2022-02-21

TAKSONOMI VERTEBRATA - MAMALIA

 

📬🍒🍤 LAPORAN PRAKTIKUM :
MAMALIA


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Mamalia merupakan kelompok hewan yang mempunyai glandula mammae. Betina pada semua spesies mamalia mengalami laktasi dan menyusui anaknya. Mamalia memiliki rambut yang menutupi tubuhnya dan terdapat variasi dalam sebaran di kulit, ukuran maupun kelebatannya. Suhu tubuh kelompok mamalia relatif stabil dan keadaan ini disebut dengan homoioterm. Di dalam kulit mamalia terdapat kelenjar air susu, kelenjar apokrin, kelenjar sebaceous, serta kelenjar ekrin. Mamalia mempunyai struktur tengkorak dan otot-ototnya juga berbeda dengan vertebrata yang lain. Berdasarkan sifatnya gigi-gigi pada mamalia dibedakan menjadi heterodont, thecodont, dan diphyodont. Mamalia dibagi ke dalam dua infrakelas yakni prototheria dan theria, yang kemudian dikelompokkan lagi ke sejumlah ordo.

    Ordo lagomorpha mencakup kelompok mamalia berukuran kecil sampai sedang. Pada lagomorpha bagian rahang atasnya terdapat 2 pasang gigi seri yang tersusun tumpang tindih, sert deretan gigi seri depan lebih besar dari pada deretan belakang. Ordo lagomorpha tidak mempunyai taring, sehingga ruangan itu disebut diastema. Organ testis terdapat dalam scrotum (buah zakar) yang terletak di luar abdomen. Mempunyai ekor pendek, telapak kaki yang berambut, serta jari-jari bercakar.

    Ordo rodentia pada umumnya beranggotakan mamalia kecil. Mempunyai tungkai depan dengan lima jari yang bercakar. Gigi seri satu pasang pada rahang atas, berbentuk seperti pahat, tidak memiliki akar gigi tetapi tumbuh terus, serta dilapisi email pada bagian anterior ujungnya. Kelompok hewan pada ordo rodentia tidak mempunyai taring. Testisnya abdominal dan tidak turun ke dalam scrotum.

2. Tujuan

a. Mengetahui penggolongan mamalia berdasarkan pengamatan terhadap struktur atau ciri morfologi pada mamalia sampel.
b. Mengidentifikasikan sampel kelinci dan mencit berdasarkan ciri-ciri pada kunci identifikasi dan menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu.

II. TINJAUAN PUSTAKA

    Mamalia merupakan hewan vertebrata dengan karakteristik tubuh yang ditutupi oleh rambut serta memiliki kelenjar mamae. Mamalia juga memiliki karakteristik lain yakni mempunyai jantung beruang empat, sistem saraf yang kompleks, mempunyai paru-paru sebagai organ pernapasan, mempunyai sifat yang homoiterm (suhu tubuh tetap) dan endotherm, memiliki sistem rangka yang berfungsi dalam pergerakan, mempunyai organ indra yang berkembang serta memiliki banyak variasi sehingga tingkat keanekaragamannya tinggi (Payne, 2002).

    Mamalia mempunyai alat ekstremitas yang telah termodifikasi ke dalam berbagai bentuk aktivitas. Alat ekstremitas tersebut juga dilengkapi dengan kuku, cakat atau tracak yang terdapat pada jari-jarinya. Tidak hanya kelenjar mamae, mamalia juga memiliki kelenjar lain yakni kelenjar keringat yang mempunyai peranan pada metabolisme tubuh (Brotowidjoyo, 1989).

    Menurut Meijard et al. (2006), pengelompokan mamalia secara stratifikasi ekologi dapat dibagi dalam tiga kelompok, yakni terestrial, arboreal, dan akuatik. Pengelompokan mamalia juga kerap dilakukan dengan berdasarkan ukuran dan berat tubuh yaitu kelompok mamalia besar dan kelompok mamalia kecil.


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat

a. Baki putih/meja alas untuk bedah dan identifikasi.
b. Pinset.
c. Jarum-jarum pentul.
d. Penggaris.
e. Pensil 2B, penghapus.
f. Kertas gambar dengan pensil warna.
g. Loupe atau kaca pembesar.

2. Bahan

a. Seekor kelinci.
b. Seekor mencit.

3. Cara Kerja

a. Beberapa mamalia sampel dijajarkan di atas meja bedah atau baki putih.
b. Morfologi secara lengkap dari kelinci dan mencit sampel tersebut diamati dan digambarkan.
c. Selanjutnya, bagian dari kelinci dan mencit tersebut diberi keterangan, seperti: kepala, telinga, bagian dorsal, ventral, mata, mulut, gigi pengerat dan lain sebagainya.
d. Alat banti loupe digunakan untuk memperjelas pengamatan.
e. Alat bantu seperti pinset dan jarum pentul digunakan untuk memegang dan membuka bagian-bagian tertentu seperti celah mulut dan lain sebagainya.
f. Selanjutnya adalah melakukan identifikasi, dengan menggunakan kunci identifikasi famili atau ordo yang telah disediakan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Mamalia PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

   Praktikum mamalia bertujuan untuk mempelajari penggolongan mamalia berdasarkan pengamatan terhadap struktur atau ciri morfologi pada mamalia sampel serta mengidentifikasikan mamalia sampel tersebut berdasarkan ciri-ciri pada kunci identifikasi dan menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu. Bahan yang digunakan adalah kelinci dan mencit yang termasuk ke dalam golongan hewan pengerat.

   Pertama-tama sampel kelinci dan mencit ditimbang bobotnya dan diukur terlebih dahulu panjang dari masing-masing bagian tubuh tertentu. Pengukuran tersebut berguna untuk membantu menentukan nama sampel dengan kunci identifikasi. Setelah pengukuran, pengamatan dapat dilakukan secara langsung.

   Pada mamalia tubuhnya tertutupi oleh rambut. Khususnya untuk hewan pengerat pada mamalia memiliiki gigi seri yang berkembang. Sementara, pada harimau atau hewan dari ordo Carnivora, gigi taringnya lebih berkembang. Sedangkan, pada manusia gigi gerahamnya yang lebih berkembang. Mamalia memiliki ciri khusus berupa terdapatnya glandula mammae pada betina. Selain itu, bobot mamalia satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Pada mamalia dengan ordo yang lebih tinggi, tungkai depan dapat digunakan untuk aktivitas sehari-hari dan disebut dengan tangan, sementara tungkai belakang digunakan untuk berjalan dan disebut dengan kaki. Mamalia yang berjalan dengan dua kaki disebut dengan dipoda dan merupakan evolusi dari mamalia yang berjalan dengan empat kaki atau tetrapoda.

    Mencit sampel memiliki gigi seri yang maju ke depan. Mencit memiliki daun telinga. Apabila dibandingkan dengan tikus, mencit memiliki ukuran badan yang lebih kecil serta panjang tubuh yang lebih pendek daripada tikus. Ukuran gigi pengerat depan (gigi seri) pada mencit lebih kecil apabila dibandingkan dengan tikus. Pada mencit sampel tidak terdapat glandula mammae, namun terdapat tonjolan dekat lubang pengeluaran yang mengindikasikan bahwa kelaminnya adalah jantan. Mencit sampel memiliki rambut berwarna putih. Sementara pada bagian hidung, bagian dalam daun telinga, sebagian tungkai depan dan tungkai belakang, serta ekornya memiliki kulit berwarna merah muda.

   Kelinci sampel memiliki gigi seri yang berkembang yaitu panjang ke bawah. Kelinci sampel memiliki mata yang besar dan terdapat kumis pada bagian hidungnya. Terdapat daun telinga yang panjang pada organ pendengaran. Glandula mammae ditemukan pada kelamin betina. Kelinci sampel memiliki rambut berwarna putih. Sementara, bagian dalam daun telinga berkulit merah muda dan bagian luarnya berambut hitam.


V. KESIMPULAN

   Berdasarkan praktikum yang dilakukan dengan mengamati struktur atau ciri morfologi sampel mamalia, telah diketahui nama ilmiah mereka dalam taksa tertentu yang teridentifikasi. Sampel mencit telah diketahui merupakan spesies Mus musculus. Sedangkan, sampel kelinci telah diketahui termasuk ke dalam ordo Lagomorpha.

   Pada mencit dan kelinci sampel dapat dibedakan bagian kepala, badan dan ekor. Pada kepala terdapat mata, mulut, telinga, kumis dan hidung. Pada badan dua pasang tungkai, perut, dada, glandula mammae, dan lubang pengeluaran. Pada bagian ekor, terdapat ekor dengan karakteristik yang berbeda-beda.


Daftar Pustaka

Corbet, G.B. and J.E. Hill. (1992). The Mammals of the Indomalayan Regions: A Systematic Review. London: Natural History Museum Publication.

Harrison, J. (1996). An Introduction to Mammals of Singapore and Malaya. Singapore: Malayan Nature Society.

Hickman, C.P. L.S. Roberts and Allan Larson. (1998). Zoology, 10Th Edition. San Francisco, California: W.C. Brown McGraw Hill Publishers.

Hickman, C.P. and L.S. Roberts. (2000). Biology of Animals, 8th Edition Dubuque, Iowa: W.C. Brown Publishers.

Meijaard, E., D. Sheil, R. Nasi, D. Augeri, B. Rosenbaum, D. T. Iskandar, T. Setyawati, M. Lammertink, I. Rachmatika, A. Wong, T. Soehartono, S. Stanley and T. O’Brien. (2005). Life after logging. Reconciling wildlife conservation and production forestry in Indonesian Borneo. Center for International Forestry Research. Jakarta.

Payne J, CM Francis, K Phillips dan SN Kartikasari. (2000). Panduan Lapangan: Mamalia di Kalimantan, Sabah, Sarawak dan Brunei Darussalam. Prima Centra Indonesia. Jakarta.

Pough, F.H., Christine M.J. and John, B.H. (2002). Vertebrate Life, 6th Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2010). Praktikum Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2019). Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

 

2022-02-20

TAKSONOMI VERTEBRATA - AVES

 

📬🍒🍤 LAPORAN PRAKTIKUM :
AVES

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Burung mempunyai perbedaan pada bagian paruh dan kaki sesuai jenis makanan dan cara bergerak. Bentuk morfologi dari saluran pencernaan terkait dengan kebiasaan makan. Sementara, bentuk sayapnya merefleksikan karakteristik terbangnya. Ciri-ciri morfologi lainnya relatif seragam dan disesuaikan dengan kemampuan terbang burung. Beberapa aspek morfologi yang mendukung kemampuan burung adalah bentuk anatomis bulu yang merupakan ciri utama dari burung, terdapatnya sayap dengan otot-otot penggeraknya yang merupakan modifikasi kaki depan, terdapatnya pneumatisasi pada tulang, konsentrasi bobot burung yang cenderung tertuju pada bagian kaki belakangnya, sistem pernafasan yang khas serta ukuran jantung yang besar.

    Berdasarkan kemampuan terbangnya, burung digolongkan menjadi 2 kelompok besar, yakni ratitae yang anggota-anggotanya tidak dapat terbang oleh sebab alat-alat terbangnya tidak memadai. Kelompok kedua adalah carinatae yang mencakup burung-burung dengan kemampuan terbang. Masing-masing kelompok tersebut dibagi lagi ke dalam beberapa ordo dengan perbedaan antar ordo yang relatif kecil dibandingkan vertebrata lain.

2. Tujuan

a. Mengetahui penggolongan aves berdasarkan pengamatan terhadap struktur atau ciri morfologi pada aves sampel.
b. Mengidentifikasikan sampel burung dan ayam berdasarkan ciri-ciri pada kunci identifikasi dan menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu.

II. TINJAUAN PUSTAKA

    Kata Aves berasal dari kata Latin yang dipakai sebagai nama kelas, sedang Ornis dari bahasa Yunani, dipakai dalam “Ornithology” berarti ilmu yang mempelajari burung-burung. Aves merupakan satu-satunya kelas dalam kelompok chordata yang cukup unik dengan memiliki bulu dan berbagai macam tipe kaki. Bulu adalah modifikasi dari sisik yang berkembang secara evolusioner dari reptilia. Jantung burung terdiri dari empat ruang dan tergolong hewan berdarah panas. Semua burung menggunakan paruh dan tidak memiliki gigi. Struktur modifikasi untuk terbang meliputi tulang lengkung, rangka apendikular depan berubah menjadi sayap, kantung udara, mata yang lebar, dan cerebellum yang berkembang dengan sangat baik (Iskandar, 1989).

    Kelas Aves adalah kelas hewan vertebrata yang berdarah panas dengan memiliki bulu dan sayap. Tulang dada tumbuh membesar dan memipih, anggota gerak belakang beradaptasi untuk berjalan, berenang dan bertengger. Mulut sudah termodifikasi menjadi paruh, punya kantong hawa, jantung terdiri dari empat ruang, rahang bawah tidak mempunyai gigi karena gigi-giginya telah menghilang yang digantikan oleh paruh ringan dari zat tanduk dan berkembang biak dengan bertelur. Kelas ini dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber makanan, hewan ternak, hobi dalam peliharaan. Dalam bidang industri bulunya dapat dimanfaatkan contohnya baju, hiasan dinding, dan lainnya. (Mukayat, 1990).


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat

a. Baki putih/meja alas untuk bedah dan identifikasi.
b. Pinset.
c. Jarum-jarum pentul.
d. Penggaris.
e. Pensil 2B, penghapus.
f. Kertas gambar dengan pensil warna.
g. Loupe atau kaca pembesar.

2. Bahan

a. Burung lovebird.
b. Ayam.
c. Burung dara atau merpati.

3. Cara Kerja

a. Beberapa aves sampel dijajarkan di atas meja bedah atau baki putih.
b. Morfologi secara lengkap dari aves sampel tersebut diamati dan digambarkan.
c. Selanjutnya, bagian dari burung dan ayam tersebut diberi keterangan, seperti: atap kepala, cincin mata, paruh, punggung, dada, perut dan lain sebagainya.
d. Alat banti loupe digunakan untuk memperjelas pengamatan.
e. Alat bantu seperti pinset dan jarum pentul digunakan untuk memegang dan membuka bagian-bagian tertentu seperti mulut, lipatan sayap, bulu-bulu dan lain sebagainya.
f. Selanjutnya adalah melakukan identifikasi, dengan menggunakan kunci identifikasi jenis atau spesies yang telah disediakan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Aves PSYCHESOUPE

Aves II PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum aven bertujuan untuk mempelajari penggolongan aves berdasarkan pengamatan terhadap struktur atau ciri morfologi pada sampel serta mengidentifikasikan sampel tersebut berdasarkan ciri-ciri pada kunci identifikasi dan menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu. Bahan yang digunakan adalah burung lovebird, ayam dan burung merpati atau dara.

    Pertama-tama sampel burung dan ayam diukur terlebih dahulu panjang dari masing-masing bagian tubuh tertentu. Pengukuran tersebut berguna untuk membantu menentukan nama ikan dengan kunci identifikasi. Setelah pengukuran, pengamatan dapat dilakukan secara langsung.

    Pada aves, tungkai depan bermodifikasi menjadi sayap dengan fungsi untuk terbang. Struktur sirip, sayap dan tungkai itu sama, terdapat humerus, ulna, jari-jari dkk. Pada materi evolusi dikenal dengan istilah homologi, yaitu mempunyai struktur yang sama namun berbeda fungsinya. Selain itu, panjang tungkai belakang atau kaki pada aves yang dapat terbang dengan yang tidak bisa terbang berbeda-beda.

    Burung lovebird sampel memiliki pola warna yang cantik, yaitu hijau di bagian sayap, tubuh dan kepala; kuning disekitar lehernya; dan kemerahan di bagian paruh dan sekitarnya. Paruhnya kecil dan bentuknya agak membengkok, mencirikan burung pemakan biji-bijian dan juga buah. Ukuran tubuh pada burung betina umumnya lebih besar. Paruh dan mata pada betina agak keras. Bulu sayap pada burung lovebird sampel dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sayap primer yang terletak dekat humerus, sayap sekunder dibagian tengah dan sayap tersier dibagian ujung.

    Ayam memiliki bentuk paruh yang khas. Pada sampel bentuknya bengkok dengan ujung yang berwarna hitam. Apabila panjang, makanannya adalah serangga. Apabila bengkok, makanannya adalah daging atau buah-buahan. Selain itu terdapat juga mata dan hidung terletak diatas paruh serta terdapat lubang telinga di masing-masing sisi kepala. Pola warna kepala ayam berbeda-beda, ada yang memiliki jengger. Ayam sampel tidak mempunyai jengger dan bulu kepalanya berwarna hitam. Pada bagian lehernya terdapat tembolok yang merupakan saluran pencernaan yang fungsinya membantu pelumatan makanan. Struktur bulu ekor/kauda berbeda dengan bulu yang menutupi bagian tubuh. Bulu sayap pada ayam sampel dibagi menjadi dua bagian, yaitu sayap primer yang terletak dekat ketiak dan sayap sekunder dibagian ujung.

    Burung dara atau burung merpati sampel memiliki warna bulu coklat dengan beberapa bulu putih pada beberapa bagian. Bulu sayap pada burung merpati sampel dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sayap primer yang terletak dekat humerus, sayap sekunder dibagian tengah dan sayap tersier dibagian ujung.


V. KESIMPULAN

    Berdasarkan praktikum yang dilakukan dengan mengamati struktur atau ciri morfologi sampel aves, telah diketahui nama ilmiah mereka dalam taksa tertentu yang teridentifikasi. Sampel burung lovebird telah diketahui termasuk ke dalam genus Agapornis. Sampel ayam telah diketahui merupakan spesies Gallus domesticus. Sedangkan, sampel burung merpati atau dara telah diketahui termasuk ke dalam spesies Columba livia.

    Pada burung dan ayam sampel dapat dibedakan bagian kepala, badan dan ekor. Pada kepala terdapat mata, paruh, lubang telinga dan lubang hidung. Pada badan sepasang sayap, perut, dada, punggung dengan bulu yang khas pada masing-masing bagian. Pada bagian ekor terdapat bulu ekor dengan struktur yang berbeda dengan bulu pada badan.


Daftar Pustaka

Delacour, J. (1947). Birds of Malaysia. New York: The Macmillan Company.

Hickman, C.P. L.S. Roberts and Allan Larson. (1998). Zoology, 10Th Edition. San Francisco, California: W.C. Brown McGraw Hill Publishers.

Hickman, C.P. and L.S. Roberts. (2000). Biology of Animals, 8th Edition Dubuque, Iowa: W.C. Brown Publishers.

Holmes, D. and Stephen Nash. (2000). Seri Panduan Lapangan Burung-burung di Jawa dan Bali. Jakarta: Puslitbang Biologi-LIPI dan Birdlife Indonesia

Iskandar, J. (1989). Jenis Burung yang Umum di Indonesia. Buku. Djambatan. Jakarta.

King, B. F. and E. C. Dickinson. (1996). A Field Guide to The Birds of South - East Asia. London: Collins.

Mukayat, D. (1990). Zoologi Vertebrata. Jakarta: Erlangga.

Pough, F.H., Christine M.J. and John, B.H. (2002). Vertebrate Life, 6th Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2010). Praktikum Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2019). Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

 

2022-02-19

TAKSONOMI VERTEBRATA - REPTIL

 

📬🍒🍤 LAPORAN PRAKTIKUM :
REPTIL


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Reptil memiliki makna umum yaitu melata atau merayap, hal ini oleh sebab bagian ventral atau permukaan bawah tubuhnya menempel atau bersentuhan dengan tanah atau tempat hidupnya ketika berjalan. Semua reptil mempunyai organ lidah, pada buaya dan kura-kura lidahnya tebal dan pendek, melekat pada dasar mulut, namun tidak dapat dijulurkan, hanya dapat diangkat sedikit. Sedangkan pada ular, lidah mempunyai bentuk langsing dan ujungnya ada yang terbelah (bifida) atau tidak, serta dapat dijulur-julurkan. Reptil termasuk ke dalam kelompok hewan tetrapoda, karena memiliki dua pasang tungkai yang bertipe pentadactylus (berjari lima) dan pada setiap jari berakhir dengan cakar. Pada beberapa kelompok ada yang tidak bertungkai sama sekali, seperti beberapa famili dalam subordo lacertilia dan subordo ophidia.

2. Tujuan

a. Mengetahui penggolongan reptil berdasarkan pengamatan terhadap struktur atau ciri morfologi pada ular sampel.

b. Mengidentifikasikan sampel ular berdasarkan ciri-ciri pada kunci identifikasi dan menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu.


II. TINJAUAN PUSTAKA

    Menurut Gain 1962, kelas reptil mencakup empat ordo yang anggota-anggotanya masih hidup sampai sekarang, yakni testudinata, rhynchocephalia, squamata, dan crocodilia. Namun menurut Hildebrand (2001) dan Manthey (1997), hanya ada tiga ordo hewan reptil yang masih hidup sampai sekarang yaitu ordo squamata, crocodilia, dan chelonia (testudinata); sementara ordo rhynchocephalia (misal: hewan tuatara) dimasukkan ke dalam ordo squamata.

    Reptil memiliki makna melata, yakni permukaan tubuh sangat dekat dengan tanah atau lebih tepatnya merayap. Tubuh reptil ditutupi kulit bersisik yang relatif kering dan keras. Umumnya tubuh reptil terbagi menjadi empat bagian utama, yakni kepala, leher, badan, dan ekor. Bentuk tubuh reptil sangat beragam dan berbeda, serta sangat ekstrem antara satu bentuk dan bentuk lainnya. Reptilia dibagi menjadi empat kelompok yaitu Kura-kura (Chelonia), Buaya (Crocodila), Kadal (Lacertilia), dan Ular (Ophidia) (Zuniza, 2004).

    Subordo serpentes telah dikenal dengan keunikannya yang merupakan reptilia tidak berkaki (kaki mereduksi) dari karakteristik ini dapat diketahui bahwa semua jenis ular termasuk dalam subordo ini. Selain itu, subordo serpentes memiliki ciri berupa tidak terdapatnya kelopak mata pada seluruh anggotanya. Sementara itu, fungsi dari pelindung mata digantikan oleh sisik transparan yang menutupinya. Berbeda dengan anggota Ordo Squamata yang lain, pertemuan pada tulang rahang bawahnya dihubungkan oleh ligament elastic (Brotowidjoyo, 1989).


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat

a. Baki putih/meja alas untuk bedah dan identifikasi.
b. Pinset.
c. Jarum-jarum pentul.
d. Penggaris.
e. Pensil 2B, penghapus.
f. Kertas gambar dengan pensil warna.
g. Loupe atau kaca pembesar.

2. Bahan

a. Beberapa ular dengan berbagai morfologi.

3. Cara Kerja

a. Beberapa ular sampel dijajarkan di atas meja bedah atau baki putih.
b. Morfologi secara lengkap dari ular-ular sampel tersebut diamati dan digambarkan.
c. Selanjutnya, bagian ular dari tersebut diberi keterangan.
d. Alat bantu loupe digunakan untuk memperjelas pengamatan.
e. Selanjutnya adalah melakukan identifikasi, dengan menggunakan kunci identifikasi famili atau ordo yang telah disediakan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Reptil PSYCHESOUPE


2. Pembahasan

    Praktikum reptil bertujuan untuk mempelajari penggolongan amfibi berdasarkan pengamatan terhadap struktur atau ciri morfologi pada sampel ular serta mengidentifikasikan sampel tersebut berdasarkan ciri-ciri pada kunci identifikasi dan menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu. Bahan yang digunakan adalah ular Liopeltis dan termasuk kedalam ordo Squamata.

    Pertama-tama ular sampel sampel diukur terlebih dahulu panjang dari masing-masing bagian tubuh tertentu. Pengukuran tersebut berguna untuk membantu menentukan nama amfibi dengan kunci identifikasi. Setelah pengukuran, pengamatan dapat dilakukan secara langsung.

    Tubuh ular ditutupi oleh sisik yang berbeda pada sisik ikan yang sifatnya licin. Sisik ular mengandung zat lignin yaitu zat tanduk sehingga teksturnya lebih keras. Ular umumnya terlihat seperti tidak memiliki kaki, namun sebenarnya punya. Kakinya sangat kecil (tereduksi), dan oleh karena keberadaan kaki tersebut, ular bergerak melata dengan membentuk pola zig-zag.

    Ular sampel pertama memiliki warna kecoklatan. Ular sampel memiliki bentuk kepala yang gepeng dan lidah yang bercabang. Ular memiliki punggung atas yang disebut dengan bagian dorsal dan ditutupi oleh sisik. Sisik bagian dorsal dapat dihitung secara susunan sisik diagonal saja, pada ular sampel sisik diagonal bagian dorsal berjumlah 13. Pada bagian kepala ular juga terdapat susunan sisik yang khas dan disebut dengan istilah perisai. Selain itu, di bagian atas kepala terdapat mata dan lubang hidung. Sisik bagian ventral adalah sisik yang tampak dari samping. Sementara, sisik bagian ventral adalah sisik bagian perut yang tertutupi. Bagian anal atau lubang pengeluaran juga ditutupi oleh sisik. Pada bagian kauda atau ekor ular sampel, sisiknya berpasangan. Pada ular lain juga dapat ditemukan tidak berpasangan atau campuran. Pola sisik di sekujur tubuh ular dapat menjadi penciri jenis ular. Karena tidak semua ular memiliki pola sisik yang sama.

    Ular sampel lainnya ada yang berwarna kemerahan dan ada yang berwarna putih dengan garis hitam yang memanjang disepanjang tubuhnya. Mereka sama-sama memiliki sisik ekor dengan pola yang berpasangan.


V. KESIMPULAN

    Berdasarkan praktikum yang dilakukan dengan mengamati struktur atau ciri morfologi sampel reptil, telah diketahui nama ilmiah mereka dalam taksa tertentu yang teridentifikasi. Sampel ular pertama telah diketahui dikelompokkan ke dalam genus Liopeltis.

    Pada ular sampel dapat dibedakan bagian caput, abdomen dan kauda. Pada caput atau kepala terdapat mata, mulut, dan lubang hidung, serta pola sisik perisai. Pada abdomen atau badan terdapat sisik yang berpola. Pada bagian kauda atau ekor terdapat lubang pengeluaran dan pola sisik ekor yang khas.


Daftar Pustaka

Abramorf, P. (1977). Laboratory outlines in Zoology. Minnesota: Burgers Publ.

Brotowidjoyo, Mukayat Djarubito. (1989). Zoologi Dasar. Jakarta: Erlangga.

De Rooij, N. (1917). The Reptiles of the Indo-Australian Archipelago II: Ophidia. Leiden: E.J. Brill Ltd.

Goin, C., and O.B. Goin. (1962). Introduction to Herpetology. San Francisco: W.H. Freeman and Company.

Hickman, C.P. and L.S. Roberts. (2000). Biology of Animals, goh edition. Dobuque, Iowa: W.C. Brown Publishers.

Hildebrand M, Goslow G. (2001). Analysis of Vertebrae Structure. Fifth edition. New York: John Wiley & Sons. Kurniati, H. (2003). Amphibians and reptiles of Gunung Halimun National Park West Java, Indonesia. LIPI. Cibinong.

Leutscher, A. (1960). The Young Specialist Looks At Reptiles and Amphibians. San Francisco and London: Burhe.

Manthey, U., Wolfgang Grossmann. (1997). Amphibien & Reptilien Sudostasien. Berlin. Satz: tritec-Grafikwerkstart. Druck: Druckhaus cramer, Greven. Natur und Tier-Verlag.

Pough, F.H., Christine, M.J. and John, B.H. (2002). Vertebrate life on edition. New Jersey: Prentice Hall.

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2010). Praktikum Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2019). Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Soesilo. (1995). Kunci Determinasi Ular, Seksi Sistematik Hewan. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. (dikutip dan diterjemahkan dari The Snakes of Malaya, Treedie).

Verma, P.S. (1979). A Manual of Practical Zoology, Chordates. New Delhi: S. Chand & Company Ltd.


2022-02-18

TAKSONOMI VERTEBRATA - AMFIBI

 
📬🍒🍤 LAPORAN PRAKTIKUM :
AMFIBI


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Kelompok hewan yang digolongkan ke dalam kelas amfibi adalah mencakup tiga ordo, yaitu anura (berbagai jenis hewan katak dan kodok), urodela (berbagai jenis hewan salamander), dan gymnophiona (sedikit jenis hewan dengan bentuk seperti cacing namun tidak bersisik yaitu kelompok caecilia atau apoda yang artinya tidak berkaki). Hewan amfibi memiliki siklus hidup yang menempati dua alam atau habitat yakni sebagian hidupnya dijalani di dalam habitat air terutama pada tahapan larva atau embrio dan di dalam habitat darat ketika dewasa.

    Ordo anura memiliki makna tidak berekor. Mempunyai ciri-ciri morfologi berupa kepala yang bersatu dengan badan, tidak berleher, tungkai berkembang dengan baik, tungkai belakang lebih besar dan lebih panjang dari pada tungkai depan, selaput pendengar terletak di permukaan kulit dengan ukuran cukup lebar, serta kelopak mata yang dapat bergerak. Pada umumnya anggota ordo ini disebut dengan katak atau kodok.

2. Tujuan

a. Mengetahui penggolongan amfibi berdasarkan pengamatan terhadap struktur atau ciri morfologi pada amfibi sampel.
b. Mengidentifikasikan sampel katak atau kodok berdasarkan ciri-ciri pada kunci identifikasi dan menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu.

II. TINJAUAN PUSTAKA

    Amphibi adalah kelompok hewan yang hidup dengan bentuk kehidupan yang mulanya di air tawar kemudian dilanjutkan di darat. Fase kehidupan di dalam air berlangsung sebelum alat reproduksi masak, keadaan ini merupakan fase larva yang dinamakan dengan berudu. Fase berudu tersebut menunjukkan sifat antara pisces dan reptilia. Sifat tersebut menunjukkan bahwa amphibi merupakan kelompok chordata yang pertama kali hidup di daratan. Beberapa pola menunjukkan adaptasi yang disesuaikan dengan kehidupan darat, seperti misalnya: kaki, paru-paru, nares (hidung) yang memiliki hubungan dengan cavum oris dan alat penghidupan yang berfungsi dengan baik di dalam air maupun di darat (Jasin, 1989).

    Katak memiliki karakteristik yakni tubuh diselubungi kulit yang berlendir. Katal merupakan hewan berdarah dingin (poikiloterm), mempunyai jantung yang terdiri atas tiga ruangan yaitu dua serambi dan satu bilik. Katak memiliki dua pasang kaki dan pada setiap kaki terdapat selaput renang yang terdapat diantara jari-jari kakinya dan kakinya berfungsi untuk melompat dan berenang. Pada bagian matanya mempunyai selaput tambahan yang disebut membran niktitans yang sangat berfungsi waktu menyelam. Pernafasan pada saat masih kecebong/berudu berupa insang, namun setelah dewasa alat pernafasannya berupa paru-paru dan kulit yang hidungnya mempunyai katup yang mencegah air masuk kedalam rongga mulut ketika menyelam (Darmawan, B., 2008).


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat

a. Baki putih/meja alas untuk bedah dan identifikasi.
b. Pinset.
c. Jarum-jarum pentul.
d. Penggaris.
e. Pensil 2B, penghapus.
f. Kertas gambar dengan pensil warna.
g. Loupe atau kaca pembesar.

2. Bahan

a. Katak Rana sp.
b. Kodok Bufo sp.

3. Cara Kerja

a. Beberapa katak dan kodok sampel dijajarkan di atas meja bedah atau baki putih.
b. Morfologi secara lengkap dari ikan-ikan sampel tersebut diamati dan digambarkan.
c. Selanjutnya, bagian ikan-ikan dari tersebut diberi keterangan.
d. Alat bantu loupe digunakan untuk memperjelas pengamatan.
e. Alat bantu seperti pinset dan jarum pentul digunakan untuk memegang dan membuka bagian-bagian tertentu seperti sirip, sisik, celah insang dan lain sebagainya.
f. Selanjutnya adalah melakukan identifikasi, dengan menggunakan kunci identifikasi famili atau ordo yang telah disediakan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Amfibi PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum amfibi bertujuan untuk mempelajari penggolongan amfibi berdasarkan pengamatan terhadap struktur atau ciri morfologi pada katak dan kodok sampel serta mengidentifikasikan sampel tersebut berdasarkan ciri-ciri pada kunci identifikasi dan menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu. Bahan yang digunakan adalah katak sawah atau Rana sp. dan katak darat atau Bufo sp. atau biasa disebut juga dengan kodok yang keduanya termasuk kedalam ordo Anura.

    Pertama-tama katak dan sampel sampel diukur terlebih dahulu panjang dari masing-masing bagian tubuh tertentu. Pengukuran tersebut berguna untuk membantu menentukan nama amfibi dengan kunci identifikasi. Setelah pengukuran, pengamatan dapat dilakukan secara langsung maupun dengan bantuan loupe.

    Anura adalah ordo dengan ciri hewan amfibi tanpa ekor.  Namun, masih ada beberapa anggotanya yang mempunyai ekor, tetapi hanya sedikit. Katak amfibi memiliki kulit saccus yang merupakan bentuk adaptasi dari habitat air ke darat. Saccus digunakan untuk menyimpan udara di bawah kulit.

    Katak sawah atau Rana sp. memiliki permukaan kulit yang licin dan tidak terdapat tonjolan-tonjolan. Apabila kulitnya ditarik akan tampak seperti selaput (semacam kendur). Rana sp. memiliki selaput renang 1/4 pada tungkai depan dan 3/4 pada tungkai belakang. Kehadiran selaput renang tersebut dipengaruhi oleh habitatnya yaitu di air. Oleh karena itu, Rana sp. juga disebut sebagai katak air. Tungkai kaki belakang Rana sp. juga lebih panjang dibandingkan Bufo sp. karena bentuk adaptasi untuk melompat. Bagian mata Rana sp. terdapat kelenjar parotoid namun tidak menonjol. Juga terdapat membran timpani yang berfungsi sebagai alat pendengaran. Pada mandibula atau rahang bawah ada yang berwarna terang dan gelap. Warna terang mengindikasikan kelamin betina, sedangkan warna gelap mengindikasikan kelamin jantan. Selain mengindikasikan kelamin dengan warna rahang bawah, dapat juga dibedakan dengan berat tubuhnya. Apabila berat tubuh lebih besar, maka kelaminnya adalah betina. Sementara, yang berat tubuhnya lebih kecil adalah jantan. Jika tubuhnya dibedah, maka pada katak jantan akan terdapat organ hemipenis, sedangkan betina tidak. Pada Rana sp., terdapat gigi maxilla dan gigi vomer. Gigi vomer tersebut membantu katak menyimpan bunyi suara 'kung'. Bagian mata mempunyai kelopak, yang mana hal ini menunjukkan bahwa amfibi lebih maju daripada pisces.

    Katak darat atau Bufo sp. dan yang sering dikenal dengan sebutan kodok, memiliki permukaan tubuh yang kasar serta memiliki tonjolan-tonjolan. Pada bagian matanya, terdapat kelenjar parotoid yang menonjol. Bagian gigi tidak dapat diamati karena sampel Bufo sp. merupakan awetan. Tapi, kebanyakan ciri-ciri yang dimiliki Bufo sp. sama seperti Rana sp.. Misalnya cara pembedaan antara yang jantan dan betina, dapat juga diamati dengan warna rahang bawah dan ukuran tubuhnya. Selain itu, ciri lain Bufo sp. adalah selaput renang yang tereduksi, hampir tidak ada atau tidak ada sama sekali. Hal ini dikarenakan adaptasi terhadap habitatnya yang berada di daratan. Tungkai kaki belakang Bufo sp. lebih pendek dari Rana sp. karena tidak terlalu aktif, atau loncatnya terbatas.


V. KESIMPULAN

    Berdasarkan praktikum yang dilakukan dengan mengamati struktur atau ciri morfologi sampel amfibi, telah diketahui nama ilmiah mereka dalam taksa tertentu yang teridentifikasi. Sampel Rana sp. telah diketahui tergolong ke dalam spesies Fejervarya cancrivora. Sedangkan sampel Bufo sp. telah diketahui tergolong ke dalam spesies  Bufo asper.

    Pada katak dan kodok sampel, dapat dibedakan bagian caput dan abdomen. Pada caput atau kepala terdapat mata, mulut, membran timpani, kelenjar parotoid dan lubang hidung. Sementara pada abdomen atau badan terdapat 2 pasang tungkai, perut, punggung dan kloaka.


Daftar Pustaka

Abramorf, P. (1977). Laboratory outlines in Zoology. Minnesota: Burgers Publ.

Berry, P.Y. (1975). The Amphibian Fauna Of Peninsular Malaysia, Kuala Lumpur: Tropical Press.

Darmawan, B. (2008). Keanekaragaman Amfibi di Berbagai Tipe Habitat: Studi Kasus di Eks-HPH PT Rimba Karya Indah Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas kehutanan Institut pertanian Bogor. Bogor.

Dickerson, M.C. (1969). The Frog Book. New York: Dover Publications, Inc.

Hickman, C.P. and L.S. Roberts. (2000). Biology of Animals, goh edition. Dobuque, Iowa: W.C. Brown Publishers.

Iskandar, D. T. (1998). Seri panduan lapangan Amphibi Jawa dan Bali. Puslitbang Biologi LIPI Bogor. GEF Biodiversity collection project.

Jasin. (1989). Biologi Hewan. Surabaya: Sinar Wijaya.

Kurniati, H. (2003). Amphibians and reptiles of Gunung Halimun National Park West Java, Indonesia. LIPI. Cibinong.

Leutscher, A. (1960). The Young Specialist Looks At Reptiles and Amphibians. San Francisco and London: Burhe.

Manthey, U., Wolfgang Grossmann. (1997). Amphibien & Reptilien Sudostasien. Berlin. Satz: tritec-Grafikwerkstart. Druck: Druckhaus cramer, Greven. Natur und Tier-Verlag.

Pough, F.H., Christine, M.J. and John, B.H. (2002). Vertebrate life on edition. New Jersey: Prentice Hall.

Pratomo Hurip, Armein, S., Lula, N. (2003). Pola dan kemampuan Makan Rana limnocharis dan Rana cancrivora di Persawahan Jawa Barat Sebagai Predator Hama Padi (Laporan Penelitian dasar perguruan tinggi). Jakarta: Dikti Depdiknas RI.

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2010). Praktikum Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2019). Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Verma, P.S. (1979). A Manual of Practical Zoology, Chordates. New Delhi: S. Chand & Company Ltd.

 

2022-02-17

TAKSONOMI VERTEBRATA - PISCES


 📬🍒🍤 LAPORAN PRAKTIKUM :

PISCES


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Istilah Pisces atau fishes merujuk pada kelompok hewan vertebrata yang habitatnya di air serta memiliki sirip sebagai organ pergerakan utama. Selain itu, juga merujuk pada hewan yang mempunyai organ insang sebagai alat pernapasan utama sepanjang hidupnya. Pisces atau yang dikenal sebagai “ikan" meliputi semua jenis ikan, baik yang tidak memiliki rahang (termasuk ke dalam super kelas: Agnatha) maupun ikan yang memiliki rahang (termasuk ke dalam super kelas: Gnathostomata) yang dikelompokkan lagi menjadi ikan bertulang rawan (kelas chondrichthyes) dan ikan bertulang sejati (kelas osteichthyes). Struktur tubuh ikan di bawah super kelas Gnasthostomata selalu mempunyai anggota tubuh/appendages berpasangan, terdapat notochorda atau dalam bentuk lain tulang pusat vertebrae.

    Ikan yang dikelompokkan ke dalam kelas chondrichthyes memiliki ciri utama berupa struktur tubuhnya tersusun dari tulang rawan. Selain itu, terdapat ciri-ciri lain seperti gigi tidak bersatu dengan rahang, tidak memiliki gelembung renang, dan memiliki organ usus dengan katup-katup spiral.

    Sedangkan, ikan yang dikelompokkan ke dalam kelas osteichthyes memiliki ciri utama bahwa struktur tubuhnya tersusun dari tulang sejati/tulang keras atau mengalami osifikasi. Osteichthyes berasal dari kata osteon yang artinya tulang keras, tulang sejati, dan dari kata ichthyos yang artinya ikan. Selain itu, terdapat ciri lain seperti tubuh yang berbentuk fusiform agak oval meruncing dengan berbagai bentuk variasi, memiliki  celah insang tunggal pada tiap sisi tubuh dengan penutup insang yang disebut operculum, serta memiliki gelembung renang berfungsi sebagai paru-paru.

2. Tujuan

a. Mengetahui penggolongan pisces atau ikan berdasarkan pengamatan terhadap struktur atau ciri morfologi pada ikan sampel.
b. Mengidentifikasikan sampel ikan berdasarkan ciri-ciribpada kunci identifikasi dan menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu.


II. TINJAUAN PUSTAKA

    Pisces memiliki karekteristik yakni kulit (integumentum) yang mengandung banyak glandulae mucosae (kelenjar lendir) dan tertutup oleh squama (sisik). Ektrimitas berupa pinae atau sirip dengan fungsi untuk membantu ikan dalam proses berenang. Beberapa jenis ikan ada yang bernapas dengan menggunakan paru-paru seperti lumba-lumba. Mulut terdapat pada bagian ujung muka berupa celah mulut atau rimaoris. Bagian mata pada ikan relatif besar tidak mempunyai kelopak mata atau palfibrae (Saanin, 2001).

    Ikan memiliki sirip yang berperan penting untuk pergerakannya serta sisik yang berfungsi sebagai penutup tubuhnya. Berdasarkan bentuknya, sirip ekor dapat dibedakan atas tipe rounded, truncate, emerginate, lunate dan forked. Berdasarkan bentuk sisik, dapat dibedakan atas sisik placoid, ganoid, ctenoid dan cycloid. Tipe mulut berdasarkan letaknya, yakni adalah tipe inferior, superior, terminal dan sub terminal. Bentuk umum tubuh ikan juga bervariasi, misalnya seperti fusiform, depressiform, anguiliform, compresiform, sagititiform dan globiform. (Riki, 2010)


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat

a. Baki putih/meja alas untuk bedah dan identifikasi.
b. Pinset.
c. Jarum-jarum pentul.
d. Penggaris.
e. Pensil 2B, penghapus.
f. Kertas gambar dengan pensil warna.
g. Loupe atau kaca pembesar.

2. Bahan

a. Seekor ikan pari.
b. Seekor ikan mas.
c. Seekor ikan mujair.
d. Seekor ikan bawal.

3. Cara Kerja

a. Beberapa ikan sampel dari kelas Chondrichthyes maupun Osteichthyes dijajarkan di atas meja bedah atau baki putih.
b. Morfologi secara lengkap dari ikan-ikan sampel tersebut diamati dan digambarkan.
c. Selanjutnya, bagian ikan-ikan dari tersebut diberi keterangan, seperti: spirakulum, mulut, celah insang, sirip punggung depan, sirip punggung
belakang, dan lain sebagainya.
d. Alat bantu loupe digunakan untuk memperjelas pengamatan.
e. Alat bantu seperti pinset dan jarum pentul digunakan untuk memegang dan membuka bagian-bagian tertentu seperti sirip, sisik, celah insang dan lain sebagainya.
f. Selanjutnya adalah melakukan identifikasi, dengan menggunakan kunci identifikasi famili atau ordo yang telah disediakan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Pisces PSYCHESOUPE

Pisces II PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum pisces bertujuan untuk mempelajari penggolongan pisces atau ikan berdasarkan pengamatan terhadap struktur atau ciri morfologi pada ikan sampel serta mengidentifikasikan ikan sampel tersebut berdasarkan ciri-ciri pada kunci identifikasi dan menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu. Bahan yang digunakan adalah ikan pari dari kelas Chondrichtyhes serta ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal dari kelas Osteichthyes.

    Pertama-tama ikan-ikan sampel diukur terlebih dahulu panjang dari masing-masing bagian tubuh tertentu. Pengukuran tersebut berguna untuk membantu menentukan nama ikan dengan kunci identifikasi. Setelah pengukuran, pengamatan dapat dilakukan secara langsung maupun dengan bantuan loupe.

    Ikan pari sampel mempunyai discus yang membentuk sudut (angular) atau membelah. Bagian matanya menonjol dari spirakel. Mulutnya terdapat dibagian ventral tubuh. Terdapat spirakulum atau tutup insang, dengan insang berbentuk spiral, yang apabila dibedah akan nampak. Ikan pari termasuk ikan tulang rawan yang memiliki istilah elasmobranchii, elasmo berarti lempeng dan branchii berarti lempeng, sehingga diartikan memiliki insang berbentuk lempengan. Celah insang tersebut terletak di sisi ventral. Sirip yang berada disamping adalah sirip dada dan sirip yang berada di dekat ekor adalah sirip perut, dengan bagian sirip perut dan sirip anal bergabung. Ikan pari sampel memiliki totol-totol atau berbintik-bintik. Ekor ikan pari memiliki bentuk seperti cambuk. Ukuran ekor dari ikan pari tersebut lebih besar dari pada badannya. Ukuran panjang ekor dan panjang badan dapat menjadi pembeda antara ikan pari satu dengan yang lainnya.

    Ikan mas sampel mempunyai garis dari pangkal dekat insang ke pangkal kauda yang terlihat jelas, garis tersebut dinamakan dengan linea lateralis. Garis tersebut digunakan untuk mengetahui banyaknya sisik ikan mas, yaitu dengan menghitung sisik disepanjang garis linea lateralis. Sisik pada ikan mas bertipe cycloid. Mulut ikan mas besar dan tertutup. Tidak terdapat gigi pada rahangnya. Dengan lubang hidung terletak diatas mulut. Mata tidak memiliki kelopak sehingga terlihat seperti melotot. Lembaran insang atau brancia pada ikan mas adalah tunggal. Ikan mas mempunyai alat gerak berupa sirip yang terbagi dalam lima jenis sirip, dan pada masing-masing sirip tersebut terdapat jari-jari keras. Umumnya letak jari-jari keras ada di bagian pinggir, sedangkan jari-jari lunak lebih kedalam. Sirip punggungnya (pinnae dorsalis) memiliki rumus D.X.8. Selain itu, terdapat sirip dada (pinnae pectoralis), sirip perut (pinnae ventralis), sirip anal dan sirip ekor (kauda) yang berbentuk homocercal.

    Ikan mujair sampel mempunyai linea lateralis yang jelas seperti pada ikan mas. Memiliki sisik dengan tipe cycloid. Bentuk mulut ikan mujair hampir sama seperti pada ikan mas yaitu besar dan tertutup. Matanya besar dan terdapat hidung dibagian atas mulut. Lembaran insang atau brancia pada ikan mas adalah ganda atau dua. Ikan mujair juga memiliki lima jenis sirip, diantaranya adalah sirip punggungnya (pinnae dorsalis), sirip dada (pinnae pectoralis), sirip perut (pinnae ventralis), sirip anal dan sirip ekor (kauda).

    Ikan bawal sampel mempunyai sisik dengan tipe ctenoid. Bentuk mulut ikan bawal berbeda dengan ikan mas dan ikan mujair, dan memiliki gigi. Ikan mujair juga memiliki lima jenis sirip, diantaranya adalah Sirip punggungnya (pinnae dorsalis), sirip dada (pinnae pectoralis), sirip perut (pinnae ventralis), sirip anal dan sirip ekor (kauda) yang berbentuk heterocercal.


V. KESIMPULAN

    Berdasarkan praktikum yang dilakukan dengan mengamati struktur atau ciri morfologi sampel pisces, telah diketahui nama ilmiah mereka dalam taksa tertentu yang teridentifikasi. Sampel ikan pari telah diketahui termasuk ke dalam famili Aetobatidae. Sampel ikan mas telah diketahui termasuk ke dalam famili Cyprinidae dengan genus Carassius. Sampel ikan mujair dan ikan bawal telah diketahui sama-sama termasuk ke dalam famili Percoidei.

    Pada ikan sampel dari kelas Chondrichthyes dapat diamati bagian dorsal dan ventralnya. Pada bagian dorsal nampak bagian mata dan spirakulum . Pada bagian ventral nampal mulut, celah insang, lubang pengeluaran. Kepala pada bagian asterior, sementara badan dan kauda pada bagian posterior.

    Pada ikan sampel dari kelas Osteichthyes dapat dibedakan bagian kepala, badan dan ekor. Pada kepala terdapat mata mulut, operkulum dan lubang hidung. Pada badan terdapat 4 sirip, yakni pinnae dorsalis, pinnae pectoralis, pinnae ventralis, pinnae analis, dengan lubang pengeluaran serta gurat sisi atau linea lateralis. Pada bagian ekor adalah sirip ekor yaitu pinnae caudalis.


Daftar Pustaka

Abramorf, P. (1977). Laboratory Outlines in Zoology. Minnesota: Burgers Publ.

Bond, C.E. (1979). Biology of Fishes. Philadelphia - London - Toronto: W.B Saunders Co.

Hasanuddin, Saanin. (1968). Taksonomi dan Kuntji Identifikasi Ikan. Bandung: Binatjipta.

Hickman, C.P. L.S. Roberts and Allan Larson. (1998). Zoology. 10th Edition. San Francisco, California: W.C. Brown Mc Graw Hill Publishers.

Hickman, C.P. and L.S. Roberts. (2000). Biology of Animals. 8th Edition. Dobuque, Iowa: W.C. Brown Publishers.

Pough, F.H., Christine M.J. and John B.H. (2002). Vertebrate Life. 6th Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2010). Praktikum Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. 

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2019). Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. 

Saanin, H. (2001). Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta : Bandung.

Verma, P.S. (1979). A Manual of Practical Zoology. Chordates, New Delhi: S. Chand & Company Ltd,

Webbert, Herbert. H. and Thurman, H.V. (1991). Marine Biology. 2nd Edition. New York: Harper Collins publ.


2022-02-16

TAKSONOMI TUMBUHAN RENDAH - ALGA

 🌼🍄🌈 LAPORAN PRAKTIKUM : 
ALGA 


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Alga adalah organisme yang dapat melakukan proses fotosintesis, alga mempunyai klorofil a yang berfungsi sebagai pigmen fotosintesis yang utama. Alga dapat merupakan organisme prokariota maupun eukariota. Alga prokariota meliputi divisi Cyanophyta atau yang disebut dengan nama umum alga hijau-biru. Berdasarkan oleh sistem klasifikasi yang mengelompokkan organisme menjadi lima dunia (kingdom), alga prokariota dikelompokkan bersama organisme prokariota lainnya yakni bacteria dan arkhaea ke dalam dunia Monera, sehingga kelompok alga ini dinamakan dengan cyanobacteria. Sementara itu, alga eukariota dimasukkan ke dalam dunia Protista dan dikelompokkan menjadi beberapa divisi, sebagai contoh antara lain, yakni Chlorophyta (alga hijau), Phaeophyta (alga coklat) dan Rhodophyta (alga merah). 

    Alga melakukan reproduksi baik secara seksual maupun aseksual dengan alat reproduksi yang sederhana, yaitu terdiri dari satu sel tanpa sel-sel steril yang menyelubunginya. Jika alat tersebut terdiri dari banyak sel, maka semua sel merupakan sel-sel fertil. Namun demikian, alga memiliki keanekaragaman morfologi dan ukuran tubuh yang menarik perhatian, yaitu dari tubuh yang uniselular dengan ukuran hanya beberapa μm sampai tubuh yang menyerupai tumbuhan tingkat tinggi dengan ukuran panjang mencapai 60-75 m. Persebaran alga terdapat pada hampir di seluruh permukaan bumi, alga dapat hidup di permukaan tanah, dan di dalam tanah yang basah atau lembab, di perairan air tawar, laut, payau, dan di sumber-sumber air panas, bahkan di atas salju pun ditemukan alga. 

2. Tujuan

Mempelajari jenis Algae Chlorophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta. 


II. TINJAUAN PUSTAKA 

    Linnaeus membagi tumbuhan menjadi 25 kelas, antara lain Cryptogamae yang selanjutnya dibagi lagi menjadi bangsa-bangsa Alga, Fungi, Musci, dan Filices. Sedangkan, De Jussieu membagi tumbuhan menjadi 3 golongan utama, yaitu Acotyledoneae, Monocotyledoneae, dan Dicotyledoneae. Acotyledoneae pun dinyatakan identik dengan Cryptogamae. Setelah teori evolusi diumumkan, kemudian sistem klasifikasi disusun menurut deretan yang paling primitif ke yang paling kompleks. Selanjutnya, Cryptogamae dibagi menjadi Thallophyta, Bryophyta, dan Pteridophyta. Namun setelah Thallophyta divalidasi, Alga dan Fungi berada pada divisi yang berbeda. 

    Fritsch menyatakan organisme yang tergolong alga harus bersifat holofitik. Smith menyatakan bahwa ciri-ciri alga yaitu memiliki organ seksual yang umumnya terdiri dari satu sel, kalau banyak sel, sel-sel tersebut akan fertil. Sementara, para pakar Protozologi memasukkan organisme uniseluler, berflagela dan berklorofil dalam Mastigophora filum Protozoa.

    Klasifikasi alga ke dalam divisi-divisinya telah didasarkan pada kriteria, yaitu; pigmentasi dari sel vegetatif, dalam hal ini adalah macam pigmen yang terkandung dalam plastida; hasil fotosintesis dan cadangan makanan; flagelasi, meliputi jumlah serta letak dan morfologi dari flagela; sifat-sifat kimia dan fisika dari dinding sel; dan struktur sel, yaitu ada atau tidak adanya inti sejati. Atas dasar kriteria yang tertera diatas, Smith (1955) membagi alga menjadi 7 divisi yaitu: Chlorophyta, Euglenophyta, Pyrrophyita, Chrysophyta, Phaeophyta, Rhodophyta, dan Cyanophyta. Seperti telah diketahui bahwa pembagian organisme kini tidak lagi dibagi hanya dengan golongan hewan dan tumbuhan, namun kini organisme dibagi menjadi lima golongan besar (kingdom), yaitu Monera, Protista, Fungi, Animalia, dan Plantae. 

    Dalam hal ini, menurut Weisz dan Keogh (1982) divisi Pyrrophyta, Euglenophyta, dan Chrysophyta termasuk dalam kelompok Protista, sementara Chlorophyta, Phaeophyta, dan Rhodophyta termasuk golongan Plantae, dan Cyanophyta merupakan organisme Prokaryotik yang disebut juga Cyanobacteria dan dikelompokkan ke dalam Monera bersama dengan bacteria.


III. METODOLOGI PELAKSANAAN

1. Alat

a. Alat untuk mengambil sampel berupa pisau, sekop, cangkul, pukul besi, jala plankton, mikropipet.
b. Alat untuk membawa sampel berupa ember ukuran sedang, kantong plastik, botol koleksi.
c. Alat untuk pengamatan berupa mikroskop stereo.
d. Label identitas sampel.

2. Bahan

a. Media kultur berupa air, tanah kebun dan kalsium karbonat.

3. Metodologi Praktikum

A) Metode Pengambilan Alga Makroskopik

a. Tempat pengambilan sampel ditentukan sesuai petunjuk instruktur, seperti tepi pantai laut yang memiliki banyak keanekaragaman tumbuhan alga.
b. Pengambilan sampel alga dilakukan ketika permukaan air pantai surut panjang atau maksimal.
c. Pengambilan sampel alga dari substratnya berdasarkan sifat-sifat morfologi dan warna talus dan dilakukan dengan bantuan alat seperti pisau, pukul besi, dan lain-lain.
d. Setiap jenis sampel alga yang telah diambil dimasukkan ke dalam ember plastik ukuran sedang atau kantong-kantong plastik serta dikelompokkan sesuai dengan jenis spesimennya.
e. Setiap jenis sampel kemudian diberi label yang berisi: nomor sampel, tanggal pengambilan sampel, nama kolektor, lokasi, habitat, dan nama daerah.


B) Metode Pengambilan Alga Mikroskopik

a. Tempat pengambilan sampel ditentukan sesuai petunjuk instruktur, seperti danau, kolam ikan atau sungai yang memiliki arus.
b. Pengambilan sampel alga dengan cara menyisir pada permukaan air menggunakan jalan plankton yang berbentuk corong. Penyisiran atau pengambilan sampel dilakukan sampai lebih dari sepuluh kali.
c. Sampel alga yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam botol-botol koleksi (50 ml) dan dibawa ke laboratorium.
d. Media kultur alga dipersiapkan dengan metode tanah-air dari Pringsheim, yaitu dengan mempersiapkan botol-botol kultur (bermulut lebar) yang diisi dengan 1 sendok teh kalsium karbonat, setengah bagian tanah kebun dan air sungai. Lalu, botol ditutup dengan kain kasa atau sumbat botol, dan selanjutnya akan disterilkan.
e. Sampel alga yang didapat dari lapangan diamati di bawah mikroskop stereo, jenis sampel alga yang dikehendaki diambil dengan menggunakan mikropipet dan ditempatkan dalam botol media kultur alga.
f. Setelah itu, setiap jenis sampel diberi label yang berisi: nomor sampel, tanggal pengambilan sampel, nama kolektor, lokasi, habitat, dan nama daerah.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan 

Alga PSYCHESOUPE

Alga II PSYCHESOUPE

Alga III PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum Alga bertujuan untuk mengetahui perbedaan dari ciri-ciri Alga Chlorophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta dengan pengamatan yang dilakukan pada berbagai contoh Alga dengan menggunakan alat mikroskop stereo. 

    Chlorophyta dibagi menjadi dua kelas, yakni chloropyceae dan charophyceae. Chlorophyta mempunyai pigmen yang terdiri atas klorofil a dan b, santofil, dan B karoten, klorofil terdapat dalam jumlah yang banyak sehingga ganggang ini berwarna hijau rumput. Hasil fotosintesis berupa amilum dan tersimpan dalam kloroplas. Kloroplas berjumlah satu atau lebih; berbentuk mangkuk, bintang, lensa, bulat, pita, spiral dsb. Sel berinti sejati, satu atau lebih. Sementara sel kembara mempunyai dua atau empat flagela sama panjang, bertipe whiplash. Dinding selnya mengandung selulosa dan mempunyai bentuk talus/struktur vegetatif. Reproduksi seksual pada Chlorophyta dilakukan dengan secara isogami, anisogami atau oogami. Sedangkan reproduksi aseksual dengan membentuk zoospora, aplanospora, hipnospora, autospora. Sementara reproduksi vegetatif dengan fragmentasi talusnya. 

    Divisi Phaeophyta hanya terdiri atas satu kelas, yaitu Phaeophyceae. Phaeophyceae memiliki ciri-ciri tubuh yakni selalu berupa talus multiseluler yang berbentuk filamen, lembaran atau menyerupai semak/pohon yang dapat mencapai beberapa puluh meter, terutama pada jenis-jenis yang hidup di lautan daerah beriklim dingin. Set vegetatif mengandung kloroplas berbentuk bulat, bulat panjang, seperti pita; mengandung klorofil a dan klorofil c serta beberapa santofil misalnya fukosantin. Cadangan makanan berupa laminarin dan manitol. Dinding sel mengandung selulosa dan asam alginat. Phaeophyceae mempunyai sel reproduksi yang motil baik zoospora ataupun zoogamet berflagela dua buah, tidak sama panjang dan terletak di bagian lateral dari sel, bertipe whiplash dan tinsel. Reproduksi aseksual pada Phaeophyceae dilakukan dengan pembentukan zoospora atau aplanospora, sementara reproduksi seksual dilakukan secara isogami, anisogami atau oogami. Jenis-jenis dari bangsa-bangsa dalam Phaeophyceae mempunyai daur hidup dengan pergantian keturunan, kecuali jenis-jenis dari bangsa Fucales. Ada tiga tipe pergantian keturunan, yaitu: isomorfik (Dictyota sp.), heteromorfik (Laminaria sp.), dan diplontik (Sargassum sp.)

    Sama halnya dengan Phaeophyta, divisi Rhodophyta hanya mempunyai satu kelas, yaitu Rhodophyceae. Sel Alga Rhodophyceae mempunyai dinding yang terdiri atas selulosa dan agar atau karagenan. Rhodophyceae tidak pernah menghasilkan sel-sel berflagela. Rhodophyceae mempunyai berbagai pigmen, yakni klorofil yang terdiri atas klorofil a dan d, fikobilin yang terdiri dari fikoeritrin dan fikosianin dan sering disebut pigmen aksesoris, B - karoten yang dapat ditemui dalam plastisida. Cadangan makanan berupa tepung floridea dan terdapat di luar kloroplas. Talus hampir semuanya multiseluler, hanya dua marga saja yang uniseluler. Talus yang multiseluler berbentuk filamen silinder ataupun helaian. Pada dasarnya talus yang multiseluler, terutama yang tinggi tingkatannya terdiri atas filamen-filamen yang bercabang-cabang dan letaknya sedemikian rupa sehingga membentuk talus yang pseudoparenkimatik. Talus umumnya melekat pada substrat dengan perantaraan alat pelekat. Pada Rhodophyta yang tinggi tingkatannya ada dua tipe talus,  yakni monoaksial dan multiaksial. Reproduksi secara vegetatif dilakukan dengan fragmentasi dan Rhodopyceae dapat membentuk bermacam-macam spora, karpospora (spora seksual), spora netral, monospora, tetraspora, bispora, dan polispora.


V. KESIMPULAN

   Berdasarkan kandungan pigmen yang dominannya, pada umumnya alga terbagi menjadi 5 kelas, yaitu; 1) kelas Cyanophycea yakni Alga biru dengan kandungan pigmen fikosianin, 2) Chlorophyceae yakni Alga hijau dengan kandungan pigmen klorofil, 3) kelas Chrysophyceae yakni Alga keemasan dengan kandungan pigmen xantofil, 4) Kelas Phaeophyceae yakni Alga Coklat/ perang dengan kandungan pigmen fikosantin, 5) Kelas Rhodophyceae yakni Alga merah dengan kandungan pigmen fikoeritin. Sementara, urutan dari alga paling primitif hingga paling maju adalah Cyanophyceae, Cyanophyceae, Chlorophyceae, Chrysophyceae, Phaeophyceae, dan Rhodophyceae.

    Berdasarkan pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan mengenai alga Chlorophyta, Phaeophyta dan Rhodophyta telah diketahui bahwa: spesimen Ulva lactuca, Caulerpa racemosa, Caulerpa lentillifera, Halimeda discoidea, Halimeda incrassata, dan Chaetomorpha sp. adalah termasuk alga Chlorophyta;  spesimen Padina australis, Turbinaria ornata, dan Sargassum sp. adalah termasuk alga Phaeophyta; sedangkan spesimen Gracitaria arcuata, Euchema denticulatum, Gelisiopsis intricata, dan Gigartina sp. adalah termasuk alga Rhodophyta. 


Daftar Pustaka

Dawson, E.Y. (1958). How to Know Seaweeds. WMC. Brownies Company Publishers. 

Gupta, T. S. (1981). Textbook of Alga. New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co. 

Sabbithah, S. dan Untari. L. F. (2008). Buku Petunjuk Praktikum Fikologi. Laboratorium Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Smith, G.M. (1995). Cryptogamic Botany, Vol. 1, Alga & Fungi. Tokyo: MC. Graw-Hill Book Company. 

Sujadmiko, H. (2007). Bahan Ajar Mata Kuliah Biologi. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Sujadmiko, H. (2003). Buku Petunjuk Praktikum Briologi. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. 

Sujadmiko,  Heri, dkk. (2015). Praktikum Taksonomi Tumbuhan Rendah. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Sujadmiko,  Heri; Sulastri, Sri dan Sabbithah, Susarsi. (2015). Taksonomi Tumbuhan Rendah. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. 


2022-02-15

TAKSONOMI TUMBUHAN RENDAH - LICHENES

 

🌼🍄🌈 LAPORAN PRAKTIKUM :
LICHENES


I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Lichenes merupakan lumut kerak, namun Lichenes tidak termasuk kedalam kelompok lumut sebab Lichenes merupakan hasil dari simbiosis fungi dan alga. Lichenes banyak ditemukan di kulit batang pohon ataupun menempel di bebatuan. Lumut mempunyai beragam warna misalnya seperti keabu-abuan, orange, coklat, hitam dan lain-lain. Lichenes mampu hidup di daerah kekeringan dalam waktu yang lama (Sudrajat, dkk, 2013).

    Sebagai tumbuhan pioneer, Lichen memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan. Lumut kerak menjadi tumbuhan perintis pada daerah-daerah yang keras maupun kering sehingga pada akhirnya dapat mendukung pertumbuhan bagi organisme lainnya. Lichen banyak dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat, misalnya pada beberapa jenis Asolichen telah dimanfaatkan dan dapat pula dikonsumsi, oleh karena itu perlu dijelaskan mengenai Lichen tersebut khususnya pada pemanfaatan Lichen bagi kehidupan.

    Simbiosis mutualisme adalah hubungan yang sifatnya saling menguntungkan antar organisme. Jamur pada lumut kerak mempunyai fungsi sebagai pelindung dan penyerap air serta mineral. Sementara, ganggang yang hidup di antara miselium jamur berfungsi menyediakan makan melalui proses fotosintesis. Lumut kerak adalah organisme hasil simbiosis mutualisme dengan jamur yang terdapat pada lumut kerak tidak dapat hidup sendiri di alam.

2. Tujuan

Mempelajari jenis Lichenes Crustose, Foliose, Fruticose dan Squamulose. 


II. TINJAUAN PUSTAKA

    Lumut kerak (Lichenes) adalah tumbuhan tingkat rendah yang masuk ke dalam Divisio Thallophyta yang merupakan tumbuhan komposit dan perpaduan fisiologik dari dua makhluk yakni antara fungi dan alga. Dua organisme tersebut hidup berasosiasi satu sama lain, sehingga muncul sebagai satu organisme. Penyusun komponen fungi disebut dengan Mycobiont yang pada umumnya berasal dari kelas Ascomycetes dan dua atau tiga genus termasuk Basidiomycetes, sedangkan penyusun komponen alga disebut dengan Phycobiont, berasal dari Divisio alga biru-hijau (Chyanophyceae) atau alga hijau (Chorophyceae) (Tjitrosoepomo, Taksonomi Tumbuhan 2001).

    Lichenes adalah tumbuhan hasil simbiosis antara fungi dan satu atau lebih mitra fotosisntesis, yang umumnya merupakan alga hijau atau cyanobacterium. Lichenes sekilas mirip dengan alga, perbedaan utama Lichenes dengan alga adalah tekstur, distribusi dan warna yang paling menonjol (Nash 2008). Alga yang terdapat pada Lichenes menghasilkan makanan (karbohidrat) oleh sebab fungi yang tidak bisa membuat makanan sendiri, sehingga energi didapatkan dari alga. Hubungan simbiosis fungi dan alga berperan membantu Lichenes beradaptasi dengan kehidupan di semua tempat. Lichenes membutuhkan air dan sinar matahari untuk tumbuh. Beberapa spesies dapat menyerap air hingga 20 kali berat tubuhnya (Whitesel 2006).

    Salah satu karakteristik Lichenes adalah bahwa mereka memiliki perkembangan dan pertumbuhan yang lambat. Sebagian besar bentuk tumbuh hanya beberapa milimeter per tahun. Tanaman Lumut Kerak (Lichenes) tidak memiliki akar, batang dan daun, sehingga mereka menyerap sebagian besar nutrisi dari curah hujan. Lichenes berperilaku seperti spons yang menyerap segala sesuatu yang larut dalam air hujan kemudian mempertahankannya (Halcomb 2010).

    Menurut Misra & Agrawal (1978), menyatakan bahwa klasifikasi Lumut Kerak (Lichenes) berdasarkan komponen fungi terbagi menjadi tiga tipe, yaitu Ascolihens, Basidiolichens, dan Lichen Imperfecti.


III. METODOLOGI PELAKSANAAN

1. Alat dan bahan

a. Alat untuk mengambil sampel berupa sekrap, pisau, cutter, gunting tanaman.
b. Alat untuk membawa sampel berupa kantong koleksi.
c. Alat untuk pengamatan berupa mikroskop stereo.
d. Label identitas sampel.

2. Metodologi Praktikum

a. Tempat pengambilan sampel ditentukan sesuai petunjuk instruktur, seperti pepohonan atau suatu tempat yang banyak keanekaragaman tumbuhan lichenes.
b. Sampel lichenes diambil pada berbagai habitat (substrata), yaitu pohon pada batang maupun cabang.
c. lichenes diambil dengan memilih sampel yang telah dewasa dan tidak memiliki kecacatan.
d. Sampel lichenes kemudian diambil dengan bantuan alat pengambil sampel seperti sekrap, pisau, cutter, atau gunting tanaman.
e. Sampel lichenes yang didapat kemudian dimasukkan ke dalam kantong-kantong koleksi dan dibawa ke laboratorium.
f. Sampel lichenes yang didapat dari lapangan diamati di bawah mikroskop stereo, dan mencatat perbedaan bentuk tubuh satu dengan yang lainnya.
g. Setelah itu, setiap jenis sampel diberi label yang berisi: nomor sampel, tanggal pengambilan sampel, nama kolektor, lokasi, habitat, dan nama daerah.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Lichenes PSYCHESOUPE

Lichenes II PSYCHESOUPE

Lichenes III PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum Lichenes bertujuan untuk mengetahui perbedaan dari ciri-ciri Lichenes Crustose, Foliose, Fruticose dan Squamulose dengan pengamatan yang dilakukan pada berbagai contoh Lichenes dengan menggunakan alat mikroskop stereo, maupun pengamatan secara langsung.

    Lichenes Crustose memiliki ciri talus yang berukuran kecil, datar, tipis serta selalu melekat pada permukaan batu, kulit pohon ataupun di tanah. Sukar untuk mencabut lichenes Crustose tanpa merusak substratnya.  Lichenes Crustose yang tumbuh dan terbenam di dalam batu dengan hanya bagian tubuh buahnya yang berada di permukaan dinamakan endolitik, dan yang tumbuh terbenam pada jaringan tumbuhan dinamakan dengan endoploidik atau endoploidal. Lichenes yang bersifat longgar dan bertepung yang tidak memiliki struktur berlapis, disebut dengan leprose. Ukuran talus pada lichen crustose bermacam-macam dengan bentuk talus rata, tipis, dan umumnya mempunyai bentuk tubuh buah yang hampir sama. Talus dapat berupa lembaran tipis atau seperti kerak yang permukaan bawahnya melekat pada suatu substrat.
  
    Lichenes Foliose mempunyai struktur seperti daun yang tersusun oleh lobus-lobus. Lichen Foliose relatif lebih longgar melekat pada substratnya. Thallusnya berbentuk datar, lebar, dan memiliki banyak lekukan seperti daun yang mengkerut berputar. Pada bagian permukaan atas dengan bagian bawahnya berbeda. Lichenes Foliose dapat melekat pada batu, ranting dengan rhizines, yang juga berfungsi sebagai alat untuk mengabsorbsi makanan. Talus Foliose bertingkat, lebar, besar, kasar dan menyerupai daun yang mengkerut dan melipat. Permukaan talus foliose bagian bawah dan atas berbeda, pada permukaan bawahnya berwarna lebih terang atau gelap sedangkan pada bagian tepi talus biasanya menggulung ke atas.
       
    Lichenes Fruticose mempunyai thallus berupa semak. Talus pada lichenes Fruticose adalah tipe talus kompleks dengan cabang-cabang yang tidak teratur. Talus ini memiliki bentuk cabang silinder atau pita. Talus hanya menempati bagian dasar dengan cakram bertingkat. Thallus dapat tumbuh tegak atau menggantung pada batu, daun-daunan atau cabang pohon. Pada lichenes Fruticose tidak terdapat perbedaan antara permukaan atas dan bawahnya.
     
    Lichenes Squamulose mempunyai talus yang memiliki bentuk seperti talus pada lichenes Crustose dengan pingiran yang terangkat ke atas di atas tempat hidupnya. Talus ini berbentuk seperti sisik yang tersusun oleh banyak cuping (lobes) yang kecil namun tidak memiliki rizin. Lichen Squamulose memiliki lobus-lobus seperti sisik, lobus tersebut dinamakan dengan squamulus dan biasanya berukuran kecil serta saling bertindih dan sering memiliki struktur tubuh buah yang disebut podetia.

    Pertumbuhaan talus sangatlah lambat. Tubuh buah baru akan terbentuk setelah mengadakan pertumbuhan vegetatif bertahun-tahun. Kebanyakan Lichenes bereproduksi dengan perantaan soredium. Komponen cendawannya seringkali dapat membentuk spora dan hanya membentuk lichenes jika jatuh dekat algae yang merupakan simbionnya.


V. KESIMPULAN

    Lichenes yang merupakan tumbuhan perintis memiliki peran dalam pembentukan tanah dan tidak memerlukan syarat hidup yang tinggi. Lichenes atau lumut kerak juga menghasilkan senyawa-senyawa metabolit yang tidak dapat dihasilkan oleh alga dan jamur yang hidup terpisah. Sampai saat ini, para ahli masih terus meneliti tumbuhan lumut kerak atau lichenes dan ada yang mengusulkan agar lichenes tersebut dimasukkan ke dalam golongan tersendiri dan terpisah dari jamur dan alga. Sementara berdasarkan bentuk talusnya, lumut kerak dibedakan menjadi empat macam, yaitu Crustose, Foliose, Fruticose dan Squamulose.

    Berdasarkan pengamatan pada praktikum yang telah dilakukan mengenai lichenes Crustose, Foliose, Fruticose, dan Squamulose telah diketahui bahwa: spesimen Graphis scripta, Hydropunctaria maura, Basidia sp., Lepraria sp., dan Chrysothrix xanthina adalah termasuk lichen Crustose;  spesimen Dirinaria applanata, Flavoparmelia caperata, Hypogymnia physodes, Canoparmelia caroliniana dan Parmelina tiliacea adalah termasuk lichen Foliose; spesimen Ramalina fastigiata, Usnea australis, dan Cladonia portentosa adalah termasuk lichen Fruticose; sedangkan spesimen Psora pseudorusselli dan Parmelia sulcata adalah termasuk lichen Squamulose.


Daftar Pustaka

Hale, M.E. (1979). How to Know The Lichens, Second Edition. WCB McGrawHill. Boston.

Januardania, D. (1995). Jenis-jenis Lumut Kerak yang Berkembang pada Tegakan Pinus dan Karet di Kampus IPB Darmaga Bogor. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Landecker dan Moore. 1996. Fundamental of The Fungi. Prentice Hall. New Jersey. 470-476.

Moore, E. (1972). Fundamental of The Fungi, 4th Edition. Landecker Prentince. Hall International.

Muzayyinah. (2005). Keanekaragaman Tumbuhan Tak Berpembuluh. UNS Press: Surakarta.

Tjitrosoepomo Gembong. (2005). Taksonomi Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Tjitrosoepomo, G. (1989). Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Tallophyta, Bryophyta, Pteridophyta). Gadjah Mada University Press.

Vashista, B.R. (1981). Botany for Degree Students Part: 1 Alga. New Delhi: S.Chand & Company Ltd. Ram Nagar.

 

STRUKTUR BIJI KACANG HIJAU

  🐰🍒🥦 STUDI : BIJI KACANG HIJAU (EMBRIOLOGI TUMBUHAN)     Pembelajaran ini bertujuan untuk: (1) mengamati dan mengetahui struktur dari b...