Hasil dari perhitungan adalah rata-rata laju transpirasi cabang Filisium pada saat dalam suhu ruang adalah sebesar 1,41 mm³/s, sedangkan rata-rata laju transpirasi cabang Filisium pada saat di bawah sinar matahari langsung adalah sebesar 2,783 mm³/s.

Daftar Pustaka

Anggorowati, Sulastri dan Triani Hardiyati. (2015). Fisiologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang: Universitas Terbuka.

Bonner, J and J. E. Varner. (1965). Plant Biochemistry. New York: Academic Pres.

Dwiati, Murni. (2010). Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Sasmitamihardja, D. dan A.H. Siregar. (1990). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Fakultas MIPA. ITB.

Taiz L. and E. Zeiger. (1998). Plant Physiology. Sunderland, Massachusetts: Sinauer Association. Inc. Publishers.

 

2022-02-22

FISIOLOGI TUMBUHAN - TROPISME

 

🍑✒️✨ LAPORAN PRAKTIKUM :
TROPISME

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Tropisme terbagi menjadi dua macam, yaitu fototropisme dan geotropisme. Fototropisme merupakan adaptasi tumbuhan dengan perilaku mengarahkan tajuknya ke arah sinar matahari. Gejala fototropisme dapat diamati pada batang dan daun tumbuhan yang tumbuh menuju ke arah sinar matahari. Penerimaan sinar matahari oleh karena perilaku fototropisme sangat penting bagi berlangsungnya proses fotosintesis. Sementara itu, geotropisme merupakan gerak pertumbuhan ke arah tarikan gravitasi bumi. Akar pada umumnya menunjukkan geotropisme positif.

    Mekanisme kerja auksin atau IAA berfungsi untuk memacu perpanjangan sel pada koleoptil dan ruas tanaman melalui peningkatan plastisitas dinding sel. Perpanjangan sel terutama yang terjadi pada arah vertikal dan diikuti oleh pembesaran sel, serta meningkatnya bobot basah. Peningkatan bobot basah disebabkan meningkatnya pengambilan air oleh sel tersebut. Ikatan-ikatan hidrogen ini dapat dipengaruhi oleh suhu, tetapi terutama oleh ion H+ (proton). Ion H+ tersebut bergerak melalui plasma membran oleh adanya proses yang aktif, yang disebut pompa ion (𝘪𝘰𝘯 𝘱𝘶𝘮𝘱). Peranan IAA adalah untuk mengaktifkan pompa ion yang menyebabkan tertimbunnya ion-ion H+ pada dinding sel sehingga terjadi pelonggaran dinding sel. Setelah terjadi pelonggaran dinding sel maka sel akan membesar dan memanjang. Sedangkan dinding sel yang retak-retak karena adanya pergeseran anggota dinding sel, harus diperbaiki dengan pembuatan bahan-bahan penyusun dinding sel baru (lembaran xyloglucan). Dalam proses ini, IAA berperan meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam sintesis komponen dinding sel (polisakarida dan glikoprotein) hingga membentuk suatu matriks yang stabil.

2. Tujuan

a. Menunjukkan bahwa auksin dipengaruhi oleh gravitasi bumi dan sinar.


II. TINJAUAN PUSTAKA

    Pada tahun 1880, Charles Darwin yang adalah seorang ilmuwan asal Inggris, melakukan beberapa percobaan untuk mendukung pemikiran Sachs mengenai pergerakan tanaman yang disebut dengan tropisme. Tropisme merupakan hasil respons tumbuhan terhadap rangsangan dari luar, seperti cahaya (fototropisme), sentuhan (tigma tropisme), kimia (khemotropisme), gravitasi (geotropisme), dan elektris (elektrotropisme). Darwin menggunakan beberapa jenis rumput-rumputan untuk melakukan studinya mengenai fototropisme. Apabila biji dikecambahkan dalam keadaan gelap, maka koleoptil akan tumbuh lurus. Apabila ujung koleoptil disinari secara searah, maka koleoptil akan membengkok ke arah datangnya sinar. Akan tetapi, jika pangkal koleoptil disinari atau ujung koleoptil diberi tutup yang tidak tembus cahaya kemudian baru disinari, maka tidak akan terjadi pembengkokan.

    Pada tahun 1928, F.W. Went (seorang ilmuwan asal Belanda) melakukan percobaan dan pembuktikan adanya suatu senyawa dari ujung koleoptil yang dapat berdifusi ke dalam blok agar jika ujung koleoptil yang telah dipotong diletakkan di atas blok agar sebentar. Kemudian blok agar dipotong menjadi potongan-potongan kubus kecil. Selanjutnya, potongan agar kecil diletakkan di atas koleoptil yang telah dipotong ujungnya. Ternyata koleoptil dapat tumbuh, jika potongan agar diletakkan asimetris diatas koleoptil maka koleoptil akan tumbuh membengkok. Berdasarkan percobaan tersebut, telah dibuktikan bahwa pada ujung koleoptil akan menghasilkan zat pemacu tumbuh yang mampu merangsang pertumbuhan koleoptil.

    Dalam aspek perkembangan dan pertumbuhan tanaman, auksin mempengaruhi berbagai proses fisiologis di dalam tumbuhan, yakni (1) perpanjangan sel, (2) tunas ketiak, (3) abisin daun, (4) aktivitas kambium, dan (5) tumbuh akar.


III. ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA

1. Alat

a. Lempeng kaca
b. Kertas merang/koran
c. Karet gelang
d. Wadah
e. Pipet

2. Bahan

a. Kecambah jagung
b. Air

3. Cara kerja

a. Kecambah jagung yang masih segar sebanyak 6 buah disiapkan.
b. Lempeng kaca disiapkan dan dibalut dengan kertas merang/koran dengan posisi lempeng berada ditengah.
c. Kemudian karet gelang dipasangkan sejajar masing-masing 3 buah secara horizontal dan 2 buah lagi secara vertikal.
d. Masing-masing 3 buah kecambah jagung di letakkan secara mendatar pada karet gelang.
f. Lempeng kaca yang telah dibalut dimasukkan ke dalam wadah berisi air dan ketinggian air diperhatikan agar kecambah tidak terendam air.
g. Kecambah jagung dibasahi dengan air menggunakan pipet setiap harinya selama 3 hari.
h. Pertumbuhan dari calon batang dan akar kecambah jagung diamati dan dicatat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil pengamatan

Tropisme PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum tropisme bertujuan untuk mengetahui arah-arah tumbuh kembang calon akar maupun calon batang dari perkecambahan karena pengaruh cahaya dan gravitasi. Bahan yang digunakan adalah biji jagung (Zea mays).

    Praktikum tropisme dimulai dengan persiapan kecambah jagung yang masih segar dengan calon akar atau calon batang yang masih kecil. Kemudian lempengan kaca dibalut dengan kertas koran dan diikat dengan karet sebagai sarana penumbuhan kecambah jagung. Kertas koran akan menyerap air dan berfungsi untuk membasahi kecambah sedikit demi sedikit. Lalu, kecambah sebanyak 6 biji dipasangkan pada karet dengan posisi mendatar, sebagai posisi netral agar dapat diamati ke arah mana pertumbuhan akarnya. Setelah itu, lempengan kaca yang telah dibalut dan dipasangkan kecambah akan dimasukkan ke dalam wadah plastik, dan di isi air. Ketinggian air diperhatikan agar tidak merendam kecambah. Apabila diperlukan, pipet digunakan untuk memberi air pada kecambah jagung.

   Hasil akhir selama 4 hari pengamatan menunjukkan bahwa hampir semua calon batang kecambah jagung tumbuh menuju sumber cahaya dan calon akar kecambah jagung tumbuh ke arah pusat bumi, dimana air berada. Hal ini karena satu biji kecambah jagung yang terkecuali, mengalami calon batang yang patah saat hari pertama. Satu biji di kiri atas yang mati tersebut sempat menumbuhkan calon akarnya ke arah yang berlawanan dengan gravitasi bumi. Kecambah yang ditumbuhkan pada sisi bawah mengalami pertumbuhan akar yang pesat dibandingkan lainnya. Sementara, rata-rata kecambah yang ditumbuhkan di sisi kanan lebih cepat tumbuh, meskipun sumber cahaya paling besar ada di sebelah kiri (jendela). Perkecambahan calon batang tidak tumbuh tegak lurus dengan lempeng kaca, melainkan tumbuh ke arah sumber cahaya berasal.

   Arah calon batang perkecambahan menuju sumber cahaya (jendela) menunjukkan adanya peristiwa fototropisme. Fototropisme adalah gerak tropisme yang disebabkan oleh rangsangan berupa cahaya matahari. Fototropisme ini berkaitan dengan zat tumbuh tumbuhan yang disebut dengan auksin. Calon batang kecambah yang cenderung membelok kearah cahaya disebabkan oleh hormon auksin pada bagian tumbuhan yang terkena cahaya lebih sedikit, sedangkan auksin pada bagian yang tidak terkena cahaya bekerja dengan normal. Sedangkan arah akar perkecambahan yang menuju pusat bumi menunjukkan adanya peristiwa geotropisme. Geotropisme adalah gerak tropisme yang disebabkan oleh rangsangan berupa gravitasi bumi. Geotropisme yang ditandai dengan pertumbuhan menuju pusat bumi adalah gerak geotropisme positif. Oleh sebab air yang berada di bagian bawah penanaman kecambah, maka gerak hidrotropisme atau gerak yang ditandai dengan pertumbuhan kecambah menuju sumber air juga ditemui pada praktikum ini. Maka gerak pertumbuhan calon akar yang menuju ke arah bawah (tempat air berada dan arah gravitasi) bukan hanya gerak geotropisme positif namun juga hidrotropisme positif.


V. KESIMPULAN

    Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa gerak yang terjadi pada calon batang pada kecambah jagung adalah gerak fototropisme positif yang ditandai dengan pertumbuhan menuju ke arah sumber cahaya. Sedangkan gerak yang terjadi pada calon akar kecambah jagung adalah gerak geotropisme positif yang ditandai dengan pertumbuhan menuju gravitasi bumi. Selain itu terdapat gerak hidrotropisme positif yang ditandai dengan pertumbuhan akar menuju sumber air.


Daftar Pustaka

Anggorowati, Sulastri dan Triani Hardiyati. (2015). Fisiologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang: Universitas Terbuka.

Dwiati, Murni. (2010). Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Prawinata, W., S. Harran dan P. Tjondronegoro. (1981). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Bogor: Departemen Botani. Fakultas Pertanian IPB.

Sasmitamihardja, D. dan A.H. Siregar. (1990). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Fakultas MIPA. ITB.

Sterling, T.M and D.M/ Namuth. (2004). Auxin and auxinic herbicide mechanism of action. Part 2. Advanced. J. Nat. Resource. Life Sciences. Educ. 33:1-10.

Wattimena, G.A. (1988). Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: PAU Bioteknologi. IPB.

 

STRUKTUR BIJI KACANG HIJAU

  🐰🍒🥦 STUDI : BIJI KACANG HIJAU (EMBRIOLOGI TUMBUHAN)     Pembelajaran ini bertujuan untuk: (1) mengamati dan mengetahui struktur dari b...