2022-03-02

KUNCI IDENTIFIKASI OSTEICHTHYES: IKAN MUJAIR (PISCES)

 
🐙🌼🍋 STUDI : IKAN MUJAIR (PISCES)

    Pembelajaran ini bertujuan untuk mengetahui  penggolongan sampel pisces (ikan mujair) dengan berdasarkan pengamatan terhadap struktur maupun ciri morfologi yang dimiliki sampel, serta mengidentifikasikan sampel pisces yang berupa ikan mujair berdasarkan ciri-ciri pada kunci identifikasi dan juga menentukan nama jenis atau nama ilmiahnya dalam taksa tertentu.

Ikan Mujair PSYCHESOUPE

    Metodologi pembelajaran struktur dan morfologi pada ikan mujair memerlukan beberapa alat, yakni:
a. Loupe
b. Penggaris
c. Kaliper
d. Pinset
e. Meja alas

    Metodologi pelaksanaan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Ikan sampel (mujair) dijajarkan di atas meja alas.
b. Morfologi secara lengkap dari ikan sampel tersebut diamati.
c. Selanjutnya, bagian ikan dari tersebut diberi keterangan, seperti: mulut, celah insang, sirip punggung depan, sirip punggung belakang, dan lain sebagainya.
d. Alat banti loupe digunakan untuk memperjelas pengamatan.
e. Alat bantu seperti pinset digunakan untuk memegang dan membuka bagian-bagian tertentu seperti sirip, sisik, celah insang dan lain sebagainya.
f. Selanjutnya melakukan identifikasi, yakni dengan menggunakan kunci identifikasi famili atau ordo yang telah disediakan.


I. PENGUKURAN TUBUH SAMPEL

    Penggaris dibutuhkan untuk mengukur panjang dari bagian tubuh ikan sedangkan kaliper dibutuhkan untuk mengukur ketebalan tubuh ikan. Setelah diukur, maka hasil pengukuran dicatat sebagai berikut.

Hasil pengukuran:
a. Panjang keseluruhan = 18 cm
b. Panjang kepala = 5 cm
c. Panjang dari insang ke pangkal ekor = 9,5 cm
d. Panjang ekor = 3,5 cm
e. Ketebalan tubuh = 2,79 cm

note: panjang dari insang ke pangkal ekor merupakan panjang linea lateralis.


II. IDENTIFIKASI MORFOLOGI

    Identifikasi morfologi dilakukan dengan mengamati struktur ikan secara langsung maupun dengan bantuan loupe (agar terlihat lebih jelas).

Ikan Mujair II PSYCHESOUPE

    Ikan mujair memiliki lima buah sirip, yakni sirip dada (pinnae pectoralis), sirip punggung (pinnae dorsalis), sirip ekor (pinnae caudalis) , sirip dubur (pinnae analis), serta sirip perut (pinnae ventralis). Sirip perut bersifat thoracal, yaitu letaknya agak kedepan. Sementara, sirip ekornya memiliki bentuk homocercal. Pada sirip dorsal terdapat jari-jari keras dan lunak yang apabila dirumuskan menjadi D.XVII.13 dengan artian jari-jari keras sirip dorsal berjumlah 17 dan jari-jari lunak sirip dorsal berjumlah 13. Sementara, pada sirip anal terdapat jari-jari keras dan lunak yang apabila dirumuskan menjadi A.III.9 dengan artian jari-jari keras sirip dorsal berjumlah 3 dan jari-jari lunak sirip dorsal berjumlah 9. Pada gurat sisi atau linea lateralis terdapat susunan sisik sebanyak 30 buah. 

Ikan Mujair III PSYCHESOUPE

    Pada bagian kepala terdapat susunan mata bulat tanpa kelopak, lubang hidung dan mulut yang simetris. Mata pun terdapat pada dua bagian sisi kepala. Mulutnya memiliki gigi pada kedua bagian sisi mulut (atas dan bawah). pada celah insang, apabila diamati maka terlihat ikan mujair memiliki insang ganda/dua.


III. KUNCI IDENTIFIKASI

Kunci Identifikasi Ikan Bertulang (Ordo):

1.b (kepala, badan, dan ekor berbentuk simetris, serta terdapat mata yang terletak pada kedua sisi kepala), 2.b (terdapatnya sirip perut atau pinnae ventralis), 6.b (sirip perut memiliki bentuk thoracal atau angular), 13.a (sirip perut dengan satu spina dan terdapat lima jari-jari lunak), 14.b (tidak mempunyai alat labyrinth), 15.b (sirip perut biasa, tak pernah membentuk mangkuk penghisap).

    Sehingga dapat disimpulkan Ikan Mujair memiliki ordo: Perciformes (Percoidei).

IV. KLASIFIKASI ILMIAH

Kingdom: Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Actinopterygii

Ordo: Perciformes

Famili: Percoidei


V. KESIMPULAN

    Ikan mujair memiliki ciri yang umum seperti kebanyakan ikan, yakni terdapat 5 buah sirip dan gurat sisi. Sirip perutnya bersifat thoracal yakni letaknya agak menjorok ke depan/ke arah kepala. Ikan mujair memiliki insang ganda atau dua insang. Sisik ikan mujair sampel berwarna hitam, keabuan sampai keemasan pada beberapa bagian tubuh. Terakhir, setelah dilakukan penelusuran kunci identifikasi, maka diketahui bahwa mujair termasuk ke dalam famili Percoidei. 


Daftar Pustaka

Rosadi, Bayu dan Hurip Pratomo. (2010). Praktikum Taksonomi Vertebrata. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

 COPYRIGHT © 2022 |PSYCHESOUPE

2022-03-01

EMBRIOLOGI TUMBUHAN - REPRODUKSI JANTAN DAN BETINA PADA TUMBUHAN

 

🐏🎀🍀 LAPORAN PRAKTIKUM :
REPRODUKSI JANTAN DAN BETINA PADA TUMBUHAN

I. PENDAHULUAN  

1. Latar Belakang

    Proses reproduksi yang terjadi pada bunga terdapat pada dua bagian sporofit tumbuhan, yakni kepala sari (anther) dan bakal biji (ovulum). Pada anthera (kepala sari) terjadi proses pembentukan mikrospora secara meiosis dan disebut dengan mikrosporogenesis. Proses tersebut kemudian diikuti dengan pembelahan mitosis (mikrogametogenesis) untuk pembentukan gametofit jantan atau polen. Gametofit jantan menghasilkan gamet jantan atau sperma. Anther umumnya mengandung empat buah kantung polen berpasangan pada dua teka yang dihubungkan dengan konektivum.

    Proses pembentukan gamet betina berjalan di dalam bakal biji, yang diawali oleh proses megasporogenesis (melalui pembelahan meiosis) untuk menghasilkan megaspora dan kemudian diikuti dengan beberapa kali pembelahan mitosis (megagametogenesis) untuk membentuk gametofit betina atau kantung embrio.

    Struktur dari akal biji terdiri atas nuselus yang dikelilingi oleh satu atau dua buah integumen serta terdapat pula tangkai bakal biji atau funikulus yang menghubungkan bakal biji tersebut dengan plasenta. Integumen akan membentuk pori kecil yang dinamakan mikropil. Tempat integumen bersatu dengan funikulus disebut dengan kalaza.

2. Tujuan

a. Mengamati struktur anther dan perkembangan polen pada tumbuhan lilium sp.
b. Mengamati struktur bakal biji (ovulum) pada tumbuhan lilium sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA

    Pada tumbuhan, sebelum terjadi proses pembuahan (fertilisasi) , maka lebih dahulu terjadi proses penyerbukan/persarian (polinasi ). Pada tumbuhan biji tertutup (Angiospermae), penyerbukan merupakan peristiwa jatuh dan melekatnya serbuk sari pada kepala putik. Sementara pada tumbuhan biji terbuka (Gymnospermae), penyerbukan merupakan proses melekatnya serbuk sari langsung pada bakal biji. Tumbuhan berumah satu adalah tumbuhan yang memiliki alat kelamin jantan dan betina dalam satu tumbuhan (Aryulina 2007 : 36).

    Pada umumnya, siklus reproduksi dari kelompok Angiospermae melibatkan fase sporofit dan gametofit. Pada fase sporofit, terjadi proses pertumbuhan organ-organ tumbuhan yang utama seperti akar, batang, dan daun. Kemudian memasuki fase gametofit, akan terjadi morfogenesis bunga yang diinduksi oleh keadaan internal dan eksternal tumbuhan. Struktur reproduksi seperti bunga akan menghasilkan mikrospora atau makrospora. Selanjutnya, dalam fase gametofit pada angiospermae dapat dikaji dari makrospora dan mikrosporanya. Pada gamet jantan (mikrospora) terdapat dua inti haploid dan selanjutnya akan berkembang menjadi inti yang akan bergabung dengan sel telur atau membuat tabung polen. Sementara, pada gametofit betina, di dalam megaspora terdapat delapan inti sel: dua inti polar, tiga inti antipodal, dua inti sinergid, dan satu inti sel telur (Reece et al., 2014).


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

a. Preparat anthera dari tumbuhan lilium
b. Mikroskop atau loupe
c. Silet
d. Pinset
e. Jarum jara

2. Tahapan kerja

a. Bagian penampang melintang dari anthera pada tumbuhan lilium diperhatikan dan dipelajari bagian-bagiannya, kemudian diidentifikasikan bagian tersebut.
b. Perkembangan sel induk mikrospora sampai terjadinya pembentukan sel generatif diamati dan dipelajari.
c. Bagian-bagian dari gambar stadium-stadium pada proses mikrogametogenesis diamati dan dipelajari.
d. Bagian pada bagan dipelajari, kemudian identifikasi bagian tersebut pada foto /slide ('preparat').
c. Bagian penampang melintang ovarium lilium diperhatikan dan dipelajari, kemudian identifikasi bagian-bagiannya.
f. Perkembangan sel induk megaspora sampai terjadinya pembentukan sel telur yang siap dibuahi diamati dan dipelajari.
g. Bagian-bagian dari gambar stadium-stadium pada proses makrogametogenesis dipahami dan dipelajari.
h. Bagian pada bagan dipelajari, kemudian identifikasi bagian tersebut pada foto / slide ('preparat').

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Reproduksi Tumbuhan PSYCHESOUPE

Reproduksi Tumbuhan II PSYCHESOUPE

Reproduksi Tumbuhan III PSYCHESOUPE

Reproduksi Tumbuhan IV PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum reproduksi jantan dan betina pada tumbuhan bertujuan untuk mempelajari perkembangan polen dan proses mikrosporogenesis berserta mikrogametogenesis maupun megasporogenesis beserta megagametogenesis. Bahan yang digunakan preparat anthera dari tumbuhan Lilium sp.

    Mikrosporogenesis berlangsung pada bagian anthera, yang mana anthera tersebut terdiri 4 mikrosporongia (4 lokuli). Mikrosporangia dilindungi beberapa lapisan dinding yaitu epidermis endotesium, lapisan tengah dan tapetum. Pada bagian lokulomentum terdapat suatu jaringan meristematik yang dinamakan dengan jaringan arkesporium. Jaringan arkesporium tersebut berfungsi untuk menghasilkan sel sporogen primer dan sel parietal primer. Sementara, sel sporogen primer berfungsi sebagai sel induk spora. Dalam anthera terdapat sekelompok sel induk mikrospora yang akan mengalami proses meiosis, masing-masing menghasilkan empat mikrospora. Pada pembelahan meiosis I terbentuk dinding yang memisahkan dua inti, sehingga membentuk stadium 2 sel (diad). Sedangkan pada stadium meiosis II, dinding pemisah dibentuk dengan cara yang sama, sehingga membetuk serbuk sari tetrad yang bertipe isobilateral. Pada periode pematangan, masing-masing butir mikrospora tersebut kemudian berkembang menjadi butir polen yang memiliki dinding sel berlapis dua, terdiri atas eksin di bagian luar dan intin sebelah dalam. Eksin pada umumnya mempunyai pola dinding yang amat khas bagi spesies yang bersangkutan. Pada saat dewasa, seluruh anther akan dipenuhi oleh mikrospora/polen, sehingga kedua rongga di setiap teka akan bersatu menjadi kantung polen yang besar. Kemudian, polen ke luar dari anther melewati celah atau port ujung anther atau dengan adanya celah pada dinding lateral anthera. Inti serbuk sari atau polen akan membelah menjadi sel vegetatif dan sel generatif. Dengan ukuran sel vegetatif lebih besar dibanding sel generatif. Selanjutnya sel generatif membelah secara mitosis menghasilkan 2 sel sperma.

    Pada bagian ovarium terdapat ruang ovarium (lokulimentum) dengan dua atau lebih ovulum (bakal biji). Sementara, pada tiap-tiap ovulum terdiri dari nuselus, integumen, khalaza, rafe dan funikulus. Salah satu sel nuselus menjadi sel arkesporium atau yang diketahui juga dengan sekelompok sel hipodermis. Sel arkesporium tersebut bergerak ke arah dalam akan menghasilkan sel sporogen primer sementara ke arah luar akan menghasilkan sel parietal primer. Sel sporogen tersebut mempunyai fungsi sebagai sel induk megaspora. Umumnya hanya ada sebuah sel induk megaspora yang terbentuk di dalam setiap nuselus. Sel induk megaspora akan mengalami meiosis yang kemudian diikuti dengan pembentukan dinding di sekeliling masing-masing inti dari keempat megaspora haploid yang terjadi. Umumnya keempat megaspora tersebut tersusun dalam tetrad yang linier, ketiga megaspora yang berdekatan dengan mikropil umumnya akan berdegenerasi, sementara satu megaspora yang berdekatan dengan kalaza (berlokasi paling bawah) tetap bertahan membentuk megagametofit. Megagametofit akan mengalami tiga kali proses pembelahan mitosis tanpa diikuti sitokinesis dan menghasilkan gametofit betina yang mengandung 8 inti sel bebas, yakni; dua inti polar di bagian tengah, tiga inti kutub kalaza yang nantinya akan berkembang menjadi sel antipodal, dan tiga inti di bagian mikropil akan membentuk aparatus telur, yang terdiri atas sel telur dan dua sel sinergid.

V. KESIMPULAN

    Proses reproduksi pada tumbuhan dibagi menjadi dua, yakni reproduksi jantan yang disebut dengan mikrosporogenesis dan mikrogametogenesis, serta reproduksi betina yang disebut dengan megasporogenesis dan megagametogenesis.

    Berdasarkan praktikum yang dilakukan, yakni pengamatan proses reproduksi jantan maupun betina pada preparat anthera dari tumbuhan Lilium telah diketahui bahwa pada proses mikrosporogenesis dilakukan dengan secara meiosis untuk menghasilkan mikrospora dan mikrogametogenesis dilakukan secara mitosis untuk menghasilkan gametofit jantan. Sementara, proses megasporogenesis dilakukan secara meiosis untuk menghasilkan megaspora dan megagametogenesis dilakukan secara meiosis kemudian diikuti dengan tiga kali pembelahan mitosis untuk menghasilkan gametofit betina.


Daftar Pustaka

Aryulina, Diah. (2007). Biologi SMA dan MA untuk Kelas XI. Jakarta: Esis.

Bhojwani, S.S. and S.P. Bhatnagar. (1978). The Embriology of Angiosperm. New Delhi: Vikas Publishing House Ltd.

Iriawati; Suradinata, Tatang; Faisal, Ahmad. (2016). Praktikum Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Iriawati; Suradinata, Tatang; Wardhini, Trimurti. (2014). Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Johri, B. M (ed). (1984). Embriology of Angiosperm. New York: Mc. Graw Hill Books Company.

Reece, Jane B., Wasserman, Steven A., Urry, Lisa A., Minorsky, Peter V., Cain, Michael L., Jackson, Robert B. (2014). Campbell Biology. Tenth Edition. Boston: Pearson Eduation Inc.

 

2022-02-28

EMBRIOLOGI TUMBUHAN - EMBRIOGENESIS (POLINASI DAN FERTILISASI)

 

🐏🎀🍀 LAPORAN PRAKTIKUM :
EMBRIOGENESIS (POLINASI DAN FERTILISASI)

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Polinasi merupakan proses melekatnya polen (serbuk sari) pada permukaan stigma (kepala putik). Polen yang menempel tersebut akan segera berkecambah serta membentuk tabung polen yang akan membawa sperma menuju sel telur di dalam kantung embrio. Proses polinasi adalah pendahuluan dari terjadinya fertilisasi/pembuahan. Proses fertilisasi akan menggabungkan satu inti sperma dengan sel telur dan menghasilkan zigot yang diploid yang kemudian berkembang menjadi embrio, sementara satu inti sperma lainnya akan membuahi inti polar sehingga menghasilkan endosperm yang bersifat triploid.

    Polinasi juga dapat terjadi diantara bunga yang sama, dan disebut dengan polinasi (penyerbukan) sendiri sementara yang terjadi di antara dua bunga yang berbeda, dinamakan dengan polinasi silang. Polinasi silang lebih menghasilkan keragaman genetik tumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan polinasi sendiri. Polinasi silang biasanya memerlukan vektor untuk membantu proses penyerbukan. Polinasi pada tumbuhan yang dibantu oleh faktor abiotik tidak melibatkan adanya organisme lain yang membantu proses polinasinya, misalnya dengan bantuan angin (anemofili) dan air (hidrofili). Sedangkan, vektor polinasi biotik yang umum membantu terjadinya polinasi antara lain serangga (entomofili) atau hewan lain seperti kelelawar, burung, dan hewan vertebrata lainnya (zoofili).

    Proses pembuahan ganda pada tumbuhan Angiospermae menghasilkan zigot, yang nantinya akan berkembang menjadi embrio serta jaringan penyimpan cadangan makanannya, yaitu endosperm. Perkembangan zigot menjadi embrio berlangsung dalam proses embriogenesis. Zigot akan membelah secara asimetris kemudian menghasilkan sel basal dan sel apikal. Set basal akan membentuk suspensor sedangkan sel apikal akan berkembang menjadi embrio. Perkembangan embrio melalui beberapa tahapan proses, yaitu proembrio (mulai stadium dua sampai 32 sel), yang kemudian dilanjutkan dengan stadium globular, jantung, torpedo, dan kotiledon.

    Pada tumbuhan dikotil dihasilkan dua kotiledon, sementara pada tumbuhan monokotil hanya akan terdapat satu kotiledon. Perbedaan jumlah kotiledon tersebut akan membedakan kedua takson dalam Angiospermae. Kotiledon pada tumbuhan dikotil mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan pada biji (misalnya pada biji kacang-kacangan) atau akan berkembang menjadi daun fotosintesis pertama bila cadangan makanan dalam biji berupa endosperm (contohnya pada Ricinus communis).

2. Tujuan

a. Membandingkan beberapa macam bunga dari jenis polinatornya.
b. Mengamati perkembangan embrio (Capsella bursa-pastoris). 

II. TINJAUAN PUSTAKA

    Penyerbukan atau polinasi merupakan transfer serbuk sari (polen) ke kepala putik (stigma). Kejadian ini adalah tahap awal dari proses reproduksi (Ashari,1998). Proses penyerbukan adalah proses pengangkutan serbuk sari (pollen) dari kepala sari (anthera) ke putik (pistillum), serta peristiwa jatuhnya serbuk sari (pollen) di atas kepala putik (stigma) (Elisa, 2004). Penyerbukan merupakan jatuhnya serbuk sari pada kepala putik (untuk golongan tumbuhan berbiji tertutup) atau jatuhnya serbuk sari langsung pada bakal biji (untuk tumbuhan berbiji telanjang) (Sutarno dkk,1997).

    Polinasi dapat terjadi oleh sebab adanya polinator yang menjadi vektor untuk penyebaran polen. Polinator dapat merupakan organisme hidup maupun faktor abiotik dari lingkungan seperti udara dan air. Polinator yang merupakan organisme hidup dapat berupa serangga, manusia, burung, maupun mamalia terbang (Mitchell et al, 2009).

    Proses polinasi haruslah diikuti dengan terjadinya fertilisasi agar polen tersebut berhasil membuahi ovum. Sebab, pada tumbuhan Angiospermae terdapat mekanisme  self-incompatibility yang disebabkan oleh adanya gen pada lokus S (Sterility) sehingga tidak dapat terjadi proses fertilisasi karena polen yang menempel pada stigma ditolak (Jany etal.,  2019;   Ottaviano  &  Mulcahy, 1989).

    Reproduksi seksual pada tumbuhan umumnya melibatkan dua proses, yakni proses pembentukan gamet dan proses pembuahan (fertilisasi). Proses pembentukan gamet selalu melalui pembelahan meiosis, yaitu pembelahan reduksi, sehingga sel-sel gamet hasil pembelahan meiosis ini bersifat haploid atau memiliki n kromosom. Sedangkan proses fertilisasi adalah penggabungan antara gamet jantan dengan gamet betina, yang kemudian dihasilkan sel yang bersifat diploid (hasil penggabungan kedua gamet yang haploid). Kedua proses tersebut (meiosis dan fertilisasi) membagi kehidupan organisme menjadi dua fase atau generasi yang berlainan, yakni generasi gametofit dan generasi sporofit (Kimball,1988).

    Embriogenesis adalah proses pembentukan embrio multiseluler dari zigot bersel tunggal. Pada perkembangan yang berlangsung selama embriogenesis, pertama-tama zigot mengalami polarisasi apikal-basal, sel apikal yang kecil dengan sitoplasma kental dan sel basal yang besar dengan sitoplasma encer. Lalu, sel basal membentuk struktur berumur pendek yang disebut suspensor sedangkan sel apikal akan menjadi embrio. Kedua, adalah tahap globuler, embrio berupa kumpulan sel dengan struktur berbentuk bundar. Ketiga, merupakan tahap hati, embrio bertambah masa dan jumlah selnya serta membentuk cekungan di bagian apikal sehingga strukturnya menyerupai hati. Keempat, yaitu tahap torpedo yang merupakan tahap awal ketika prekursor dari kotiledon, akar, dan batang mulai dapat dikenali. Kelima, adalah tahap kotiledon, kotiledon memanjang pada magnoliopsida (dikotil) ada dua yang kotiledon yang mengalami perkembangan sedangkan pada liliopsida (monokotil) hanya satu kotiledon (skutelum) yang berkembang (Wijayanti dkk., 2015).

    Salah satu contoh perkembangan dari embrio dapat diikuti adalah pada tumbuhan Capsella bursa-pastoris. Sel suspensor yang paling ujung yang terletak pada bagian belakang sel terminal pada perkembangan lebih lanjut berperan serta dalam pembentukan embrio dan perkembangan selanjutnya sel tersebut berkembang membentuk tudung akar dan ujung akar lembaga. Sel terminal memulai dengan pembelahan membujur dua kali dengan bidang yang saling tegak lurus sehingga terbentuk empat buah sel. Pembelahan berikutnya ialah pembelahan melintang dan terbentuklah delapan sel. Selanjutnya terjadilah pembelahan berulang sehingga terjadi bentuk genta atau jantung dan terbentuk sepasang cuping yang akan membentuk kotiledon yang diantaranya terdapat pucuk lembaga. Susunan akhir dari suatu embrio angiospermae dari bawah ke atas ialah: akar lembaga (radikula), hipokotil, dua lembar kotiledon (pada tumbuhan monokotil satu kotiledon tidak berkembang), dan pucuk lembaga (plumula) diantara kedua kotiledon. Akar lembaga berhubungan dengan suspensor (Moertolo dkk., 2018).


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

a. Beberapa macam bunga dari jenis tumbuhan yang berbeda
b. Mikroskop bedah atau kaca pembesar
c. Silet atau cutter
d. Preparat embriogenesis dari tumbuhan dikotil
c. Mikroskop cahaya dengan perbesaran objektif sampai 90 kali

2. Tahapan Kerja

a. Beberapa macam bunga yang tersedia diamati dan kemudian dipelajari kaitan morfologi bunga tersebut dengan polinatornya.
b. Bagan penampang melintang dari perkembangan embrio Capsella bursa-partoris dari zigot sampai stadium globular di amati dan dipelajari. Proses pembelahan sel secara berurutan diperhatikan dengan seksama, kemudian dibandingkan dengan foto/slide ('preparat').
c. Proses pembentukan maupun perkembangan kotiledon dan pembentukan prokambium diperhatikan dan dipelajari. Kemudian foto/slide ('preparat) dibandingkan dengan gambar.
d. Perkembangan embrio tumbuhan dikotil dipelajari dan bandingkan perkembangan embrio pada tumbuhan
monokotil.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Embriogenesis PSYCHESOUPE

Embriogenesis II PSYCHESOUPE

Embriogenesis III PSYCHESOUPE

Embriogenesis IV PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum embriogenesis bertujuan untuk mempelajari tentang proses terjadinya polinasi maupun polinator yang dikaitkan dengan struktur bunga pada sampel bunga Euphorbia milii, Helianthus annuus (bunga matahari), Canna sp. dan Vallisneria spiralis, serta mempelajari perkembangan embrio pada Capsella bursa-pastoris..

    Proses penyerbukan membutuhkan suatu agen atau perantara polinasi, yang akan membawa atau memindahkan polen dari anther menuju bagian reseptif dari stigma. Tumbuhan Angiospermae umumnya mengembangkan berbagai macam karakter bunga yang dapat digunakan untuk menarik polinator. Pada bunga Euphorbia milii perkiraan polinatornya adalah lebah madu karena memiliki nektar yang memikatnya. Pada bunga Helianthus annuus (bunga matahari) perkiraan polinatornya adalah lebah madu karena memiliki nektar. Pada bunga Canna sp. perkiraan polinatornya adalah burung kolibri karena memiliki daya pikat berupa nektar. Sedangkan bunga pada tumbuhan Vallisneria spiralis perkiraan polinatornya adalah air karena tidak memiliki nektar dan hidup dihabitat air.

    Setelah tabung polen sampai pada bagian atas ovarium dan kemudian masuk kedalam gametofit betina. Berdasarkan cara masuknya tabung polen kedalam ovulum ada 3 jenis pembuahan yaitu: (1) porogami yaitu proses tabung polen yang masuk melalui mikropil, (2) khalasogami yaitu bulu masuk melalui khalaza, dan (3) mesogami yaitu masuknya bulu melalui funikulus. 

    Pada perkembangannya, zigot atau sel telur yang sudah dibuahi sperma akan tumbuh dengan membelah secara asimetris kemudian membentuk sel apikal dan sel basal. Lalu, bagian distal yaitu sel apikal akan berkembang menjadi embrio serta tumbuh membulat, dam menjadi pusat keaktifan embrio (embrio yang sebenarnya), kemudian bagian proksimal yaitu sel basal akan membelah secara melintang dan membentuk suspensor atau tangkai/batang embrio. Sel bulat  nantinya membelah memanjang secara serempak pada dua bidang yang bersilangan (saling tegak lurus) sehingga menghasilkan terbentuknya embrio stadium 4 sel (kuadran), setelah itu diikuti dengan proses pembelahan secara melintang satu kali membentuk embrio stadium 8 sel (oktan). Kemudian setiap sel yang membelah secara melintang menghasilkan stadium 16 sel, sedangkan setiap sel yang membelah secara periklinal menghasilkan protoderma di sebelah luar dan akan berdiferensiasi menjadi epidermis. Sel pada bagian sebelah dalam akan membentuk meristem dasar, sistem prokambium, serta hipokotil. Selanjutnya, adalah embrio tahap globular, yang mengalami pendataran pada bagian apeks. Kemudian, embrio akan melakukan pembelahan berkali-kali, membentuk stadium hati, torpedo, dan kotiledon secara berurutan. Pembentukan kotiledon (keping biji) akan mengubah simetri embrio yang pada mulanya mempunyai simetri radial menjadi bilateral. Setelah terjadi proses pembentukan keping biji atau kotiledon, maka pada embrio dapat dibedakan adanya bakal epidermis atau protoderm. Suspensor akan membantu embrio masuk ke bagian dalam endosperm supaya mendapatkan makanan. Embrio tahap kotiledon tumbuh dengan melengkung didalam biji, dan suspensor akan mengecil. Vakuolasi sel-sel di daerah tertentu menunjukkan adanya pembentukan meristem dasar. Jaringan yang belum mengalami vakuolasi, yaitu daerah hipokotil, bakal akar, maupun kotiledon akan menghasilkan prokambium.

    Pada tumbuhan dikotil, kedua keping biji membentuk huruf U dengan titik tumbuh vegetatif, atau meristem apeks pucuk, berada di tengahnya. Sementara, pada tumbuhan monokotil hanya terdapat satu kotiledon (keping biji) pada ujung embrio titik tumbuh vegetatif terdapat di sampingnya. Keping biji yang tunggal tersebut tidak tanggal (mengalami reduksi atau rudimenter), akan tetapi berlaku sebagai haustorium yang dapat menghasilkan enzim-enzim yang berfungsi untuk melarutkan zat-zat cadangan makanan dalam endosperm untuk kemudian digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan kecambah.


V. KESIMPULAN

    Kesuksesan proses polinasi salah satunya dipengaruhi oleh peranan penting dari polinatornya. Polinator pada tumbuhan berbunga dapat berbeda-beda sesuai struktur dan karakteristik bunganya. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, yakni pengamatan pada struktur bunga Euphorbia milii, Helianthus annuus (bunga matahari), Canna sp. dan Vallisneria spiralis serta perkiraan polinatornya, telah diketahui bahwa bunga pada tumbuhan Euphorbia milii dan Helianthus annuus (bunga matahari), memiliki tipe polinator berupa entomofili sebab polinatornya berupa hewan serangga. Sementara, tumbuhan Canna sp. memiliki tipe polinator berupa ornitofili sebab polinatornya berupa burung kolibri. Sedangkan, tumbuhan Vallisneria spiralis memiliki tipe polinator berupa hidrofili sebab polinatornya berupa air. Sehingga polinator pada Euphorbia milii, Helianthus annuus (bunga matahari), Canna sp. berupa agen biotik, dan polinator pada Vallisneria spiralis berupa agen abiotik.

    Proses pembuahan ganda pada tumbuhan Angiospermae menghasilkan zigot, dengan perkembangan zigot menjadi embrio yang berlangsung dalam proses embriogenesis. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan mengamati perkembangan embriogenesis pada tumbuhan dikotil dengan sampel berupa Capsella bursa-pastoris, telah diketahui rangkaian stadium embriogenesis dengan urutan yang khas. Rangkaian stadium embriogenesis pada Capsella bursa-pastoris secara berurutan adalah zigot, stadium 2 sel, stadium kuadran (4 sel), stadium oktan (8 sel), stadium globular, stadium hati, stadium torpedo dan stadium kotiledon.


Daftar Pustaka

Ashari, S. 1998. Pengantar Biologi Reproduksi Tanaman. Jakarta: Rineka Cipta.
Bhojwani, S.S. and W.Y. Soh. (2001). Current Trends in the Embryology of Angiosperm. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.
Elisa. 2004. Biologi Reproduksi Tanaman Buah-Buahan Komersial. Malang Jawa Timur: Bayu Media.
Iriawati; Suradinata, Tatang; Faisal, Ahmad. (2016). Praktikum Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Iriawati; Suradinata, Tatang; Wardhini, Trimurti. (2014). Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.
Jany, E., Nelles, H. and Goring, D. 2019. The Molecular and Cellular Regulation of Brassicaceae Self-Incompatibility and Self-Pollen Rejection. International Review of Cell and Molecular Biology. 1-35.
Johri, B. M. (1984). Embryology of Angiosperm. New York: McGraw Hill Books Company.
Kimball, John W., 1988. Biologi. Edisi Kelima. Jilid 2. Alih Bahasa: Siti Soetarmi Tjitrosomo dan Nawangsari Sugiri. Erlangga. Jakarta.
Mitchell, R., Irwin, R., Flanagan, R. and Karron, J. (2009). Ecology and evolution of plant-pollinator interactions. Annals of Botany. 103(9):1355-1363.
Moertolo, A., Sulasmi, E., S., dan Sunami. 2018. Tumbuhan Berbiji Tertutup. Malang: Universitas Negeri Malang.
Ottaviano E., Mulcahy D. L. (1989). “Genetics of angiosperm pollen”. Advances in Genetics. 26(1):1–65.
Raghavan, V. (2000). Developmental Biology of Flowering Plants. New York: Springer-Verlag.
Wijayanti, S., Kartikasari, A., D., dan Kusfitasari, A. 2015. Perkembangan Embrio dan Biji. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

2022-02-27

EMBRIOLOGI TUMBUHAN - MODIFIKASI STRUKTUR BUNGA

 

🐏🎀🍀 LAPORAN PRAKTIKUM :
MODIFIKASI STRUKTUR BUNGA

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

     Bunga adalah bentuk dari organ reproduktif pada tumbuhan Magnoliophyta, yang memiliki peranan penting untuk mengidentifikasi tumbuhan sebab bunga pada umumnya memiliki karakter yang konsisten sehingga dapat dipergunakan untuk menunjukkan tingkatan takson tertentu dari suatu tumbuhan (suku, marga, atau jenis). Hal tersebut disebabkan oleh karakter bunga yang sangat dipengaruhi atau dikendalikan secara genetik dan biasanya tidak terpengaruh oleh perubahan lingkungan. Bunga dianggap sebagai hasil dari modifikasi batang dengan bentuk ruas yang pendek dan pada bagian bukunya memegang struktur daun yang mungkin sangat termodifikasi. Maka disimpulkan, bunga terbentuk pada pucuk yang sangat termodifikasi dengan bagian meristem apeks yang pertumbuhannya terbatas atau bahkan tidak tumbuh lagi ("determinate''). Bunga tumbuh dari bagian yang disebut dengan apeks batang, yaitu suatu tempat yang dinamakan reseptakel atau dasar bunga. Suatu bunga dapat pula tumbuh secara langsung dari bagian sumbu batang atau rakhis (dinamakan bunga sesil), atau bunga tumbuh di ujung tangkai bunga. Apabila hanya terdapat satu bunga yang dihasilkan maka tangkai pemegangnya dinamakan pedunkulus, sedangkan jika pada pedunkulus terdapat lebih dari satu bunga, maka masing-masing cabang yang membawa bunga dinamakan pediselus.

    Pada umumnya, bunga terdiri atas bagian-bagian yang tumbuh dalam empat seri lingkaran yang tumbuh dari bagian reseptakel, yakni; (1) kaliks yang merupakan bagian yang tersusun atas beberapa sepal, (2) korola yang merupakan sekumpulan sepal, (3) andresium yang merupakan kumpulan atau satu stamen, dan (4) ginesium yang merupakan kumpulan atau satu pistilum.

    Struktur pada bunga menunjukkan adanya suatu bentuk adaptasi yang diperlukan untuk memikat polinator maupun menunjang keberhasilan proses polinasi pada bunga. Di lingkungan sekitar dapat ditemukan berbagai macam bunga dengan struktur kompleks yang telah beradaptasi untuk satu jenis polinator tertentu sehingga struktur bunga menjadi sangat terspesialisasi. Spesialisasi ini menguntungkan bagi bunga dan hewan penyerbuk, sebab hewan tersebut mendapatkan makanan berupa nektar maupun polen.

2. Tujuan

a. Mengamati dan membandingkan bunga dari tumbuhan suku Asteraceae, Poaceae, Euphorbiaceae, dan Orchidaceae.


II. TINJAUAN PUSTAKA

    Bunga mempunyai bagian-bagian yang akan menghasilkan buah yang didalamnya akan terdapat biji apabila terjadi penyerbukan dan pembuahan. Bunga adalah bentuk modifikasi dari batang dan daun. Pada umumnya bunga memiliki sifat-sifat yang menarik. Bagian-bagian penyusun bunga pada setiap bunga dapat berbeda dan dapat pula sama. Ada bunga yang mempunyai bagian yang lengkap dan ada bunga yang tidak mempunyai salah satu atau salah dua dari bagian tersebut. Bunga disebut bunga sejati atau bunga lengkap apabila memiliki kelopak, mahkota, putik dan benang sari (Widya, 2012).

    Tumbuhan yang hanya menghasilkan satu bunga saja disebut dengan bunga tunggal sementara bunga yang menghasilkan bunga banyak disebut dengan bunga banyak. Apabila tumbuhan hanya memiliki satu bunga saja, biasanya bunga tersebut berada di ujung batang, sedangkan jika bunganya banyak, sebagian bunga-bunga tadi terdapat dalam ketiak-ketiak daun dan sebagian pada ujung batang atau cabang-cabang. Jadi menurut letaknya, bunga berlokasi pada ketiak daun dan juga ujung batang (Tjirosoepomo, 2003).

    Apabila dilihat dari segi simetri bunga, maka bunga dapat dibedakan menjadi bunga aktinomorf yaitu yang mempunyai banyak bidang bagi (radial simetri), dan bunga zigomorf yaitu hanya mempunyai satu bidang bagi (bilateral simetri). Berdasarkan posisi relatif ovarium terhadap perhiasan bunganya, maka bunga dapat dibagi bunga hipoginus, periginus, dan epiginus.

    Kompleksitas struktur pada bunga merupakan hasil adaptasi terhadap alam sekitar. Pada beberapa tumbuhan dapat dijumpai perbungaan yang bentuknya menyerupai satu bunga dinamakan pseudanthium atau bunga tunggal palsu. Tipe bunga ini misalnya ditemukan pada seluruh bunga dari suku Asteraceae dan sebagian bunga dari suku Euphorbiaceae, terutama pada genus Euphorbia. Bunga dari suku Orchidaceae memiliki kekhasan yang sukar dijumpai pada bunga tumbuhan lainnya, yakni dengan terputarnya bunga saat perkembangan, terjadi penggabungan stamen dan pistilum, dan terdapat polinia.


III. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

a. Mikroskop bedah atau kata pembesar.
b. Silet atau cutter.
c. Pinset
d. Jarum jara
e. Beberapa macam dan bunga Suku Asteraceae; Euphorbiaceae, Orchidaceae dan Poaceae.

2. Tahapan Kerja

a. Perbungaan pada tumbuhan Euphorbiaceae diamati, kemudian morfologi dan perburgaannya digambar.
b. Bagian dari bunga jantan dan bunga betina dari penampang melintang, diamati dan digambar.
c. Pseudanthium pada bunga Euphorbiaceae dibandingkan dengan milik bunga Asteraceae.
d. Bunga dari Suku Orchidaceae diamati, kemudian morfologi bunga tersebut digambarkan.
e. Bagian dari ginandria dan polinia, serta penampang memanjang dari bunga Orchidaceae diamati dan digambar.
f. Perbungaan pada tumbuhan Asteraceae diamati, juga dari bagian penampang melintang, kemudian digambar morfologinya.
g. Bagian floret dan spikelet pada bunga dari suku Poaceae diamati, kemudian digambar.
h. Identifikasi bagian-bagian yang telah digambar dengan baik.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Bunga PSYCHESOUPE

Bunga II PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum modifikasi bunga bertujuan untuk mempelajari struktur bunga yang telah mengalami modifikasi pada bunga dari suku Asteraceae, Poaceae, Euphorbiaceae, dan Orchidaceae. Bahan yang digunakan adalah bunga matahari (Helianthus annuus), bunga padi (Oryza sativa), bunga euphorbia (Euphorbia Corollata), dan anggrek.

    Asteraceae atau Compositae merupakan suku tumbuhan dari bunga matahari (Helianthus annuus), krisan (Chrysanthemum sp.), dan lain-lain. Tumbuhan Asteraceae memiliki bentuk modifikasi bunga yang khas, yaitu penampilan bunga yang menyerupai bunga tunggal yang aslinya adalah perbungaan. Oleh karena itu, bunga Asteraceae kerap disebut sebagai pseudantium (pseudo-palsu; anthium-bunga tunggal). Berdasarkan letak atau posisinya dalam perbungaan, maka perbungaan Asteraceae dapat dibedakan menjadi bunga tabung, yang mahkota bunganya (petal) bersatu membentuk tabung, dan bunga pita yang menunjukkan struktur mahkota bunga yang menyerupai hanya satu petal. Selain itu juga terdapat bunga berbibir dua atau 'bilabiate'. Berdasarkan kedua karakter tersebut, maka pada Asteraceae dapat ditemukan empat variasi tipe perbungaan, yakni: (1) Bunga tepi berbentuk bunga pita dan bunga tengah berbentuk tabung, misalnya pada H. annuus, Tithonia diversifolia, dan Aster novi-belgi; (2) Bunga tepi dan bunga tengah hanya tersusun atas bunga tabung, misalnya pada Ageratum conyzoides, dan Crassocephalum crepidioides; (3) Bunga tepi dan bunga tengah berupa bunga tabung, misalnya pada tempuyung (Sonchus arvensis) dan Taraxacum officinale; (4) Bunga tepi dan bunga tengah berupa bunga berbibir dua ("bilabiate"), misalnya pada Gerbera.

    Tumbuhan rumput-rumputan atau Poaceae mempunyai bentuk bunga yang sangat termodifikasi apabila dibandingkan dengan bunga-bunga lainnya. Satu bunga pada perbungaan Poaceae ini disebut floret, yang dilindungi oleh sepasang braktea yang dinamakan lemma dan palea. Sekelompok floret akan membentuk spikelet. Pada bagian basal/dasar dari spikelet biasanya akan ditemukan sepasang gluma. Sekelompok spikelet kemudian akan membentuk perbungaan yang memiliki banyak variasi tergantung dari jenis tumbuhannya.

    Tumbuhan Euphorbiaceae yang utamanya dari marga/ genus Euphorbia juga memiliki pseudanthium, seperti tumbuhan Asteraceae. Namun, pseudanthium pada Euphorbiaceae dinamakan cyathium. Cyathium adalah suatu perbungaan yang tersusun dari sebuah bunga betina yang dikeliling oleh sejumlah bunga jantan. Bunga betina hanya terdiri atas satu ovarium yang letaknya berada di ujung pediselus. Perbungaan ini dilingkupi oleh sekelompok braktea berbentuk cawan yang dinamakan involukrum. Pada perbungaan cyathium dapat ditemukan kelenjar nektar yang berwarna cukup mencolok di bagian luar perbungaannya.

    Anggrek atau tumbuhan Orchidaceae dan sekerabatnya mempunyai karakter bunga yang sangat khas. Bunga anggrek biasanya dalam bentuk perbungaan. Selama perkembangan bunga, tangkai bunga akan terputar 180°, yang menyebabkan bunga anggrek dewasa akan menghadap ke bawah dan bakal buah atau ovariumnya resupinat (terputar). Perhiasan bunga terdiri atas tiga sepal (pada lingkaran luar) dan tiga petal (pada lingkaran dalam). Keseluruhan sepal dan dua petal pada posisi lateral umumnya mempelajari struktur dan warna yang mirip. Sementara satu petal membentuk struktur yang sangat berbeda dari kedua petal lainnya, memiliki warna yang lain, serta berukuran lebih besar dinamakan dengan labelum. Labelum seringkali digunakan sebagai landasan bagi polinator, atau berfungsi sebagai penarik polinator yang datang oleh sebab warna bunga yang mencolok atau karena bentuknya yang menyerupai hewan pasangannya. Petal juga dapat mempunyai bentuk yang seperti antena atau sayap atau bunga mengeluarkan bau seperti bau bunga betina. Bunga anggrek mempunyai stamen dan pistilum yang bersatu dinamakan kolumna atau ginandria, yang terletak berseberangan dengan labelum. Sedangkan, polen pada tumbuhan ini bersatu membentuk polinia.


V. KESIMPULAN

    Bunga sesungguhnya adalah hasil dari modifikasi batang. Struktur bunga pun bermodifikasi untuk menunjang proses penyerbukan dan beberapa bunga memiliki bentuk yang terspesialisasi oleh karenanya. Berdasarkan praktikum yang dilakukan, ada beberapa sampel yang diidentifikasi mengalami modifikasi bunga. Diketahui perbungaan pada tumbuhan suku Asteraceae yaitu bunga matahari memiliki bunga tipe pseudanthium yang merupakan bunga majemuk menyerupai bunga tunggal. Lalu, ada pula bunga pada tumbuhan Poaceae yaitu tanaman padi yang memiliki perbungaan bernama floret, yang mana sekelompok floret tersebut akan membentuk spikelet. Selain itu, pada tumbuhan Euphorbiaceae terutama dari genus Euphorbia memiliki perbungaan pseudanthium yang disebut dengan cyathium yaitu perbungaan dengan bunga jantan yang mengelilingi bunga betina. Sementara pada tumbuhan Orchidaceae atau anggrek memiliki satu petal yang berstruktur beda dengan lainnya dan dinamakan dengan labelum. Stamen dan pistilum dari anggrek bersatu dan membentuk polinia.


Daftar Pustaka

Bracegirdle, B. and P. H. Miles. (1971). An Atlas of Plant Structure. Vol. 1. London: Heinemann Educational Books.

Fahn, A. (1990). Plant Anatomy. 4th edition. Oxford: Pergamon Press.

Iriawati; Suradinata, Tatang; Faisal, Ahmad. (2016). Praktikum Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Iriawati; Suradinata, Tatang; Wardhini, Trimurti. (2014). Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Tjirosoepomo, Gembong. (2003). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Widya. (2012). Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

 

2022-02-26

EMBRIOLOGI TUMBUHAN - BIJI

 

🐏🎀🍀 LAPORAN PRAKTIKUM :
BIJI

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Biji merupakan perkembangan dari bakal biji (ovulum). Biji dewasa memiliki beberapa bagian, diantaranya adalah: (1) kulit biji atau testa yang berkembang dari satu atau dua integumen, (2) endosperm merupakan jaringan penyimpan cadangan makanan sementara beberapa tumbuhan, seperti misalnya padi, jagung, dan jarak, jaringan endosperm berkembang dengan baik dan tumbuh membesar hingga biji dewasa, dan (3) embrio yaitu merupakan sporofit muda yang dapat berkembang.

    Biji adalah lokasi awal dari perkembangan sporofit baru yaitu embrio, sehingga biji berperan penting untuk kontinuitas generasi pada tumbuhan berbiji. Bakal biji (ovulum) pada tumbuhan Angiospermae akan berkembang menjadi biji apabila terjadi pembuahan ganda. Pada biji yang masak, embrio dilindungi oleh kulit biji yang mengelilinginya serta disokong oleh zat atau nutrisi cadangan yang telah tersimpan. Biji, terutama yang berasal dari tumbuhan suku Poaceae dan Fabaceae telah dimanfaatkan sebagai sumber makanan bagi manusia dan hewan. Cadangan makanan yang terkandung dalam biji terutama yang terdapat dalam endosperm atau perisperm, menyokong perkembangan sporofit ketika muncul dari biji sampai mulai aktif berfotosintesis.

    Pembuahan ganda merupakan penyebab adanya pembentukan zigot yang kemudian terjadi perkembangan sehingga terbentuk biji. Pertumbuhan dan diferensiasi bakal biji, kantung embrio, endosperm dan embrio, berlangsung dengan suatu urutan stadium yang saling berhubungan dan mengikuti urutan yang khas. Berdasarkan tipe jaringan penyimpan cadangan makanannya, biji tumbuhan dapat dibedakan menjadi: (1) biji albuminus, bila cadangan makanan disimpan dalam jaringan endosperm atau perisperm, dan (2) biji eksalbuminus, bila biji tidak memiliki endosperm atau hanya mengandung sedikit sekali.

2. Tujuan

a. Mempelajari bagian-bagian dari biji.


II. TINJAUAN PUSTAKA

    Serealia juga diketahui sebagai sereal atau biji-bijian (bahasa Inggris: cereal) merupakan sekelompok tanaman yang ditanam untuk dipanen biji atau bulirnya sebagai sumber karbohidrat/pati ( Sarwono, B. 2005 ).

    Kacang-kacangan adalah salah satu bahan makanan sumber protein dengan nilai gizi yang tinggi, vitamin B, mineral, serta serat. Nilai dan mutu gizi dari perkacangan tersebut menjadi lebih baik apabila dikecambahkan. Selama pengecambahan komponen antigizi akan menurun dan setelah pengecambahan terbentuk komponen fitokimia dan antioksidan alami yang berperan untuk kesehatan ( Muchtadi, 1992). 

    Biji adalah organ tumbuhan hasil perkembangan dari ovulum (bakal biji) setelah terjadinya fertilisasi. Di dalam biji terdapat embrio, yang merupakan cikal bakal tumbuhan baru, serta jaringan penyimpan cadangan makanan, yaitu endosperm. Pada umumnya biji dilingkupi oleh satu atau dua lapisan kulit biji atau testa.

    Bersamaan dengan perkembangan embrio dan endosperm, bakal biji pun juga berkembang menjadi biji. Proses perkembangan tersebut diiringi dengan berbagai perubahan pada jaringan yang ada di sekitarnya. Integumen umumnya akan berkembang menjadi kulit biji (testa). Pada permukaan biji tumbuhan tertentu kita akan dapat menemukan suatu struktur yang disebut arilus. Arilus dapat dibedakan menjadi dua, yaitu arilus sejati (jaringan yang terbentuk sebab terjadi pertumbuhan pada bagian distal funikulus dekat biji) dan ariloid (tonjolan yang terbentuk sebab adanya aktivitas pertumbuhan jaringan lain selain funikulus). Ariloid dapat dibedakan menjadi strofiola, jika terbentuk dari pertumbuhan pada rafe, dan karunkula, merupakan ariloid oleh sebab terjadinya pertumbuhan jaringan di bagian mikropil.


II. METODOLOGI PRAKTIKUM

1. Alat dan Bahan

a. Silet atau cutter
b. Pinset
c. Biji kacang merah (Phaseolus vulgaris)
d. Biji jarak (Ricinus communis)
e. Biji jagung (Zea mays)
f. Mikroskop atau kaca pembesar

2. Tahapan Kerja

a. Pada bagian biji kacang merah, rafe, hilum dan mikropil di identifikasi.
b. kemudian identifikasi bagian kulit biji, kotledon, taruk (shoot) dan radikula pada sayatan memanjang
dari biji kacang merah.
c. Pada bagian luar biji jarak, rafe, karunkula dan mikropil di identifikasi.
d. Kemudian identifikasi bagian kulit biji, endosperm, kotiledon, apeks pucuk dan radikula pada sayatan memanjang dan biji jarak.
e. Bagian-bagian pada penampang melintang dari biji jagung, dipelajari serta identifikasi bagian tersebut pada preparat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Pengamatan

Biji PSYCHESOUPE

2. Pembahasan

    Praktikum biji bertujuan untuk mengetahui mempelajari struktur dari bagian-bagian berbagai sampel biji. Bahan yang digunakan adalah biji kacang merah (Phaseolus vulgaris), biji jarak (Ricinus communis), dan biji jagung (Zea mays).

    Buah pada kacang merah merupakan polong, yang di dalamnya terdapat biji. Sifat-sifat luar dari biji kacang merah akan lebih jelas setelah direndam dalam air. Beberapa bagian yang tampak dari biji tersebut adalah hilum, mikropil, dan rafe. Hilum merupakan bagian bekas tempat pelekatan tangkai biji (funikulus) pada biji. Mikropil merupakan lubang kecil pada kulit biji yang seperti pori kecil pada bakal biji, dan merupakan tempat masuknya tabung pollen. Apabila biji berkecambah, pori tersebut berfungsi sebagai tempat keluarnya radikula pertama kali. Rafe merupakan tonjolan pada tepi hilum yang berlawanan dengan mikropil. Pada biji kacang merah tidak terdapat endosperm, maka jika kulit bijinya dilepaskan seluruh struktur yang terlihat adalah embrio. Bagian-bagian dari embrio antara lain adalah: (1) taruk (shoot) yang terdiri dari dua kotiledon, yakni sumbu yang pendek di bawah kotiledon (hipokotil) dan sumbu yang pendek di atas kotiledon (epikotil), yang mana terdapat beberapa helai daun kecil dan ujung taruk, dan (2) akar atau radikula.

    Pada biji jarak memiliki bagian-bagian berupa: (1) karunkula, yang merupakan struktur seperti spons, dan merupakan penonjolan kulit biji luar, (2) hilum, (3) mikropil yang tertutup oleh karunkula, dan (4) rafe yang terdapat sepanjang biji. Di daerah kalaza pada biji jarak terdapat penonjolan pada ujung biji yang berlawanan dengan karunkula. Endosperm pada biji jarak bersifat m padat dan menutupi embrio. Bagian taruk (shoot) dari embrio terdiri atas: (1) dua kotiledon tipis yang mana tampak jaringan pembuluh kecil, (2) hipokotil yang sangat pendek yaitu sumbu batang di bawah kotiledon, (3) epikotil yang kecil yaitu sumbu batang di atas kotiledon dan bagian akar dari sumbu embrio terdiri dari radikula yang kecil.

    Biji jagung sesungguhnya merupakan buah kariopsis. Kariopsis merupakan buah berbiji satu yang bersifat kering, dan tidak memecah (indehiscent) dengan kulit buah (perikarp = dinding ovarium) sangat melekat pada biji. Bagian dari kulit buah dan kulit biji melekat sangat erat satu sama lain, pun dengan jaringan yang lain dari biji sehingga tidak mungkin dapat dipisahkan. Bagian terbesar dari buah jagung adalah endosperm, yang disusun oleh lapisan terluar (satu deretan sel-sel lapisan aleuron) dan endosperm, yang banyak mengandung pati. Sel-sel pada lapisan aleuron memiliki kandungan protein dan lemak, namun hanya mengandung sedikit pati atau tidak ada pati. Embrio jagung memiliki satu sumbu dengan apeks batang dan apeks akar. Apeks batang dan beberapa daun rudimenter dilingkupi oleh suatu seludang yang disebut koleoptil, sedangkan bagian akar rudimenter (radikula) dikelilingi oleh suatu seludang yang dinamakan koleorhiza. Pada bagian transisi di antara taruk dan akar terdapat daerah menyerupai batang yang pendek. Skutelum merupakan kotiledon tunggal yang adalah bagian yang ukurannya relatif paling besar pada embrio jagung, memiliki struktur berbentuk perisai, serta terletak berdampingan dengan endosperm. Apabila biji berkecambah, maka skutelum berperan seperti haustorium (akar isap) yang akan masuk ke bagian dalam endosperm kemudian mendistribusikan nutrisi ke bagian-bagian embrio yang sedang tumbuh.


V. KESIMPULAN

    Biji merupakan perkembangan dari bakal biji (ovulum). Berdasarkan praktikum yang dilakukan, yakni pengamatan struktur pada beberapa sampel biji, berupa biji kacang merah (Phaseolus vulgaris), biji jarak (Ricinus communis), dan biji jagung (Zea mays), telah diketahui bahwa tidak semua biji memiliki struktur yang sama. Dapat dibedakan menjadi biji yang mempunyai endosperm atau tidak. Pada biji jarak dan biji jagung terdapat kehadiran endosperm, sehingga termasuk ke dalam biji albuminus. Sementara, pada biji kacang merah tidak terdapat endosperm, sehingga termasuk dalam golongan biji eksalbuminus. Warna testa pada masing-masing sampel biji sangat berbeda, yakni biji kacang merah dengan testa merah, biji jarak dengan testa corak-corak hitam, dan biji jagung dengan testa yang menyatu dengan perikarp berwarna kekuningan. Bagian khas dari biji kacang merah yang merupakan polong adalah terdapatnya bagian taruk (shoot) berupa helai daun kecil dan mikropil berupa lubang kecil. Bagian khas dari biji jarak adalah terdapatnya karunkula dan endosperm yang tipis seperti lembaran. Sedangkan bagian khas dari biji jagung adalah terdapatnya testa yang menyatu dengan perikarp, skutelum dan koleorhiza. Bagian pada biji jagung sulit dipisahkan dan diamati, sehingga pengamatan lebih baik dilakukan dengan bantuan mikroskop.


Daftar Pustaka

Bhojwani, S.S. and W.Y. Soh. (2001). Current Trends in the Embryology of Angiosperm. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.

Campbell, N.A., J.B. Reece, M.R. Taylor & E.J. Simon. (2005). Biology-Concept and Connections. San Francisco: Pearson Benyamin Cumming.

Cheung, A.Y. (1996). Pollen-Pistil Interactions during Pollen-Tube Growth. Trends Plant Sci. 1: 45-51.

George, E.F, and Hall, M.A. (2008). Plant Propagation by Tissue Culture. Dordrecht: Springer Verlag.

Iriawati; Suradinata, Tatang; Faisal, Ahmad. (2016). Praktikum Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Iriawati; Suradinata, Tatang; Wardhini, Trimurti. (2014). Embriologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Johri, B. M. (1984). Embryology of Angiosperm. New York: McGraw Hill Books Company.

Muchtadi, 2004. Ilmu Pengetahuan Bahan PanganPangan Dan Gizi. Bogor:  Institut Pertanian  Bogor.

Sarwono, B. 2005. Tanaman hortikultura. Penebar Swadaya: Jakarta.

 

2022-02-25

FISIOLOGI TUMBUHAN - PEMATANGAN BUAH DENGAN ETRIL

 

🍑✒️✨ LAPORAN PRAKTIKUM :
PEMATANGAN BUAH

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

    Etilen adalah fitohormon yang berupa senyawa karbon sederhana yang tidak jenuh, dengan rumus kimia CH2=CH2. Dalam keadaan normal etilen akan berbentuk gas. Gas etilen dibentuk dari hasil pembakaran yang tidak sempurna dari senyawa yang kaya akan ikatan karbon, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam. Gas etilen akan dilepaskan oleh tanaman ke udara. Etilen diproduksi oleh seluruh tumbuhan tingkat tinggi, seperti daun, batang, akar, bunga, buah, tuber dan seedling. Buah merupakan sumber utama etilen.

    Bahan dasar etilen adalah metionin, yang kemudian akan diubah menjadi etilen dalam suatu sistem yang terdiri dari Cu++ dan asam askorbat. Kemudian atom  1 dari metionin akan diubah menjadi CO2, sedangkan atom C2 menjadi asam formik dan atom C3-C4 menjadi etilen. Kunci dari biosintesis etilen adalah adanya (1-aminosikloropropan 1-asam karboksilat) ACC sintetase. Sintesis ACC bertambah dengan adanya auksin, khususnya IAA dan sitokinin. Akan tetapi, ACC sintetase dihambat oleh adanya ABA.

2. Tujuan

a. Menentukan besarnya konsentrasi etilen dalam memacu pematangan buah.
b. Membandingkan kecepatan pematangan dua macam buah dengan perlakuan etril.

II. TINJAUAN PUSTAKA

   Morgan dan Hall menyatakan bahwa konsentrasi auksin yang tinggi akan mempengaruhi pembentukan etilen. Sedangkan adanya inhibitor RNA atau sintesis protein akan dapat menghalangi pembentukan etilen. Dengan demikian auksin yang mempunyai konsentrasi rendah akan merangsang pembentukan etilen tanpa sintesis protein, sedangkan yang memiliki konsentrasi tinggi dapat merangsang pembentukan etilen melalui induksi sintesis RNA dan protein.

    Guttenberg dan Steinmetz berpendapat bahwa etilen mampu menghilangkan aktivitas auksin sebab etilen dapat merusak polaritas sel dan transpor. Akibatnya, auksin menyebar secara lateral keluar dari floem sehingga setelah pemberian etilen pada suatu bagian tumbuhan, kadar auksin pada suatu tempat tinggi dan pada tempat yang lain kadarnya rendah.

    Perubahan fisiologi yang terjadi selama proses pematangan merupakan akibar terjadinya proses klimaterik dalam respirasi (𝘳𝘦𝘴𝘱𝘪𝘳𝘢𝘵𝘰𝘳𝘺 𝘤𝘭𝘪𝘮𝘢𝘵𝘦𝘳𝘪𝘤). Diduga dalam proses pematangan buah, etilen mempengaruhi respirasi klimaterik melalui 2 cara, yaitu; (1) Etilen mempengaruhi permeabilitas membran sehingga permeabilitas sel menjadi besar. Hal tersebut mengakibatkan pelunakan buah dan bercampurnya metabolit dengan enzim sehingga metabolisme respirasi dipercepat. (2) Selama klimaterik kandungan protein meningkat dan diduga etilen lebih merangsang sintesis protein pada saat tersebut. Protein yang dibentuk ini terlibat dalam proses pematangan dan pada proses klimaterik terjadi peningkatan enzim respirasi.

    Berbagai proses fisiologis dalam tumbuhan, etilen memukuju peranan penting, antara lain (1) mendukung respirasi klimaterik dan pematangan buah, (2) mendukung epinasti, (3) menghambat perpanjangan batang dan akar, (4) memacu perbungaan, (5) mempercepat proses absisi/pengguguran.


III. ALAT, BAHAN DAN CARA KERJA

1. Alat

a. Batang pengaduk
b. Gelas ukur
c. Gelas piala
d. Kertas koran
e. Karet
f. Wadah

2. Bahan

a. Aquades
b. Etril
c. Pisang kepok
d. Mangga

3. Cara kerja

a. Satu sisir pisang kepok dan buah mangga yang telah matang fisiologi (kulit masih berwarna hijau) disiapkan.
b. Larutan etril dengan konsentrasi 500, 700 dan 900 masing-masing sebanyak 2000 ml disiapkan.
c. Sebanyak 2 buah pisang dan sebuah mangga dicelupkan pada wadah berisi larutan etril konsentrasi 500 ppm selama 2 menit, ulangi perlakuan yang sama dengan menggunakan larutan etril konsentrasi lainnya.
d. Kemudian buah ditiriskan dan dikeringkan.
e. Sebanyak 2 buah pisang dan sebuah mangga yang tidak diberi perlakuan disiapkan.
f. Buah-buah tersebut dibungkus yang rapi dengan koran lalu diikat dengan karet dan diberi label sesuai perlakuan (misal: dengan 500 ppm, 700 ppm atau tanpa perlakuan).
g. Buah-buah yang telah dibungkus tersebut diletakkan pada tempat penyimpanan.
h. Perubahan pada buah diamati setiap hari pada jam yang sama pada saat praktikum dilakukan.
i. Perubahan yang terjadi meliputi warna, tingkat kekerasan atau lunak, dan aroma dari buah-buah tersebut dicatat.
j. Kecepatan pemacuan etril pada pematangan buah di perhatikan.

(saya tidak betul-betul menyelesaikan tahapan praktikum ini, jadi hasil dan pembahasan serta kesimpulan dibawah ini saya buat dengan permisalan / sebagai contoh saja.) 💌📮🐻


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil pengamatan

Pematangan Buah PSYCHESOUPE

Pematangan Buah II PSYCHESOUPE

    Perubahan aroma semakin tinggi maka semakin menyengat. Perubahan tekstur semakin tinggi maka semakin lunak. Perubahan warna semakin tinggi maka apabila dari hijau maka menjadi kekuningan kemudian menjadi kecoklatan.

2. Pembahasan

    Praktikum pematangan buah bertujuan untuk mengetahui apakah perbedaan perlakuan akan mempengaruhi aroma, tekstur dan warna yang seiring dengan laju pemasakan buah pisang dan mangga.

    Pada praktikum pematangan buah, mulanya buah yang telah dipersiapkan akan dicelupkan terlebih dahulu kedalam larutan etril konsentrasi tertentu selama dua menit. Kemudian juga gunakan buah lain untuk larutan etril pada konsentrasi lainnya sebagai perlakuan yang berbeda. Setelah tahap tersebut dirampungkan maka buah-buah akan dimasukkan kedalam penyimpanan. Sambil setiap harinya di periksa dan diamati perubahan dari aroma, tekstur maupun warna dari buah-buah tersebut.

    Selama 5 hari penyimpanan buah pisang dan mangga diamati dan ditemukan perbedaan yang disebabkan oleh adanya kontrol larutan etril dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Misalnya perubahan aroma buah pisang dan mangga dengan konsenterasi 0 ppm rata-rata adalah rendah sampai sedang; konsentrasi 500 ppm rendah sampai sedang; konsentrasi 700 ppm perubahan tekstur adalah rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi; konsentrasi 900 ppm perubahan tekstur yang terjadi dari rendah, sedang dan sangat tinggi. Kemudian ada perubahan tekstur buah pisang dan mangga dengan konsenterasi 0 ppm rata-rata adalah rendah, tinggi sampai sangat tinggi; konsentrasi 500 ppm rendah, sedang, tinggi sampai sangat tinggi; konsentrasi 700 ppm perubahan tekstur adalah rendah, tinggi dan sangat tinggi; konsentrasi 900 ppm perubahan tekstur yang terjadi dari rendah, sedang, tinggi dan sangat tinggi. Sementara itu, perubahan warna buah pisang dan mangga dengan konsenterasi 0 ppm rata-rata adalah rendah sampai sedang; konsentrasi 500 ppm rendah sampai sedang; konsentrasi 700 ppm perubahan tekstur adalah rendah, sedang dan tinggi; konsentrasi 900 ppm perubahan tekstur yang terjadi dari rendah, sedang dan tinggi.


V. KESIMPULAN

    Berdasarkan praktikum pematangan buah dapat diketahui:
a. Perbedaan perlakuan akan menyebabkan laju pemasakan buah yang berbeda-beda.
b. Perlakuan dengan larutan etril akan mempengaruhi proses pemasakan atau pematangan buah, sehingga menjadi lebih cepat.
c. Pemasakan buah pada buah pisang dan mangga yang ditandai oleh adanya aroma, warna dan tekstur yang berubah akan lebih pesat jika dicelupkan ke dalam larutan etril dengan konsentrasi 900 ppm.
d. Proses pematangan buah pisang dan mangga memerlukan gas etilen. Untuk mempercepat proses tersebut dapat disiasati dengan memperbanyak jumlah konsentrasi gas etilen dari luar, yang mana bisa di dapatkan dari larutan etril. 

Daftar Pustaka

Anggorowati, Sulastri dan Triani Hardiyati. (2015). Fisiologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang: Universitas Terbuka.

Dwiati, Murni. (2010). Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Edisi kedua. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Prawinata, W., S. Harran dan P. Tjondronegoro. (1981). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Bogor: Departemen Botani. Fakultas Pertanian IPB.

Sasmitamihardja, D. dan A.H. Siregar. (1990). Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Bandung: Fakultas MIPA. ITB.

Wattimena, G.A. (1988). Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: PAU Bioteknologi. IPB.

 

STRUKTUR BIJI KACANG HIJAU

  🐰🍒🥦 STUDI : BIJI KACANG HIJAU (EMBRIOLOGI TUMBUHAN)     Pembelajaran ini bertujuan untuk: (1) mengamati dan mengetahui struktur dari b...